10. Kamulah yang pertama [Revisi]

267 22 0
                                    

10. KAMULAH YANG PERTAMA

Pagi ini, matahari seolah enggan menampakkan dirinya. Rintik hujan  mengguyur Kota Jakarta tipis-tipis. Membuat dua insan yang sedang bergelung dalam selimut semakin enggan bangkit, andai saja dering ponsel milik Raka mau berhenti barang sejenak, keduanya mungkin akan terus memilih lanjut dalam lelap.

"Angkat dulu, Ka! Siapa tahu penting..!" Pinta Tara. Telinganya malas sekali terus-terusan mendengar dering bising itu. Tara benar-benar butuh istirahat dengan tenang setelah melewati malam panjang nan melelahkan.

Dengan terpaksa, Raka menuruti. Tangannya menjawab panggilan meski dengan mata terpejam. "Hallo..?" Sapanya dengan suara serak, khas bangun tidur.

"Mas? Belum bangun? Sudah jam 8 kan? Enggak ke kantor?"

"Nisa?" Raka melihat kembali layar ponselnya, ia menekan menu speaker dan meletakkan kembali ponselnya di nakas.

Terdengar kekehan geli dari Wanita diseberang sana. "Tuh kan, pasti belum buka mata pas jawab telepon tadi?"

Tara hampir memekik kaget karena tiba-tiba  Raka menariknya dalam pelukan. Mendekapnya erat dari belakang. "Disini masih hujan, aku nggak ke kantor."

"Kenapa? Ambil cuti?" Tanya Nisa penasaran. Pasalnya ini masih hari kerja, dan suaminya itu lelaki gila kerja. Merencakan liburan dihari kerja saja tidak mau, apalagi bolos, sia-sia katanya.

"Enggak, meeting hari ini di tunda semua.  Klien lagi ada beberapa hambatan juga." Tentu saja Raka yang menundanya. Ia bahkan sudah mempersiapkan segalanya sejak kemarin.

Tara berusaha memberontak dari dekapan Raka. Merasa tidak nyaman bersentuhan langsung dengan ketelanjangan Raka, sesekali lelaki mesum itu dengan kurang ajar malah meremas kuat kedua dadanya hingga Tara mendesis tertahan, sakit sekali rasanya.

"Ooh, begitu. Ya sudah, kamu bangunlah dan sarapan. Ini sudah jam 8 Mas, kamu kan biasanya sarapan pagi"

"Iya.."

"Bye mas, i love you."

"Bye sayang, love you too".

Tut.

"Aku ingin muntah." Cetus Tara begitu panggilan selesai.

"Hah? Kenapa? Kamu sakit?" Tanya Raka bingung. Ia sedikit bangkit, melihat wajah cantik Tara yang sialnya terlihat begitu seksi setelah bangun tidur.

"Lepasin! Aku laper!"

Raka bertambah bingung. "Tadi katanya mual? Kok sekarang laper?"

"Aku mual sampai laper! Minggir!" Jawab Tara sewot. Kantuknya hilang gara-gara ulah Raka. Bahkan Tara sangsi jika nekat terus melanjutkan tidurnya, ronde-ronde lanjutan tadi malam malah akan terjadi. Tara tidak sanggup, badannya terasa remuk luar dalam.

Setelah dibebaskan oleh Raka, Tara langsung menurunkan kedua kakinya di lantai. Baru saja ia hendak bangkit dengan percaya diri, gelombang nyeri yang sangat amat menyerbu pangkal pahanya.

Brukk..

Bahkan untuk berdiri saja rasanya sakit sekali. Padahal ia ingin buang hajat ke kamar mandi, bagaimana ini?

Tara meringis sakit dan menatap kesal ke arah kasur, sialnya mata indah miliknya malah melihat bercak darah di seprai putihnya.

Darah perawannya?

"Ra? Kenapa?"  Raka panik. Bingung akan apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukannya. Baru kali ini ia menghadapi gadis perawan, karena dalam mimpi basahnya pertama kali pun Tara bukan perawan.

SALAH RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang