Sambil menonton tv, Dinda mengupas beberapa apel dan jeruk untuk diletakkan disebuah piring. Disampingnya, Tara asik menonton tv sembari menyantap potongan apel yang sudah dikupas oleh Dinda.Tara sangat pemalas, dan mau enaknya saja. Beruntung Dinda sangat sabar dan menyayangi wanita itu.
"Mbak Tara, apa Mas Tama akan datang lagi hari ini?" Cicit Dinda hati-hati.
Sebenarnya Dinda tidak terganggu dengan kedatangan Tama yang beberapa minggu ini rutin mengunjungi mereka. Sejak pertama kali laki-laki itu datang dan Tara meminta bantuan, hampir tiap hari Tama menelfon Tara. Dua hari sekali datang, dan terkadang mengirimkan makanan untuk mereka.
Dinda tentu senang, ada satu orang lagi memperhatikan Mbak Taranya. Hanya saja, kemarin ia mendapat pesan mengerikan berisi ancaman. Dinda belum yakin siapa pengirimnya. Ia juga masih menyembunyikannya dari Tara. Tetapi, entah mengapa ia merasa orang itu tidak menyukai kehadiran Tama diantara mereka. Atau mungkin,-
"Tama bilang hari ini dia akan pulang ke indonesia. Ada beberapa hal yang harus diurus." Jawab Tara setelah menelan makanannya.
"Ohh, Dinda kira Mas Tama akan menetap disini lebih lama."
"Akan. Makanya dia harus mengurus beberapa hal dulu di Indo."
"Mbak Tara balikan sama Mas Tama?!" Pekik Dinda keras, hingga membuat Tara juga berjengkit kaget.
"Kamu kenapa tanya gitu sih, Din?!" Balas Tara ketus. Ia mengusap perutnya yang ikut bereaksi saat mendengar pekikan Dinda. "Aku sama Tama cuma teman, lagi pula kan dia mau bantu kita."
"He he, maaf Mbak.. Dinda cuma takut aja kalau mbak Tara sama Mas Tama selingkuh dibelakang Mas Raka."
"Selingkuh?" Ulang Tara tak percaya. Jadi Dinda menganggap kedekatannya dengan Tama selama ini sebagai bibit perselingkuhan?
Dinda mengangguk polos. "Mbak Tara kan punya Mas Raka." Ucapnya enteng.
"Kamu kira, jauh disana Raka termenung sendirian dan setia menunggu kedatangan saya tanpa menyentuh wanita lain?" Tara tidak tahu, mengapa ia merasa sangat tersinggung sekarang. Kalaupun itu benar, memangnya kenapa? Toh ia dan Raka akan bercerai kan sebentar lagi?
Hubungannya dengan Raka itu hanya sementara, tidak memiliki masa depan sama sekali. Itulah kenapa Tara mempersiapkan semuanya sejak awal.
"Mbak Tara jangan nangis, Dinda kan cuma ingetin.. Dinda cuma takut nanti Mas Raka marah kalau tahu Mbak Tara selingkuh sama Mas Tama."
Tara menggeram. "Dinda! Aku nggak selingkuh sama Tama!"
Ting tong...
Suara bel menyadarkan keduanya dari bersitegang tidak penting itu. Segera Dinda berpamitan dan beranjak untuk membuka pintu.
Ceklekk..
Kedua bola mata Dinda berkedip polos. Kenapa orang yang barusan mereka bicarakan muncul tiba-tiba begini? "Ini Mas Raka atau hantu?"
Lelaki dihadapan Dinda mengernyit bingung. "Kamu kenapa tanya begitu? Saya manusia lah!"
"Bisa bersuara, berarti beneran Mas Raka. Eh, Mas Raka tau dari mana rumah ini? Mbak Tara kan lagi ngumpet?"
Raka menghela nafas panjang. "Kalau saya sudah ada disini, berarti kalian sudah ketahuan. Bisa tolong minggir? Saya mau bertemu isteri dan anak saya."
Dinda menyingkir dengan bibir mengerucut. 'Anaknya kan belum lahir, anak yang mana coba yang mau ditemui?' Batin Dinda bingung.
Derap langkah tegap Raka sampai pada pendengaran Tara. Meski Parfum lelaki itu tidak tajam pun, Tara bisa merasakan aromanya kini memenuhi indera penciuman. Tara menyesal, kenapa ia sampai bisa merasakan kehadiran Tama walau tanpa melihat sih?
"Hai, Mommy?"
***
Tara menghela nafas jengah mendengar pertanyaan-pertanyaan mamanya sejak tadi. Entah mendapatkan info dari mana, mamanya bisa tahu kalau Tama pulang dari Paris dan sempat menemuinya disini.
"Pokoknya, ingat terus kata mama Ra. Kalau niat Tama memang baik, terima saja. Siapa tahu kalian memang jodoh, makanya mau sejauh apapun kamu pergi tetap akan kembali dengan Tama lagi."
"Maa..."
"Belum ada yang gantikan Tama kan, Ra? Jujur saja, Mama sangat berharap kalian kembali lagi."
Tuh kan? Tara heran sebenarnya, Mamanya malah seolah terobsesi untuk menjadikan Tama menantunya. Tidakkah mamanya memikirkan perasaan Tara? Yang jelas-jelas sudah pernah disakiti oleh Tama?
"Ra? Kamu belum punya pacar lagi kan? Atau jangan bilang-,"
"Tara nggak ada pacar. Udah dulu ya, Ma." Buru-buru Tara mematikan sambungan teleponnya.
Tara pusing. Mamanya terlalu banyak berharap, sementara untuk menaklukan Tama bukan hal yang memungkinkan lagi. Ia sudah memiliki suami, dan sebentar lagi melahirkan. Meskipun setelah ini ia dan Raka akan bercerai, tapi sepertinya mustahil untuk menggapai Tama lagi dengan keadaannya yang sekarang. Apapun yang terjadi, Tara harus fokus dengan rencananya kedepan.
Diliriknya sosok jangkung yang kini terbaring tenang di tempat tidur miliknya. Yang dengan tanpa dosa menguasi hampir seisi kasur.
"Bangun! Pulang sana, ngapain sih masih disini?" Ketus Tara sebal. Namun si empu tetap acuh, berganti posisi lalu kembali lelap dalam tidurnya.
"RAKA! Kalau mau nginep, tidurnya jangan serampangan dong! Aku nggak kebagian!" Rengeknya frustasi. Ia lelah dan mengantuk. Tapi posisi tidur Raka membuatnya sulit memilih mendapat pembaringan yang nyaman.
"Raka!"
Tara mengguncang lengan Raka beberapa kali. Tapi Raka tetap diam, bahkan membuka mata pun tidak.
Tara menyerah. Ia melangkah keluar kamar dan menghampiri Dinda yang asik menonton drama korea di kamar gadis itu.
"Din, mbak tidur disini ya?"
Dinda mendongak menatap Tara yang berdiri dipintu kamarnya. "Loh? Kenapa mbak?"
"Raka tidurnya serampangan, aku takut nggak nyenyak, takut juga kalau tiba-tiba..." Tara menghentikan ucapannya. Berharap Dinda paham tanpa ia harus menyebutkan secara rinci. Tapi harapan hanya tinggal harapan, Dinda tidak mengerti.
"Tiba-tiba?"
"Udahlah, pokoknya mbak mau tidur sini! Kamu lanjutin aja kalau mau nonton drakor!"
Tara mengatur posisinya disebelah Dinda. Ia meletakkkan ponselnya diatas nakas sebelum benar-benar lelap dalam mimpi.
Hanya sekitar 10 menit kemudian, Dinda bisa mendengar dengkuran halus milik Tara. Hati-hati, ia mengulurkan tangan mengambil ponsel wanita itu.
Diletakkannya jari Tara pada pendetek sidik jari. 'Terbuka, yez!' Batinnya semangat.
Dengan cepat, ia mencari nomor orang yang mengancamnya kemarin. Siapa tahu, Tara mengenalnya.
Dengan hati-hati dan teliti, Dinda mengetikkan nomor penerornya di keypad telepon milik Tara. Tapi belum sampai lengkap nomor itu ia ketik, sebuah nama telah muncul di sana. Dengan jelas tertulis nama pemilik nomor peneror itu.
"Husband? Maksudnya? Ini, Mas Raka?". Gumam Dinda, shock.
"Ya, itu saya." Sahut suara lain setelah pintu kamarnya di buka.
Habislah kau Dinda!
****
KAMU SEDANG MEMBACA
SALAH RASA
RomanceRasa cinta bisa membuat dunia kita lebih berwarna. Tapi kalau jatuhnya pada orang yang salah, apakah cinta akan tetap indah? #27 Oktober 2021