***
Raka tidak tahu sudah berapa lama ia tertidur. Saat pertama kali ia membuka mata, hanya papanya yang ada disisinya. Duduk termenung seolah tengah memikirkan banyak hal.
"Pa.." Panggil Raka lirih. Tenggorokannya terasa begitu kering, tak nyaman.
Andra yang mendengar panggilan putranya pun segera bangkit dengan keterkejutannya. Ia mendekat agar bisa mendengar lebih jelas apa yang dibicarakan Raka. Lalu tak lupa memanggil dokter untuk memeriksa keadaan putranya.
Raka sudah membaik. Bahkan dalam beberapa hari ke depan, Raka bisa kembali pulih setelah beberapa hari istirahat. Andra begitu bersyukur mendengar kabar dari dokter, namun ia juga tak langsung memberi kabar istri dan anaknya. Mereka sedang istirahat dirumah, biarlah menjadi kejutan bila esok hari mereka datang.
Namun kejutan yang dipersiapkan Andra rupanya lebih dulu mengenai Tara. Perempuan itu datang tepat pukul 11 malam. Entah apa yang di pikirkannya, hingga bisa tiba begitu larut malam. Andra juga ingin memintanya pulang, namun melihat mata sendu dan raut pucatnya, Andra tidak sampai hati. Bagaimanapun Tara adalah ibu dari cucunya.
Dan sekarang, kejutan Andra berhasil mengejutkan Tara. Wanita itu bahkan mematung kaku saat Raka membalas ucapannya dengan senyum lebar. Tara terus berfikir.. Apakah ini mimpi? Ataukah dia sudah gila? Atau Raka memang benar-benar sudah sadar?
"Sayang, kamu baik-baik saja kan? Anak-anak juga sehat kan?"
Tara menelan salivanya susah payah. "A-aku baik. K-kamu.. sudah bangun? Ini beneran?"
"Iya benar, kamu kenapa sih?" Raka ikut bingung akan respon Tara.
"Rakaaaa!!"
Tara dekap seeratnya tubuh yang beberapa hari lalu terbaring diranjang rumah sakit. Dan balasan yang sama eratnya ia rasakan pula melingkupi tubuhnya. Ya tuhan, Tara lega sekali. Lelaki ini sudah kembali. Lelaki gilanya sudah bangun dan bisa mendekap tubuhnya lagi. Tara bahkan tidak bisa menahan isakannya sekarang, tak peduli baju Raka sudah basah akibat air matanya.
"Ssstt, saya disini. Jangan menangis." Bisik Raka lembut. Ia usap surai lembut wanita tercintanya.
"Jangan tinggalin aku, Raka!"
"Omongan apa itu? Mana pernah saya berniat meninggalkan kamu hmm. Jangan bicara sembarangan sayang."
Tara menarik dirinya untuk melihat raut wajah Raka. Lelaki itu juga tengah menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa Tara mengerti. Bahkan isakannya belum reda, ketika lelaki itu memajukan wajah dan menerjang bibirnya.
"Hhmppft.."
***
Tara menatap butiknya cukup lama dari luar. Setibanya di depan butik, ia tidak langsung turun. Sengaja, ia sedang mempertimbangkan banyak hal. Salah satu menghitung penghasilan rata-ratanya dari butik. Apakah ia bisa mencukupi biaya kehidupan Kaisar dan Kalla, lalu ditambah satu calon anaknya lagi. Kalau nanti Tama meninggalkannya, jelas kebutuhannya akan meningkat. Selama ini lelaki itu sangat banyak membantunya.
Ahh.. Sepertinya Tara harus benar-benar berhemat. Jika Raka belum bangun juga, kebutuhannya akan cukup banyak. Dan lagi, mamanya pasti sangat muak dengannya. Tara harus kembali menjadi mandiri sekarang.
Menggelengkan kepala mengusir sendu yang tiba-tiba menyerbu, akhirnya Tara memutuskan untuk keluar dari mobil. Melangkah lenggang memasuki toko yang terlihat cukup lenggang hari ini karena beberapa pesanan sudah selesai.
" Selamat pagi mbak..!"
Tara tersenyum kecil menyambut sapaan Dinda. "Pagi Din, sudah sarapan?"
"Sudah mbak. Mbak apa kabar?"
"Kita nggak bertemu cuma dua hari Din, dan ya. Kabar saya baik."
Tara melangkah masuk kedalam ruangannya di ikuti Dinda. "Mbak, saya turut berduka cita atas meninggalnya mbak NIsa."
"Kamu nggak salah alamat?" Tara menaikkan sebelah alisnya. "Harusnya kamu ucapkan itu pada Raka atau keluarganya."
Dinda meringis canggung. "Habisnya saya nggak berani bertemu mereka mbak, jadi saya ucapkan berduka cita nya lewat Mbak Tara aja."
"Kamu ini ada-ada aja sih Din."
"Beneran Mbak! Mas Raka sama keluarganya tuh serem, apa lagi adiknya! Uhh, mirip nenek sihir!" Tara tak bisa menahan tawanya mendengar celotehan Dinda yang mendekati benar. Selain Raka yang diam-diam namun kejam, keluarga nya juga tak kalah aneh menurutnya. Lava wajahnya saja yang cantik, tetapi sikapnya tak pernah ramah pada siapapun. Bahkan terkesan bersikap memusuhi kepada siapapun yang baru dikenalnya.
Lalu Andra, mungkin dia adalah awal semua sikap buruk anaknya berasal. Sebab dibalik sifatnya yang acuh, Andra sedikit psikopat. Dia bisa menghabisi musuh yang berani mengusiknya. Tara sempat sangsi saat mendengar berita itu dulu, bahkan ia juga enggan berdekatan dengan Raka. Namun lama kelamaan, rasa takutnya dikalahkan oleh logika. Tragedi Andra pernah hampir menghabisi nyawa karyawannya, pastilah karena orang itu bersalah dan kesalahannya fatal. Tidak mungkin Andra melakukannya tanpa alasan yang jelas.
Dan yang terakhir, Tante Ira. Manusia paling normal dan baik yang terjebak didalam keluarga Raka. Miris sekali nasibnya.
"Untung aja pacarnya itu baik, jadi saling melengkapi lah."
Tara mendengus malas mendengar itu. Andre baik katanya? Jelas! Buaya tidak akan memiliki mangsa kalau tidak memakai jubah domba. "Playboy selalu baik sama semua perempuan Din! Ati-ati deh!"
"Hah? Mas Andre playboy mbak? Masak sih?"
"Mereka memang serasi. Yang satu kaya macan yang satu buaya!"
"Hush.. Mbak Tara bisa aja!" Dinda tertawa kecil mendengar lelucon garing dari bosnya. "Oh ya mbak, Mas Raka belum sadar juga ya?"
Seketika senyum yang sempat terpatri dalam wajah Tara kembali lenyap. "Sudah.."
"Alhamdulilah mbak.. Gimana keadaannya? Sudah mulai membaikkan?"
"Sudah.."
Menyadari perubahan raut Tara, Dinda mengernyit heran. "Terus, kok mbak Tara masih sedih?"
"Saya nggak sedih."
"Tapi mbak Tara nggak semangat!"
Tara menggeram sebal merutuki kecrewetan Dinda. "Saya udah senang tadi malam, sudah lega! Tapi sekarang saya kepikiran gimana caranya menghadapi Mama saya! Tadi malam Tama keluar dari rumah, saya pusing!"
"Hah?!"
"Mama saya pasti ngamuk! Pasti dia bakal ngomel kok bisa punya anak nggak bener kayak kamu! Malu-maluin! Haishh, sialan si Raka!"
Tara terus saja meluapkan isi hatinya. Padahal Dinda tidak tahu sama sekali apa masalahnya. Gadis itu merasa shock sekaligus pusing, bingung! Ada apa sih dengan bos nya?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
SALAH RASA
RomanceRasa cinta bisa membuat dunia kita lebih berwarna. Tapi kalau jatuhnya pada orang yang salah, apakah cinta akan tetap indah? #27 Oktober 2021