Heartbreak

108 18 2
                                        

***

"Kita dihotel?"

Pertanyaan itu dibalas Raka dengan kekehan geli. Ingin sekali menjitak kepala mungil wanita itu. "Semalam kamu setuju waktu saya ajak chek in kan?" Sindirnya dengan nada meledek.

"Tapi kamu nggak bilang kita pesan satu kamar tuh?" Balas Tara tak mau kalah.

"Ngapain pakai dua kamar? Kita cuma bertiga, sama Kaisar pula. Satu kamar lebih hemat."

"Hemat kamu bilang?" Ulang Tara tak percaya. "Aneh sekali bos besar bilang hemat!" Cibirnya sembari bangkit dari kasur. Menggulung rambut panjangnya lalu melangkah santai menuju kamar mandi.

"Aku ada meeting jam 9 nanti." Pekik Raka. Ia berlari lebih dulu memasuki kamar mandi sebelum Tara mendahuluinya. Sengaja, membuat wanita itu sebal.

***

Ira mengernyit bingung ketika sudah hampir pukul 8 pagi tetapi Raka dan Kaisar belum menunjukkan batang hidungnya. Suaminya juga tidak ikut menginap, sehingga pagi ini terasa lebih hening dari biasanya.

"Dimana Raka?" Tanya Ira pada Nisa, yang sedang menyiapkan nasi goreng untuknya.

"Ke Jakarta Ma, Nisa minta anterin Tara sama Kaisar semalam. Soalnya sudah malam dan.."

"Kamu membiarkan mereka berdua?"

"Maksud Mama?"

"Suami kamu, dan Tara. Kamu sengaja memberi jalan mereka untuk main dibelakang kamu?!"

Nisa menghela nafas panjang. Sudah menduga, mertuanya itu pasti akan salah paham. Walaupun Raka bilang sudah memberitahu Papa dan Mamanya siapa ibu kandung Kaisar, tetap saja mereka pasti belum mengerti. Pikir Nisa.

"Ma, jangan bicara seperti itu. Tara sahabat Nisa Ma, Mas Raka juga suami Nisa. Nisa tahu gimana Mas Raka kok."

"Raka baik? Raka setia? Raka dingin dengan wanita lain selain kamu? Ya! Itu benar, bahkan anakku tidak pernah memberikan sedikitpun celah untuk wanita yang Mama tawarkan untuk membantu memberi kalian anak. Benar! Itu memang benar, tapi apa kamu tahu? Siapa Tara sebenarnya?"

Nisa mengatupkan bibirnya. Aura mamanya telah berubah gelap. Apasih yang salah?

"Tara sahabat Nisa Ma."

"Dan teman kecil Raka!"

"Nisa tahu, ma." Jawab Nisa tenang.

"Kamu hanya tahu itu?" Ira menatap dalam mata Nisa. Ia serius dengan pertanyaannya, karena kalau Nisa tahu, mustahil semua ini bisa terjadi.

"N-nisa.." Tiba-tiba Nisa merasa gugup dan khawatir. Padahal selama ini ia tahu Tara tidak memiliki apapun lagi yang disembunyikan darinya. "Tara nggak menyembunyikan apapun dari Nisa, Ma."

"Memang.. Karena bukan Tara.."

Nisa menghentikan kegiatan menyiapkan makanannya. "Maksud Mama apa?"

"Ya, karena bukan Tara Nis. Tapi Raka! Apa kamu tahu? Suami kamu itu memiliki obsesi aneh pada perempuan itu?"

"Obsesi?"

Ira dan Nisa saling bertatapan penuh arti. Ira bingung dan khawatir dengan keadaan menantunya, tapi ia merasa ini harus diluruskan. "Ikut Mama!"

"Se-sekarang Ma?"

"Sekarang!"

***

Nisa mengernyit heran begitu Mamanya membawanya pulang kerumah wanita itu.

"Bu Ira? Mbak Nisa? Silahkan masuk.." Sambut Tini, wanita paruh baya yang bekerja sebagai pelayan dirumah Ira.

Ira hanya membalas dengan senyum tipis sapaan Tini. "Buatkan minum untuk Nisa, antar ke kamar lama Raka!"

SALAH RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang