***"Sejak awal, kandungan Bu Nisa sebenarnya sudah lemah. Saya sudah beberapa kali menyampaikan hal ini, tetapi seperti yang bapak lihat, Bu Nisa tetap memilih mempertahankan bayinya dari pada nyawanya sendiri."
Penjelasan dokter beberapa jam yang lalu masih terngiang-ngiang dalam kepala Andra. Betapa sebenarnya kondisi Nisa tidak cukup kuat, harusnya sebagai orang tua, Ia dan Ira mengetahui hal ini. Bukannya malah menambah beban kesulitan Nisa. Mereka pun tahu, selama ini Nisa sudah berusaha keras.
"Maafkan ayah, Nis.." Gumam Andra lirih. Menatap dalam diam jasad menantunya. Sebentar lagi Nisa akan di makamkan, tetapi Raka masih belum bangun. Dalam hati, ia menyimpan kepedihan atas apa yang menimpa anak lelakinya.
Andra tahu jelas bagaimana Raka menyayangi istrinya. Ditinggalkan tanpa sepengetahuan pasti luar biasa pedih. Bahkan Andra tidak bisa membayangkan kalau hal ini terjadi pada Ira, istrinya.
Kedatangan Andra, Ira dan petugas yang membawa jenazah Nisa kembali ke rumah Raka disambut oleh banyak tetangga dan kerabat. Puluhan ucapan bela sungkawa mereka terima dengan hati yang luar biasa gundah.
Bagaimana tidak, ada bayi mungil yang sejak tadi diam dalam gendongan Lava. Bayi cantik yang datang untuk menjadi pengganti ibunya. Bayi yang dilahirkan Nisa sebelum wanita itu menghembuskan nafas terakhirnya.
"Apakah dia menangis?" Bisik Ira pada putrinya.
Lava menggeleng kecil. Memaksakan sedikit senyuman diwajah sembabnya. "Dia pintar sekali, sejak tadi begitu tenang disini."
Ira mencium pipi cucunya. Cucu ketiganya, setelah Kaisar dan Aurora. Anak Lava yang kini diambil alih oleh ayahnya. "Kira-kira, nama apa yang cocok untuk dia?"
Lava menggeleng pelan. Tidak pernah berpikiran untuk menyumbangkan nama untuk ponakannya. "Semoga mas Raka cepat bangun, Ma. Biar Mas Raka saja yang kasih nama."
Ira tersenyum pedih. "Biar cucu oma di jaga bibik dulu, ayo kita turun. Proses pemakaman Nisa harus segera dilangsungkan.
Lava mengangguk patuh. Dengan lembut, ia letakkan ponakan kecilnya dikasur. Merasa bayi mungil itu masih tertidur pulas, Lava pun bangkit mengikuti langkah ibunya.
***
"Mama harap ini yang terakhir. Tidak perlu lagi ada hubungan apapun antara kamu dengan Raka, ini sudah lebih dari cukup."
Tara menghela nafas lelah. Tidak menyahut namun tidak juga berniat membantah ucapan Risa. Hatinya sedang kacau, jadi ia tidak bisa menghadapi siapapun saat ini.
Entah dari mana Mamanya tahu, tapi saat ini Risa berada disini. Ikut menghantarkan Nisa ketempat peristirahatan terakhirnya.
Tama mengusap lembut bahu istrinya. Menyaksikan sekali lagi tatapan sedih dan putus asa wanita itu.
"Tama, ajak dia pulang setelah ini. Mama akan mengawasi kalian setelah ini!" Titah Risa angkuh.
Setelah sedikit berbasa-basi dengan mantan tetangganya, Risa berlalu dari area pemakaman.
Ia melangkah angkuh dengan tatapan tajam. Jangan kira dia tidak tahu apa yang telah terjadi. Risa benar-benar geram dengan putrinya, selalu saja membantah jika berhubungan dengan Raka. Jika sudah seperti ini, Risa sudah tidak akan tinggal diam lagi. Ia akan terus memantau Tara agar tidak kembali ceroboh.
***
Satu persatu orang mulai berlalu. Begitu pun Tara.
Ia tidak akan menahan lebih lama dirinya disana, ketika semua keluarga Raka tidak ada yang menganggap kehadirannya. Tidak ada yang mau menatap wajahnya. Bahkan Om Andra, yang biasanya selalu ramah pada Tara pun ikut membisu.

KAMU SEDANG MEMBACA
SALAH RASA
RomanceRasa cinta bisa membuat dunia kita lebih berwarna. Tapi kalau jatuhnya pada orang yang salah, apakah cinta akan tetap indah? #27 Oktober 2021