Bertemu kembali

115 16 1
                                    

***

Suasana dirumah Raka dan Nisa pagi ini lebih ramai dari biasanya. Keluarga Raka dan beberapa team Event Organizer telah berdatangan untuk menyiapkan Pesta Ulang tahun Kaisar yang akan dimulai siang nanti.

Cucu laki-laki pertama keluarga Dinata, benar-benar mendapatkan banyak perhatian.

"Kamu gimana sih Nis? Masa tetap santai begitu suaminya nggak pulang semalaman, hari ini kan persiapan ulang tahun anaknya. Kamu udah telfon berapa kali? Masih belum diangkat juga?" Tanya Ira kepada menantunya.

"Belum, Ma. Tapi beberapa hari ini Mas Raka memang beberapa hari ini sering tidur dikantor Ma, banyak kerjaan. Kemarin juga  sudah izin kok Ma, sama Nisa. Dia mau menyelesaikan dulu semua kerjaannya, biar bisa bebas pas acaranya Kaisar." Jelas Nisa tenang.

"Pekerjaannya sebanyak apasih sampai tidur dikantor segala? Kan bisa ditunda dulu! Lagi pula ya Nis, sebagai perempuan, kamu itu harus jangan terlalu percaya banget sama laki-laki. Kamu harus tetap hati-hati, walaupun Raka nggak pernah aneh-aneh, perempuan diluar sana banyak yang membahayakan!"

Nisa menggeleng sembari tersenyum kecil. "Iya, Ma. Tapi Nisa percaya kok, sama Mas Raka. Anak mama kan selalu jujur dan setia."

Mendengar itu, Ira mencubit gemas pipi Nisa. "Kamu iniii, bisa ajaa!"

"Iya dong, kan mamanya hebat! Mama Ira gitu loh.." Kelakar Nisa disertai senyum manisnya. "Sebentar Ma, Tara telfon.."

Ira mengangguk. Membiarkan menantunya sedikit menjauh untuk mengangkat telfon.

"Hallo? Ya, Ra?"

"Hai.. Gimana persiapan acaranya, Ra? Oke semua?"

"Iyaa, lancar kok. Ini baru aja dimulai persiapannya."

"Ra, aku sedih banget harus bilang ini but, aku sama Kala nggak bisa datang. Tama ternyata lagi ada acara juga dirumah Bunda."

"Hah? Beneran? Acara apa?"

"Aku kurang paham Ra, tapi kayaknya penting. Jadi, sorry yaaa.. Maaf banget ya.. Tama benar-benar luar biasa nggak bisa ditebak soalnya."

"Yaudah nggak Masalah, Ra. Nanti aku sampein ke Raka."

"Thanks, baby.. Nanti malam aku kesana kalau acaranya udah selesai."

"Iya, Ra."

"Yaudah, itu aja baby. Aku tutup ya, bye.."

"Iya, bye sayang."

"Kenapa Nis?" Ira mendatangi menantunya yang tiba-tiba beraut murung.

"Tara, Ma. Kan waktu itu ngajakin bikin acara ulang tahunnya barengan, sama Kala. Ini udah Nisa siapin, ternyata Tama lagi ada acara juga di Jakarta. Jadi kayaknya nggak mungkin bisa datang." Jelas Nisa lesu. Selain perayaan ulang tahun Kai, Nisa juga berniat mengadakan syukuran atas kehamilannya yang menginjak tujuh bulan. Sayang sekali sahabat yang paling ia harapkan malah tidak bisa hadir.

"Loh? Mama udah disini aja?" Suara bariton Raka membuat keduanya menoleh. Raka menghampiri keduanya, mencium tangan ibunya lalu berganti dengan kening Nisa.

"Kantor udah nggak darurat bang?" Sindir Ira pada putra semata wayangnya. Ia masih kesal mengingat apa yang Nisa katakan, bahwa beberapa hari ini putranya lebih sering menghabiskan waktu dikantor.

"Alhamdulilah kantor aman kok, Ma." Jawab Raka santai. Tidak ambil pusing dengan sindirian mamanya.

"Kamu tuh gimana sih? Istri lagi hamil kok ditinggal-tinggal, harusnya-,"

"Ma, bisa kita ke ruangan Raka sebentar? Ada yang ingin Raka bicarakan dengan Mama dan Papa." Potong Raka sebelum ibunya melanjutkan segala omelannya.

"Ya sudah, ayo.." Ira setuju. Perasaannya tiba-tiba tidak nyaman, melihat raut dingin Raka, ia yakin ada yang tidak beres sekarang.

"Sayang, kita tinggal dulu ya.." Pamit Raka pada istrinya.

Nisa mengangguk paham. "Iya mas, aku mau lanjut bantu yang lain dulu yaa."

"Iya sayang.."

***

Tara meraba sebuah gaun putih tanpa lengan yang sedang dipajang disebuah butik cukup mewah. Mencoba merasakan lembutnya bahan dan bagaimana tekstur gaun tersebut. Biasanya, ia akan mendesain sendiri bajunya. Tapi akibat kesibukan dan masalah yang sedang ia hadapi, moodnya hilang sudah. Ia tidak bisa memikirkan sebuah rancangan untuk dirinya sendiri.

"Lumayan.. " Gumamnya pelan, lalu mengambil gaun tersebut menuju ruang ganti.

Sebelum memasuki ruang ganti, sekali lagi Tara menempelkan gaun itu di tubuhnya lalu melirik kaca. "Cocok kok.." Tukasnya. Ia kembali melanjutkan langkah ke ruang ganti.

Brukk..

"Oh my god, are you,- Oh? Wow? You?" Sapaan mengejek itu keluar dari bibir wanita itu sudah Tara hafal mati. Bertahun-tahun lalu, suara melengking dan nada pongahnya hampir mengisi seluruh hari Tara.

Saat yang tadinya Tara tidak pernah bermasalah dengan semua itu, hingga semuanya berubah. Bersamaan dengan hubungan mereka yang juga berubah.

"Hmm, i'm."

"Ohh, i can't believe! You're?" Wanita menunjuk Tara dengan telunjuk runcingnya tanpa segan. "Tarasya.. Athena?"

Tara hanya menghela nafas jengah tanpa berniat membalas. Ia hendak pergi namun Lava kembali menahannya dengan pertanyaan konyol.

"Lo nggak asik banget, masih dendam kan  sama gue?!"

"Gue nggak ada urusan sama lo, bocah!" Balas Tara malas. Tara baru akan melangkah lagi ketika Lava menahan lengannya.

"Lo nggak berniat minta maaf gitu, sama gue?"

***

"Apa maksdunya ini? Perjanjian awal kita kan nggak begini, Raka! Kaisar harus tetap jadi pewaris Dinata! Dia yang cocok, kita butuh cucu laki-laki! Kalau perempuan, anak Lava juga perempuan!" Seru Andra tak terima. Ia baru saja bersenang diri dan membanggakan cucunya kemana-mana, lalu sekarang ia harus kehilangan cucunya?

"Tapi ini juga perjanjian Raka dengan Mama Kai, Ma. Pa. Dia akan ambil Kai kalau Nisa sudah hamil." Jelas Raka tak mau kalah. "Ayolah Pa, mudahkan aja prosesnya. Kita kembalikan Kai ke Mamanya, urusan pewaris kita atur belakangan. Nisa juga bisa hamil lagi nanti.."

"Apa kamu bilang?" Kali ini Ira yang bersuara. "Isteri kamu itu, kandungannya lemah. Bisa menjaga yang satu ini sampai lahir saja sudah untung, kamu lupa? Berapa kali dia keguguran hah?"

"Ma!"

"Raka, kamu laki-laki! Kamu harusnya bisa mengambil hak asuk anakmu, kamu bisa nenbayar mamanya, berapapun yang dia mau? Asal jangan ambil Kaisar." Tutur Andra lagi.

Raka menghela nafas sejenak. "Setuju nggak setuju, aku akan kembalikan Kaisar. Nisa juga harus fokus dengan kelahiran anak kita nantii." Putus Raka final.

"Baik! Kita akan kembalikan Kai, tidak masalaah. Tapi kita harus tau siapa mamanya. Kita harus tau, supaya kita paham, bang?!" Bujuk Ira. Cara terbaik menghadapi putranya adalah dengan kelembutan.

Andra membuang pandangan dari anak dan isterinya. Ia sudah terlanjur kesal.

"Mama yakin?"

"Tentu sayang.. beritahu kami, agar kami mengerti sayang. Kenapa kamu tidak bisa mempertahankan Kaisar."

"Siapa sayang? Siapa mamanya?"

Andra kembali menatap Putranya. Ia juga penasaran. Perempuan seperti apa yang mau Raka sentuh selain Nisa.

"Tarasha Athena."

***

SALAH RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang