***
Setibanya dirumah Risa, Tara bergegas turun dengan Kaisar dalam gendongannya. Tara merasakan jantungnya berdebar hebat, ini pertama kalinya ia membawa Kaisar kerumah Mamanya. Tapi Tara juga tidak memiliki waktu untuk menitipkan Kaisar ke butik.
Tara hendak melangkah masuk ke dalam rumah dengan segala prasangka baik yang susah payah ia bangun, namun keberadaan mobil yang sangat ia kenali disana meruntuhkan semua prasangka baiknya. Bahkan Tara menurunkan Kaisar dari gendongannya. "Sayang, turun sebentar ya." Titahnya lembut , lalu ia memeriksa nomor polisi mobil tersebut untuk memastikan dugaannya.
Benar. Sialan!
Tara mulai panik. Ini belum saatnya! Ia belum menyiapkan apapun! Apa-apaan ini?
Lalu pintu rumah besar Risa terbuka. Dua paruh baya yang masih cantik dan tampan di usia senja mereka melangkah keluar dengan raut wajah yang tak bisa Tara tebak. Tatapan apa itu? Penyesalan kah?
Dan tak berselang lama, sosok ibunya juga keluar. Kali ini menusuk Tara dengan tatapan tajam penuh amarah.
"Kai, pulang sama oma dan opa yuk?" Ira tersenyum manis kepada cucu tercintanya itu. "Mama Tara mau bicara penting dengan nenek, Kai pulang sama Oma dan Opa ya?"
Kaisar menatap Tara, meminta persetujuan. "Iya sayang, nggak papa kalau Kai mau pulang sama Oma."
Akhirnya Kaisar menurut. Andra membawanya dalam gendongan, lalu menciumnya gemas sembari melangkah kedalam mobil. "Kami duluan ya, Ra." Pamit Andra.
Tara mengangguk dengan senyum kaku, menatap kepergian Ira dan Andra.
"Masuk! Ayo kita bicara!" Ketus Risa begitu mobil Andra telah melaju. Ia kembali memasuki rumah tanpa menatap putrinya.
Tara menggigit jemarinya panik. Segera ia keluarkan ponselnya untuk menghubungi Tama. Hanya Tama yang bisa membantunya, Tara pusing kalau harus menghadapi ini sendirian.
***
Plak!
Sebuah tamparan Tara dapatkan bahkan sebelum ia mengucapkan satu kata pun. Tak ada yang Tara rasakan selain sakit didada dan panas di pipinya. Seperti inilah sosok ibunya, dengan emosi setinggi inilah selama ini ia dibesarkan.
"Memalukan! Kamu sudah gila hah? Nggak waras kamu? Dimana otak kamu sebenarnya?!" Bentak Risa emosi. Ia sudah tidak lagi bisa membendung amarahnya. Tidak tahukah putrinya betapa hancur hati Risa sekarang?
Ia kira, putrinya yang selama ini ia banggakan adalah penurut. Ia kira, didikan kerasnya selama ini membuahkan hasil yang baik. Risa sudah berbangga diri di depan keluarga Adam, merasa sangat bangga dengan hati baik putrinya, karena putrinya yang serba sempurna masih mau menerima Tama setelah hal memalukan yang Tama lakukan. Tapi apa ini? Putrinya tidak lebih baik dari Tama sedikitpun.
"Katakan, apa yang ada otakmu saat menjadi orang ketiga dirumah tangga temanmu sendiri?" Tara yang tadi hanya berdiri menunduk langsung mendongak kaget mendengar ucapan mamanya.
"Maksud Mama apa?"
"Kamu tahu maksud Mama! Dan sekarang jelaskan ke Mama kenapa kamu melakukan itu Tara! A-, " Tiba-tiba Risa terhuyung merasakan sesak mendera dadanya.
"Mama!"
***
"Sudah baikan, Ma?" Tanya Dana lembut. Ia usap pelan lengan Risa.
Dana langsung meluncur kerumah Mamanya begitu mendapatkan telepon dari asisten rumah tangga, jika sakit jantung Mamanya kembali kambung. Dana juga begitu geram setelah mengetahui kedua orang tua Raka baru saja menemui Mamanya.
"Kamu kesini sendiri, Dan? Ayu mana?" Tanya Risa lemah.
"Ayu masih di butik Ma, nanti nyusul kesini."
Risa menatap sendu putra kesayangannya. "Kenapa kamu nggak cerita sama Mama, Dan? Mbak mu itu anak Mama, Mama berhak tahu apa yang terjadi dengan anak Mama."
Dana menunduk penuh rasa bersalah. "Maafkan Dana, Ma. Dana sudah janji dengan mbak Tara, saat itu mbak Tara sedang hilang arah. Dana hanya khawatir, mbak Tara akan nekat, Ma."
Risa menangis pilu. Ia tahu seberapa keras putrinya, tapi Tara itu cerdas. Tara tidak mungkin melakukan sesuatu yang bisa merugikan dirinya sendiri, mungkin karena itulah ia sangat shock mengetahui semua ini.
"Apa Mbak mu melakukan ini karena Tama meninggalkannya?"
Dana menggeleng pelan. "Dana nggak tahu, Ma. Tapi mbak Tara pasti sudah memikirkannya dengan matang. Keputusan yang diambilnya adalah pilihannya."
"Dan, apa Tama sudah datang?"
"Sudah, Ma. Mas Tama sudah menunggu, ingin bicara dengan Mama."
"Suruh mereka masuk, Dan ..."
"Mama yakin, sudah baik-baik saja kan?"
Risa mengangguk yakin. "Mama janji, nggak akan marah lagi. Lagi pula kapan sih Mama bisa marah kalau sama Tama?"
Dana tertawa pelan. Dalam hati mengumpat salut dengan mantra Tama, yang entah bagaimana caranya bisa meluluhkan keras hati Mamanya. "Yasudah, Dana keluar ya Ma?"
"Iya."
Tama menggenggam tangan Tara begitu Dana telah keluar dari kamar Risa dan memberi isyarat mereka untuk masuk. "Ayo Ra?"
"Tapi ...."
"Ada aku, kita bicarakan baik-baik dengan Mama." Ujar Tama meyakinkan.
Tara menahan kegelisahan dengan menggigit bibir bawahnya. Ia takut sekali jika emosi ibunya kembali memuncak. Tetapi tak bisa menolak juga saat Tama menariknya bangkit, melangkah pasti menemui Mamanya.
Tara tidak banyak bicara. Tama yang menyapa mamanya dengan manis, bertanya penuh perhatian, lalu menjelaskan permasalahan mereka dengan lembut.
Tidak ada lagi gurat emosi di wajah Risa, wanita paruh baya itu benar-benar mendengarkan menantunya dengan seksama. Disaat seperti ini, Tara jadi merasa Tama lebih cocok menjadi anak kandung Risa dibanding dirinya.
"Jadi, Mama tenang ya. Ada Tama yang akan melindungi Tara. Tama tidak akan meninggalkan mereka, Ma. Tama adalah suami Tara sekarang, apapun yang terjadi, Tama akan selalu perjuangkan apapun itu untuk istri Tama." Janji Tama.
"Jangan biarkan Tara berurusan dengan mereka lagi, Tam. Ambil Kaisar dari mereka, cucuku tidak boleh ada disana. Dan masalah ini akan selesai!" Tekan Risa dengan tatapan tajam yang kini menyorot pada Tara. Menyayangkan kelemahan putrinya yang muncul karena hubungan persahabatan dengan Nisa.
"Tara akan dapatkan Kaisar lagi, Ma. Tama jamin itu!"
"Itu kan Ra, yang kamu mau? Putramu kembali?" Tanya Risa mencemooh.
"Ya, Ma."
"Mama akan ambil Kaisar dari mereka. Dan tidak ada lagi kamu berhubungan dengan mereka setelah itu! Mereka memang sialan, berani sekali mengatai putriku sebagai orang ketiga setelah putriku membantunya! Benar-benar manusia tidak tahu diri!"
Tara menghela nafas panjang. Rencana untuk membuat hubungan pertemanannya dengan Nisa tetap aman hancur sudah. Ia sudah menduga, inilah yang terjadi jika mamanya turut andil dalam permasalahan ini. Tidak ada kata tidak jika mamanya sudah bertitah. Semua kekuatan yang dimiliki Risa pasti akan dikerahkan untuk melawan jika ada yang berani mengusiknya.
Raka memang sialan. Kenapa bisa orang tuanya mengacaukan semua ini?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
SALAH RASA
RomanceRasa cinta bisa membuat dunia kita lebih berwarna. Tapi kalau jatuhnya pada orang yang salah, apakah cinta akan tetap indah? #27 Oktober 2021