***Nisa memekik senang, begitu membuka pintu sahabatnya telah berdiri didepan rumahnya. Di raihnya sosok Tara dalam pelukan. "Dasar ya, orang sibuk! Acara udah selesai baru dateng aja!" Sindirnya dengan bibir mengerucut.
"Mau gimana lagi, Tama bikin acaranya barengan. Nggak mungkin aku biarkan suamiku hadir tanpa isterinya?" Canda Tara, namun ditanggapi Nisa dengan serius.
"Wahhh? Kalian sudah sangat ada kemajuan yaa rupanya?" Tanya Nisa heboh.
"Udah ahh, apaan sih! Ayo masuk, mau minum apa?"
Nisa tergelak mendengar itu. "Tuan rumahnya aku kenapa kamu yang nawarin sih?"
"Salah siapa jadi tuan rumah nggak perhatian, aku kedinginan kalo lama-lama berdiri diluar.."
Keduanya masuk kedalam rumah sembari berpelukan dan obrolan mereka yang sedikit absurd itu tetap berlanjut.
"Udah makan belum sih? Aku ambilin di dapur dulu ya, soalnya udah diberesin sama Mama." Pamit Nisa, ia bahkan telah beranjak sebelu Tara menyetujui tawarannya.
Tara menghela nafas panjang. Kebiasaan Nisa sejak dulu belum berubah juga. Padahal niatnya datang tidak ingin berlama-lama, ia hanya ingin segera membawa pergi Kaisar dari rumah ini. Meski esok hari tetap ia kembalikan, Tara tetap sangat bersemangat. Ia sudah merindukan anak lelakinya itu.
"Saya kira kamu nggak akan datang.." Tara mendongak kanget mendengar suara yang cukup familiar ditelinganya. Seketika ia berdiri begitu sosok Ibu Raka melangkah lebih dekat ke arahnya.
"Tante Ira?"
"Mau bertemu anakmu?"
Tara merasakan tubuhnya membeku mendengar pertanyaan itu. Jadi, Ibu Tama sudah tahu? Sejak kapan?
"Dia sudah tidur, sepertinya kelelahan.."
Tara hendak membuka bibirnya, namun rentetan kata yang tersedia dalam otaknya seakan hilang entah tercecer kemana. Bahkan untuk sekedar mengatakan kata 'iya' pun, Tara tak mampu.
Tiba-tiba rasa malu dan khawatir menyerbu Tara. Entah mengapa rasanya sangat tidak nyaman melihat tatapan Ibu Raka yang biasanya begitu hangat kini berubah dingin.
"Saya masuk dulu kalau begitu.." Pamit Ira, kembali menuju kamar tamu.
Tara terduduk lemas disofa. Nafasnya terasa lebih pendek dari biasanya.
"Ra, ini aku ambilin rendang daging kesukaan kamu. Sengaja aku sisihkan, aku tau kamu pasti bakal cariin ini kalau dateng.!"
Tara menatap nanar makanan yang dibawa Nisa. Ia tidak lapar, dan sekarang ia juga sangat kehilangan selera makannya. "Boleh dibungkusin aja rendangnya? Soalnya tiba-tiba Tama telfon, suruh aku cepat pulang."
"Kenapa buru-buru banget sih? Kamu katanya kangen sama Kaisar?" Tanya Nisa heran. Aneh, tadi Tara sangat ceria. Secepat itu kini berubah murung. "Ra? Kamu ada masalah? Ayo cerita, aku bisa dengarkan Ra. Aku bantu kalau seandainya aku bisa?"
"Aku bungkusin ya, kamu tolong ambilin Kaisar ya. Aku nggak enak mau masuk ke kamar. Aku kangen banget, jadi aku ajak nginap dirumahku aja." Tara beranjak tanpa membiarkan Nisa kembali bertanya. Hatinya kacau, ia bisa menangis saat itu juga jika Nisa memaksanya membuka suara. Ia hanya tidak ingin sahabatnya itu semakin khawatir.
***
"Saya antar kalian, atau Kaisar nggak akan pergi.!"
Tara berdecak kesal. Tidak mengerti dengan kelakuan sepasang suami istri dirumah ini.
Nisa tidak mengambilkan Kaisar untuk Tara, wanita itu malah merajuk dan menyodorkan Raka sebagai gantinya. Nisa tahu, suaminya itu lebih kebal menghadapi Tara dibanding dirinya, mungkin itulah yang menjadi alasan Raka berdiri dihadapan Tara saat ini. Menodong meminta kunci mobil Tara dengan Kaisar dalam gendongannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
SALAH RASA
RomanceRasa cinta bisa membuat dunia kita lebih berwarna. Tapi kalau jatuhnya pada orang yang salah, apakah cinta akan tetap indah? #27 Oktober 2021