(END)

171 12 3
                                    


***

Minggu pagi ini begitu cerah, seperti hari-hari sebelumnya. Seharusnya anak-anaknya tengah berlomba-lomba bangun siang, namun hari ini Tara membuat pengecualian. Pun dengan suaminya, Tara benar-benar menyeret mereka semua untuk mandi pagi, sarapan pagi, dan berpakaian rapi.

"Mau kemana sih, Ma? Piknik lagi?" Tanya Kaisar jengah. Pasalnya, ia memiliki jadwal berenang pukul 10 dengan teman-temannya. Tapi tentu saja itu menjadi batal akibat ulah ibunya.

"Sudah, pokoknya kalian ikut aja! Nurut! Mama kangen sama sahabat Mama, dia pasti bahagia sekali kalau Mama ajak kalian semua berkunjung." Jelas Tara tanpa menatap Kai. Ia tengah sibuk memakaikan sepatu Ken, sedikit memaksa karena bocah yang kini berusia 3 tahun itu tidak bisa diam.

"Nah, sip! Sudah tampan dan cantik anak-anak Mama! Ayo, sekarang kita berangkat! Papa udah tunggu dimobil." Tara melangkah riang menggandeng keanu dan Aurel. Sementara Kaisar terpaksa mengekor dibelakangnya dengan wajah sebal.

"Kaisar didepan sayang, sama Papa. Mama biar di belakang sama Ken dan-,"

"Nggak! Kamu didepan aja, anak-anak biar dibelakang." Potong Raka sebelum Tara menyelesaikan ucapannya.

"Iya Ma, Mama didepan aja. Dari pada nanti Papa malah cemberut terus." Sindir Kai.

Tara malu bukan main. Ia merengut pada suaminya, menyampaikan protes tanpa suara. Anak-anak mereka lama-lama menyadari, betapa Papanya itu sangat posesif dengan Tara. Bahkan dengan anak-anaknya sendiri, terkadang Raka tidak mau mengalah. Sudah sering Kaisar, Aurel dan Keanu diungsikan ke rumah besar Andra saat Raka sedang bad mood.

Kaisar benar-benar duduk dikursi belakang, di ikuti Aurel yang dengan senang hati duduk di samping kakaknya.

"Abang, Au di tengah! Ken biar di pinggir aja!" Au nggak mau di pinggir!"

Tara menipiskan bibirnya mendengar permintaan Aurel. "Adik Ken biar di depan sama mama Kak." Jawab Tara.

Aurel menatapnya dengan senyum lebar. "Oke, Ma."

Begitu semua sudah siap, Raka melajukan mobilnya dengan kecepatan rendah. Jalanan cukup lenggang, mungkin karena pagi ini adalah hari libur.

"Tempat Pemakanan Umum. Loh? Kita mau ke tempat Bunda, Ma?" Meski tak begitu jelas, Kaisar masih mengingat sosok yang ia sebut Bunda. Sosok lembut penyayang yang dulu tinggal bersama dirinya dan Papa, juga sosok yang melahirkan bocah perempuan yang kini juga tengah menatapnya penuh tanya.

"Bunda? Siapa bang?" Aurel tentu saja tidak tahu. Ia hanya mengetahui bahwa Tara adalah Mama dan Raka adalah Papanya. Dia sama sekali tidak mengenal sosok yang di panggil bunda oleh abangnya. Sepanjang ia bisa mengingat, ini adalah pertama kali Papa dan Mamanya mengajaknya datang kemari.

"Pokoknya Bunda."

Raka menghentikan kemudi di tempat penjualan bunga. "Sebentar ya,!" Ujarnya sebelum turun.

"Papa beli bunga?" Tanya Aurel lagi.

"Iya, untuk Bunda." Jawab Kaisar.

Tara masih melihat Raka tersenyum ceria pagi itu. Sedikit berbincang dengan penjual bunga, lalu kembali dalam mobil dengan senyum hangatnya.

Setibanya di area parkir, mereka semua turun dari mobil dan melangkah bergandengan memasuki area makam Nisa.

Raka menggendong Ken dengan sebelah tangannya menggandeng Tara. Sementara di belakang mereka, Aurel menggandeng tangan Abangnya, ingin seperti Tara yang di gandeng Raka. Mereka sesekali bercanda dalam perjalanan, sebelum langkah kaki Raka terhenti. Tara, Kaisar dan Aurel pun ikut berhenti.

SALAH RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang