Pedih [Revisi]

173 21 0
                                    

4. PEDIH


Di dalam mobil, hanya ada keheningan diantara Tara dan Raka.

Tara sendiri sebenarnya masih enggan berurusan dengan Raka maupun Nisa, mengingat permintaan Nisa yang jauh dari masuk akal menurutnya. Tidak ada yang rela berbagi orang yang mereka cintai di dunia ini, apalagi dengan perempuan lain. Tara merasa Nisa mulai tidak waras.

"Ra, soal Nisa-,"

"Nggak masalah, aku tahu dia udah stress berat." Potong Tara sebelum Raka menyelesaikan ucapannya.

"Aku jadi ngerasa salah banget Ra, gara-gara orang tuaku Nisa jadi tertekan gitu."

Tara mendengus malas, kepalanya yang sejak tadi enggan menoleh pada Raka akhirnya tertuju pada lelaki itu juga. "Tante Ira nggak salah kalau ngebet pengen punya cucu. Lava kan tinggalnya diluar negeri, pasti dia kesepian menghabiskan masa tuanya kalau cuma berdua sama Om Andra."

"Bukannya lebih enak menghabiskan masa tua berdua ya? Kan bisa bebas, nggak ada yang ganggu." Setelah mengucapkan itu, Raka menatap Tara penuh arti.

"Sialan! Apa di otak kamu cuma ada hal mesum aja hah?" Bentak Tara kesal. Di manapun tempatnya, Raka dan otaknya memang nggak pernah beres.

"Mesum gimana sih? Emangnya ada kata-kata aku yang berbau porn? Nggak ada kan?"

Tapi gue paham tatapan lo itu artinya apa! Batin Tara sebal.

"Kamu tadi dipeluk-peluk Satria nggak marah-marah, sekarang aku cuma bilang itu aja kamu langsung marah. Diam. Aku dicuekin. Kamu memang nggak adil!"

Tara menatap Raka seketika. "Nggak adil gimana? Kamu memang mesum, sedangkan Satria nggak! Wajar lah aku kesal sama kamu!"

"Kamu cuma nggak tahu apa isi otak Satria. Dia itu nggak ada bedanya sama aku!" Protes Raka kesal. Bayangan binar mata Satria yang begitu cerah saat Tara bergelayut dilengan lelaki itu masih terekam jelas di kepala Raka. Karena tak bisa mendorong Satria menjauh, makanya ia menarik Tara pergi dari sana.

"Dasar nggak jelas!" Gumam Tara lirih. Namun masih bisa didengar oleh Raka.

"Iya, padahal aku udah jelasin sama kamu. Tapi kamu nggak mau ngerti." Balas Raka. Membuat Tara kembali menoleh ke arahnya.

"Apa'an sih?"

"Apanya yang apa?"

"Kamu!"

"Aku kenapa? Baik-baik aja kok. Oh ya, ini rumah Dana nomor berapa ya?" Raka memang tahu rumah Dana didaerah ini, tapi nomor rumahnya masih belum paham. Raka belum pernah mengunjungi rumah Dana sebelumnya.

"Nomor 12 B. Kanan jalan, cat Hijau." Jelas Tara.

Raka mengangguk paham. "Anaknya Dana umur berapa sih, Ra?"

"Dua tahun."

"Masih lucu-lucunya dong ya?"

"Hm.. Udah bisa jalan, jadi Ayu sama Dana harus bener-bener hati-hati. Rafa suka kemana-mana kalau yang jagain lengah."  Senyum di wajah Tara terbit begitu saja membayangkan keponakannya yang gembul.

Dana sangat periang, persis seperti ayah dan ibunya. Tara jadi membayangkan, jika nanti memiliki anak, ia ingin anaknya periang dan pintar seperti Rafa.

Tidak lebih dari 5 menit, mereka tiba di halaman rumah Dana. "Kayaknya udah mau dimulai acaranya, udah rame gitu." Gumam Tara. "Kamu nggak mau masuk dulu?"

"Aku langsung aja, Ra." Raka tidak mengenal orang-orang yang ada didalam. Tak elok rasanya jika ia main nimbrung saja tanpa diundang.

"Oke." Tara mengambil kado yang diletakkan Raka dibangku belakang, dan hendak langsung keluar dari mobil namun Raka menahan lengannya.

SALAH RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang