12. PASANGAN MEREPOTKAN.
***
"Aku duluan ya.." Pamit Tara begitu mobil Tama tiba di lobby Apartementnya.
"Terimakasih atas waktunya hari ini."
"Nggak masalah, yang terpenting semua sudah beres sekarang. Aku pergi.." Tara membuka pintu mobil lalu beranjak keluar tanpa mendengar balasan Tama. Baru saja ia berbalik, matanya malah menemukan sosok Nisa duduk meringkuk diteras lobby dengan tatapan sayu.
"Nisa? Astaga, sejak kapan disini?" Wanita itu terlihat begitu rapuh. Siapapun bisa melihat kesedihan sedang membayangi hidupnya, membuat Tara ikut merasa sesak saja.
"Ayo kita masuk!"
Dengan perlahan, Tara merangkul tubuh kurus Nisa. Yang malah membuatnya ingin menangis, dulu saat masih SMA, Nisa memang kurus, tapi tidak separah ini.
Begitu tiba di unit Tara, tangis Nisa meledak hebat. Wanita itu memeluk erat Tara begitu pintu telah tertutup.
"Shh.. Nangis aja, ada aku disini." Bisik Tara menenangkan.
Nisa menangis tersedu cukup lama. Seolah berniat melampiaskan segalanya. Begitu dirinya mulai tenang, Tara menuntunnya menuju sofa. Lalu meninggalkannya untuk ke dapur.
"Ini.. minum dulu teh nya, biar tenang." Nisa menerima segelas teh dalam cangkir yang asapnya masih mengepul. Dirinya merasa lebih hangat begitu menyeruput teh manis sederhana buatan sahabatnya.
"Terimakasih ya, Ra." Ucap Nisa tulus, matanya mulai berbinar meski jejak lembab masih ada disana.
Tara tersenyum lembut. "Sudah lebih tenang?" Tanya nya memastikan.
Nisa mengangguk dengan senyum kecil, dan makin melebar ketika Tara menarik kepalanya dan mencium gemas pipinya.
"Kamu mau cium aku kalo aku lagi nangis aja, nggak adil!" Candanya dengan wajah memberengut.
"Males banget cium-cium perempuan, aku kan bukan kamu yang suka cium aku sembarangan!"
"Namanya juga sayang!" Bantah Nisa serius, lalu disusul tawa geli oleh keduanya.
Keadaan mulai lebih hangat. Tara merasa ini sudah waktu yang tepat untuk berbicara serius. "Jadi, ada apa? Kenapa kesayanganku ini sedih lagi?" Tanya Tara dengan nada merayu.
Nisa terlihat menghela nafas berat. Wanita itu menyandarkan tubuhnya ke sofa, matanya menatap langit-langit yang ternyata sebagai caranya menghalau genangan di matanya agar tak jatuh lagi.
"Berantem sama Raka.." Ungkap Nisa lemah.
Tara meringis malas. "Kalian kan berantem tiap hari, kenapa sekarang sampai sedih begini?"
"Aku ketemu Charles, di Bali."
"Charles?!" Ulang Tara tak percaya.
Nisa mengangguk. Sedikit terhibur melihat mata Tara melotot kaget. Jangankan Tara, dirinya pun sangat shock. Hampir mengira Charles hanyalah hayalannya saja.
Tapi tidak mungkin khayalan bisa sampai menyentuhnya dengan nyata.
Setelah beberapa saat mengumpulkan kesadaran, sekarang Tara kembali memicing ke Nisa. "Terus, masalahnya dimana? Kalian cuma enggak sengaja ketemu kan?"
"Ya, aku belum gila untuk cari masalah berat." Balas Nisa lemah. Ia bohong. Dan memang harus bohong agar semua tetap aman terkendali.
"So? Masalahnya dimana? Raka tahu?" Tatapan Tara kembali memicing.
"Raka tanya, aku apa saja yang aku lakukan disana. I told him, i met Charles."
"Stupid!"

KAMU SEDANG MEMBACA
SALAH RASA
عاطفيةRasa cinta bisa membuat dunia kita lebih berwarna. Tapi kalau jatuhnya pada orang yang salah, apakah cinta akan tetap indah? #27 Oktober 2021