25. TOLONG
***
Tara terpaku ditempat. Tiba-tiba menjadi lambat untuk memutuskan apa yang harus ia lakukan.
Tama. Dinda bilang Tama datang? Haruskah ia menemui Tama? Dan membiarkan lelaki itu mengetahui alasannya pergi dari Indonesia?
"Dimana dia?"
"Ada diruang tamu mbak."
Tara menghela nafas panjang. Mengabaikan segala kekhawatirannya, ia melangkah menuju ruang tamu.
Tidak masalah. Tama bukan orang lain. Tama tidak akan ikut campur dengan urusannya. Ya, Tara yakin itu.
Tiba diruang tamu, Tara kembali terpaku. Tama yang ada dihadapannya sangat berbeda dengan Tama beberapa bulan lalu. Lelaki yang berusia dua puluh lima tahun itu mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis jika Tara amati dari bentuk tubuhnya. Pipi chubbynya pun kini terlihat tirus.
Tama mendongak begitu menyadari kehadiran Tara. Lalu matanya terpaku pada perut wanita itu lama. Tanpa bisa dijelaskan, hatinya bergejolak mengingat isteri dan anaknya yang telah pergi. Jika mereka masih ada, mungkinkah perutnya akan sebesar milik Tara sekarang?
"Tara.." Sapa Tama begitu sadar dari keterpakuannya. Yang mungkin bisa membuat wanita itu akan tak nyaman jika ia teruskan, Tama memahami itu.
Tara tersenyum tipis, memaklumi kekagetan Tama yang begitu jelas. "Apa kabar, Tama?"
"Duduk dulu, Ra. Jangan berdiri terus.."
Tara menggaruk kepalanya salah tingkah. Kenapa malah Tama yang menawari tuan rumahnya untuk duduk? Pikirnya.
"Sehat, Ra?" Tanya Tama lagi, begitu Tara telah duduk nyaman di sofa. Berseberangan langsung dengannya.
"Alhamdulilah, sehat semua Tam."
Setelah itu, keduanya kembali terjebak dalam keheningan. Selalu begini, ketika mereka bertemu tanpa ada pembahasan yang direncanakan. Bedanya, kali ini bukan karena kosongnya topik. Melainkan terlalu banyak hal yang akan mereka bicarakan, sampai tidak tahu harus memulai dari mana.
"Em, kamu.. sedang ada proyek di sini?" Tara kembali mencoba memulai obrolan.
"Nggak. Adiknya Ayah ada pertemuan disini, dan kebetulan aku diminta untuk mendampingi."
Tara ber oh ria dan mengangguk kecil.
"Kebetulan, aku ingat ada wanita yang mendatangiku saat aku sakit beberapa bulan lalu. Aku nggak tahu apa maksudnya memberiku sebuah alamat. Lalu.. aku ingat aku masih memiliki hutang maaf pada seorang wanita. Mungkin itu alasannya ia memberikan arah jalanku.."
Tara menelan salivanya susah payah. Tama selalu segamblang itu, membuatnya semakin salah tingkah. "Aku.. aku nggak ada maksud untuk-,"
"Kamu sudah menikah?" Potong Tama.
Tara mengangguk. Sejak awal ia tidak berniat menyembunyikan apapun dari Tama.
"Dan alasan kamu bersembunyi?"
"Mama."
Tama mengernyit bingung mendengar jawaban Tara. "Mama kamu tidak setuju kamu menikah dengan-,"
"Mama belum tahu kalau aku menikah."
"....?"
"Nisa butuh anak ini, untuk beberapa tahun kedepan. Aku bisa membantu mereka, tapi sepertinya aku sedikit salah langkah.."
"Maksud kamu?"
Tara menyugar rambutnya frustasi. "Raka punya banyak koneksi. Dan aku harus menyembunyikan salah satu diantara mereka dari Raka. Atau aku bisa kehilangan satu dari mereka selamanya."
"Mereka?"
"Kembar. Aku memiliki dua bayi, Tam."
Tama menghempaskan tubuhnya pada sandaran sofa. Betapa beruntungnya Raka, yang dikaruniai dua sekaligus bayi dalam satu waktu. "Jadi ini, yang dimaksud wanita itu? Bahwa kamu sangat membutuhkan bantuanku?"
"Ya.." Jawab Tara lirih. Ia tidak berekspektasi tinggi Tama berniat membantunya. Tapi melihat keseriusan di mata lelaki itu, harapan Tara kembali memuncak. Tama bukan laki-laki yang mudah dekat dengan orang lain, tapi lelaki itu akan sangat peduli pada orang terdekatnya. Apapun alasan mereka pernah dekat, Tara bersyukur karena itu Tama ada disini sekarang.
"Lalu, apa yang bisa ku bantu, Ra?"
"Tolong, sembunyikan dia.." Lirih Tara.
Tama mengangkat sebelah alisnya. "Dari Raka?"
"Bukan hanya Raka. Tapi dari semua orang, Tam. Tolong.." Pinta Tara dengan mata berkaca-kaca.
***
Di kediaman Pak Andra, sedang diadakan makan malam keluarga. Raka dan Nisa menjadi peserta yang hadir paling awal disini. Lalu Lava, setelah dipaksa pulang, akhirnya adik Raka mau kembali lagi ke tanah kelahirannya.
Pak Andra memimpin doa dan mereka makan dengan hikmat. Sesekali berbincang namun suasana masih penuh dengan ketenangan.
Lima belas menit kemudian, semuanya selesai dengan makan mereka. Saat itulah, Pak Andra berdeham meminta perhatian anak-anak dan isterinya.
"Raka, Nisa, sebelumnya Papa minta maaf. Tapi kita harus kembali membahas ini." Ucapnya tenang sebagai pembuka.
Lava meletakkan sendok ice creamnya, ikut menyorot perhatian pada Papa dan Kakak-kakaknya.
"Iya Pa, silahkan.." Ucap Raka santai.
"Papa butuh cucu secepat mungkin, sebagai syarat pelimpahan kepemimpinan pada kamu sebagai penerus. Atau, kamu tidak akan diberikan kepercayaan karena dianggap tidak bisa memiliki keturunan. Dan semua yang papa usahakan selama ini akan dialihkan kepada Om kamu."
Raka mengangguk paham. Nisa juga tetap dalam ketenangannya, baru kali ini ia tidak tertekan dan ketakutan setiap kali ayah mertuanya membahas perihal cucu.
"Kalian mengerti kan?"
"Iya Pa..." Jawab Nisa dan Raka bersamaan.
"Jangan meremehkan apa yang Papa kamu katakan, Raka! Ini sudah lima tahun! Kalian selalu saja-,"
"Ma.." Andra menghentikan isterinya yang hendak ikut bicara. Keadaan bisa kacau karena isterinya selalu berujung dengan adu mulut setiap kali ikut bicara. "Jadi, apa keputusan kalian?" Tanya Pak Andra tenang.
Raka menghela nafas panjang, lalu menatap Papa dan mamanya secara bergantian. "Kalian tidak perlu khawatir."
"Pa, Ma, Lava kan sebentar lagi punya anak. Kenapa nggak pakai anak Lava aja sih sebagai pewaris?" Timbrung Lava. Ia juga heran kenapa ayah dan ibunya malah selalu menekan Kakaknya seperti itu.
"Diam dulu, Lava." Tegur Andra.
Mendengar itu, Lava kembali berdecak. Ayahnya sangat sulit dimengerti.
"Maksud kamu tadi apa, Raka?" Titah Pak Andra serius.
"Raka bilang, Papa sama Mama tidak perlu khawatir. Tidak sampai 4 bulan lagi, kalian akan memiliki cucu. Sah, sebagai pewaris kita. Karena dia darah daging Raka."
"Maksud kamu? Nisa hamil?" Pekik Mama Raka, shock. Pak Andra juga terperanjat kaget, ia mengamati menantunya yang masih terlihat kurus seperti biasanya. Tidak ada tanda-tanda sedang hamil sedikitpun.
"Tidak. Anak Raka dengan isteri kedua Raka."
Pranggg....
"Astaga, Abang punya dua isteri?"
***
***
![](https://img.wattpad.com/cover/289545470-288-k311101.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SALAH RASA
RomanceRasa cinta bisa membuat dunia kita lebih berwarna. Tapi kalau jatuhnya pada orang yang salah, apakah cinta akan tetap indah? #27 Oktober 2021