Kabar baik dan Permohonan

140 19 0
                                    

Tara membeku. Raka dihadapannya hanya menggunakan kaos putih pendek dan celana jeans cokelat. Mau apa lelaki itu kesini? Ini baru pukul 3, bukankah Tara sudah mengatakan untuk menjemput Kai dirumah Tama nanti sore?

"Hai anak-anak.. Hai Mama.. Papa boleh gabung main dengan kalian kan?"

***

Kala berkedip polos bergantian menatap Kaisar dan Mamanya. Seolah bertanya, siapa lelaki dihadapan mereka itu?

"Papa.. acukk.. ain.." Ajak Kaisar semangat. Papanya menyenangkan, pasti akan lebih seru kalau Papanya ikut bergabung.

"Mama, boleh Papa masuk?" Tanya Raka lagi, dengan tatapan dan senyum jahil tentunya.

Tara memberengut sebal. Andai saja tadi ia membuka pintu sendirian, pasti ia bisa dengan mudah mengusir Raka. Tidak seperti sekarang, yang serba salah karena ada anak-anak diantara mereka. Tara tidak boleh kasar didepan mereka.

"Masuk deh.." Ujarnya pasrah. Kembali ia ajak kedua anaknya ke tempat bermain mereka. Membiarkan Raka masuk dengan sendirinya setelah menutup pintu.

***

"Kamu nggak kerja?" Itu adalah pertanyaan basa-basi, sebagai pengganti untaian kekesalan yang ingin ia semburkan pada Raka karena  telah mengganggu waktunya bersama si kembar.

"Ada sedikit insiden, padi tadi. Sehingga aku tidak bisa berangkat ke kantor. Aku langsung menuju kemari setelah urusanku selesai."

"Urusan apa yang bisa membuat tuan disiplin ini bolos bekerja? Dan sekarang malah datang kemari." Sindir Tara pedas. Mana mungkin lelaki itu meninggalkan jadwal sibuknya kalau bukan karena sesuatu yang penting.

Raka tersenyum sangat manis. Ia selalu gemas dengan Tara meski wanita itu tak pernah bersikap lembut padanya. "Aku ada kabar baik, Ra."

"Seriously? Good for you? Or for me?" Sahut Tara acuh. Ia mendengarkan,meski tatapannya tertuju pada si kembar yang sedang mencoret-coret buku bergambar yang di bawakan Tama siang tadi.

"Baik untuk kita semua, tentu saja."

"Lalu, apakah itu?"

Raka menggeser duduknya hingga berhimpitan dengan Tata di sofa. Tara mendorong Raka menjauh, ia mulai tidak nyaman. Namun Raka terus kembali bergeser ke arahnya. Akhirnya Tara menyerah, ia membiarkan Raka berbuat semaunya.

"Tapi kamu harus berjanji dulu..!" Kata Raka serius. Membuat Tara malah semakin bingung.

"Ada apa sih? Kenapa harus pakai janji-janji dulu?" Ketusnya sebal.

Namun Raka tidak hilang kebahagiaan. Ia tetap menatap Tara dengan senyum lebar. "Kamu cuma perlu janji, mulai hari ini kamu harus bersikap baik sama aku. Karena aku sudah baik sama kamu.."

Tara terkekeh geli lalu bangkit menuju dispenser. Tiba-tiba haus menyerangnya, mungkin tenggorokannya akan terus cepat kering kalai ia berbincang lebih lama dengan Raka. Tenaganya juga selalu terkuras habis karena biasanya ia juga melibatkan otot dalam setiap perdebatan.

"Memangnya, kebaikan apa yang kamu lakukan?" Ejeknya, begitu satu tegukan air sudah masuk membasahi tenggorokannya.

"Membuat Nisa hamil."

Byurrrrr.....

"Uhukkh uhug uhukh.."

"Tara, pelan-pelan kalau minum. Kenapa juga sambil berdiri sih minumnya!" Omel Raka.

Ia menghampiri wanita itu sembari mengusap lembut tengkuknya. Tara batuk sampai berjongok, bahkan hingga matanya memerah dan berair.

***

Di atas kasur queen size milik Tama, Tara, Kala dan pemilik kamar itu sendiri berbaring nyaman sembari menonton siaran televisi. Kala telah tertidur nyenyak diantara Tara dan Tama, gadis itu adalah penyatu sekaligus pembatas keduanya selama ini.

"Jadi, apa rencana kamu selanjutnya?" Sejak menikah, Tara selalu menceritakan semua masalahnya pada Tama. Mungkin karena ia telah mengenal Tama cukup lama, sehingga berbagi masalah bukan hal canggung lagi untuk mereka lakukan. Termasuk tentang hari ini, Tara menceritakan semuanya tanpa terkecuali.

"Aku belum tahu, Tam. Kamu ada saran?"

Tama tersenyum geli. "Ku kira kamu sudah menyiapkan segalanya dengan matang sebelum membuat perjanjian itu." Celetuknya geli. Wanita aneh. Tara selalu menggebu akan mengambil kembali Kaisar dari Nisa, tapi Tara juga belum tahu apa yang akan ia lakukan ketika sudah berhasil mengambilnya?

Tara mendengus pelan. Ia memang belum mendapatkan ide apapun tentang Kaisar, wajar saja Tama menertaiwainya sekarang.

"Aku tidak yakin memiliki ide yang bagus untuk Kai. Mamamu pasti memiliki segudang pertanyaan kalau kamu mengambil Kai dari orang tuanya, yang jelas lengkap dan mampu." Jelas Tama yang memang itulah kebenarannya. "Atau bisa jadi ia menyelediki banyak hal kalau alasan yang kamu berikan tidaklah tepat."

Tara terdiam, merenungkan perkataan Tama. Mamanya memang tidak pernah masalah mengenai Kala, itu karena Tama bilang Kala adalah anaknya. Anak angkat Tama yang sangat Tama sayangi. Tapi kalau ia mengambil Kaisar? Jawaban macam apa yang akan ia berikan?

"Jangan terlalu di pikirkan, masih ada waktu sampai Nisa melahirkan bukan?" Ujar Tama.

Tara mengangguk lemah. "Enam bulan lagi, Nisa melahirkan. Aku punya waktu sebanyak itu untuk membuat alasan yang tepat." Serunya semangat.

Tama tersenyum hangat. Ia putuskan tatapannya dari Tara untuk dialihkan pada putrinya. Di rengkuhnya tubuh mungil bayi itu dalam pelukan.

Hangat. Nyaman. Harum wanginya selalu menenangkan Tama.

"Ra?" Panggilnya pelan. Namun Tara bisa mendengarnya dengan jelas.

"Ya?"

"Suatu hari nanti, kalau Kai kembali dengan kamu. Lalu mungkin kamu menemukan orang lain sebagai pendamping kalian, boleh jangan pisahkan aku dengan Kala?" Ini bukan pertanyaan, melainkan permohonan. Tara bisa melihat itu dari mata suaminya.

"Kamu sangat sayang Kala ya? Lebih sayang sama Kala kayaknya dari pada aku, haa?"  Sindirnya dengan kekehan geli. Namun tawa kecilnya terhenti saat melihat mata Tama malah mengeluarkan cairan bening. "Tam? Kamu nangis?"

"Ra, please.. Janji ya?" Pintanya pilu. "Jangan pisahin aku dengan Kala.."

"Kaila Athena Adam, Putrinya Artama Putra  Adam, apa hak ku untuk memisahkan  kalian?" Jawabnya tenang.

"Janji, Ra?"

Tara menarik nafas panjang, lalu mengangguk yakin. "Ya, aku janji."

Tidak ada alasan untuk memisahkan mereka. Tara tahu Tama sangat menyayangi putrinya, dan tidak ada laki-laki lain yang paling mencintai Kala. Mungkin Raka, kalau saja lelaki itu tahu kebenarannya.

***

...........................................................

SALAH RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang