Hi and bye

96 16 2
                                        


***

Pagi ini, Tama terlihat begitu tampan dengan  mengenakan kaos putih dan celana dasar warna abu, senada dengan Kala kecil yang juga mengenakan gaun warna putih dengan sepatu warna abu.

Tara menggeleng kecil melihat keduanya yang sudah sibuk sejak pagi. Tara sendiri hanya mengenakan gaun sederhada berwarna cream. Ia tidak sedang dalam mood ingin memakai baju putih juga.

Hampir setiap hari, pakaian yang dikenakan Tama selalu senada dengan Kala. Lelaki itu selalu turun tangan langsung dalam memilih semua milik Kala, melebihi Tara sendiri yang berstatus sebagai Mamanya.

"Hari cantik banget? Udah siap mau ketemu abang?" Tanya Tara pada sang putri.

Kala tersenyum manis, menunjukkan gigi giginya yang belum tumbuh sempurna. "Yes, mommy! Ala au abang!"

Tara terkekeh senang mendengar seruan riang putrinya. Benar-benar menyalurkan kebahagiaan pada sekeliling.

Gemas, ia beri kecupan penuh di pipi gembul Kala. "Mulai hari ini dan seterusnya, kita akan sama-sama abang terus yeayyy!!" Ujarnya semangat.

Kala ikut girang melihat semangat ibunya, ia bahkan mengajak Mamanya melompat-lompat heboh.

Tama tersenyum geli melihat semangat dua perempuan beda generasi itu. Hari ini, mereka akan menjemput Kaisar di rumah Raka dan Nisa. Mereka berencana melakukan liburan bersama ke Bali setelah menjemput Kaisar di bogor.

Hari ini juga Raka dan Nisa menyerahkan Kaisar pada Mereka. Sebentar lagi, Nisa akan melahirkan. Risa sengaja meminta Kaisar lebih cepat beralaskan agar Nisa tidak kerepotan mengurus Kiasar di hari-hari menjelang persalinan nanti. Ternyata, mereka setuju.

Sejak merencanakan liburan ini, Tara kembali bersemangat. Apalagi saat Tama mengatakan mereka akan stay di Bali untuk dua hari kedepan. Tara senang bukan main.

Meskipun beberapa hari lalu hatinya sempat kacau akibat kedatangan Nisa di butiknya, rencana di kembalikannya Kaisar benar-benar membuat Tara kembali semangat lagi. Membuat rencana liburan bersama kedua anaknya ternyata  menyenangkan.

Tara juga sudah membuat list kegiatan apa saja yang akan ia lakukan bersama anak-anak saat berada di Bali nanti. Hanya inilah yang bisa ia lakukan dalam upayanya bertahan waras.

Berkali-kali Raka sudah menghubunginya, berkali-kali pula Tara abaikan.

Nisa lebih membutuhkan Raka!

Tara tegaskan itu setiap hari pada hatinya. Tara juga menghindari semua hal berhubungan dengan Nisa dan Keluarga Raka. Bahkan negosiasi tentang Kaisar pun hanya mamanya yang turun tangan, Tara tidak ikut campur sama sekali.

Tara tidak peduli seegois apa mamanya, atau semena-mena apa mamanya hingga Raka setuju menyerahkan Kaisar lebih cepat. Tara hanya ingin segalanya cepat berlalu.

"Kita berangkat sekarang?" Tanya Tama pada keduanya.

"Yes, daddy!" Jawab Kala semangat.

***

Suasana halaman rumah Raka terlihat sepi seperti biasanya. Tara pandangi pintu kayu yang telah terbuka saat mereka tiba. Rupanya kehadiran mereka sudah ditunggu.

"Kamu yakin nggak mau turun?" Tanya Tama heran.

Tara menggeleng tegas. "Iya Tam. Aku tunggu sini aja okay? Cepat ambil Kaisar, katakan padanya, mamanya sedang menunggu di mobil."

Tama merengut tidak suka dengan keputusan Tara. Ini tidak sopan, harusnya Tara ikut masuk ke rumah Raka untuk berpamitan. Bukannya hanya menunggu di mobil. Bagaimanapun juga, ia ingin semuanya berakhir baik disini.

"Ayolah Ra, kita mau jemput Kaisar loh ini, untuk seterusnya. Masa kamu nggak pamitan dulu sama Nisa? Atau minimal kita berterimakasih karena mereka sudah membesarkan Kaisar dengan baik." Bujuk Tama.

Tara tetap menggeleng yakin. Ia tidak akan turun.

Tama menghela nafas pasrah. Ia pilih untuk  turun dari mobil sendirian karena Tara juga menahan Kala agar tidak turun bersamanya.

Setelah keluar dari mobil, Tama mengetuk kaca belakang dimana Kala dan Tara duduk disana. "Tunggu ya, mungkin akan sedikit lama. Tapi aku usahakan cepat."

"Iya.."

"Da.. Dad.."

"Bye sayang.." Balas Tama pada sang putri.

Setelah Tama berbalik, Tara kembali menutup kaca jendelanya. Mengawasi lelaki itu dari kejauhan hingga hilang tak terlihat setelah memasuki pintu.

Tara tarik Kala dalam dekapannya. Mengabaikan keheranan gadis kecil itu akan kehadiran linang air dimatanya. Entah kemana semangat Tara tadi. Setibanya dihalaman rumah Raka, hanya ada kesesakkan yang kini menghimpit dadanya.

"Maafkan aku, Ka. Tapi sepertinya kita memang harus berakhir seperti ini." Gumamnya lirih. Tara abaikan air yang kini meleleh melewati pipinya. "Raka.. Maaf..".

***

"Saya titip mereka, jaga mereka baik-baik."

Tama menatap laki-laki dihadapannya dengan tatapan datar. Entah sejak kapan tetapi Tama tidak menyukai orang itu. "Aku selalu melakukannya tanpa kau minta. Tidak perlu kau titipkan begitu." Balas Tama acuh.

Dihadapannya, Raka tengah berjongkok merapikan rambut lurus Kaisar. "Hati-hati okay? Kita akan bertemu lagi secepatnya." Bisiknya pada sang putra.

Kaisar mengangguk mengerti. Persis seperti orang dewasa padahal usianya masih sangat kecil.

"Saya akan mengambil mereka kembali secepatnya, itulah alasan saya menitipkan mereka padamu."

Mendengar itu, Tama tersenyum geli. "Simpan saja omong kosongmu itu. Kau bisa berkunjung kalau kau merindukannya. Bagaimanapun kau adalah Ayahnya, aku tidak akan melarangmu jadi.. kuharap kau juga tahu diri."

"Saya hanya mengatakan apa yang memang perlu saya katakan. Silahkan persiapkan dirimu."

"Terserah apa yang kau pikirkan. Kuharap kau tidak mengganggu kami lagi." Tama menggiring Kaisar menuju mobilnya. Tadi, ia sudah berpamitan dengan seluruh isi rumah. Sementara Raka baru saja tiba entah dari mana, sehingga Tama terpaksa berhenti dulu dihalaman rumah. Memberi waktu untuk anak dan Ayah itu melakukan pamit perpisahan.

Ini menyebalkan! Harusnya Tama bahagia karena mulai hari ini tidak ada yang mengganggu keluarganya lagi. Tetapi, kenapa ucapan Raka tadi sangat mengganggunya?

Apakah Raka benar-benar berniat membangun masalah baru?

***

SALAH RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang