6. Gelang hitam

2.2K 300 38
                                    

" RASANYA PENGEN GUE BUNUH TUH MANUSIA! MUAK GUE LIHATNYA!" Erlangga melemparkan gelas kaca ke sembarang arah membuat pembantunya yang ada di sana terperanjat. "Astagfirullah, Den Erlangga kenapa?" tanyanya.

Erlangga tidak mengindahkan hal tersebut. Cowok itu melanjutkan aksinya dengan memukul tembok sampai menyisakan memar. "Sial! Gue benci orang yang suka ganggu gue! Gue harus singkirkan orang itu! Argh! Lia awas ya besok gue kasih pelajaran biar mampus!" Erlangga mengeratkan kepalan tangannya.

Erlangga meneguk jus strawberry yang tadi disimpan di meja yang ada di kamarnya. Cowok yang kini mengenakan setelan kaos warna biru dan celana kolor warna hitam itu merebahkan tubuhnya di kasur.

Erlangga mengerutkan keningnya kala membaca pesan masuk dari Regan. Jantung Erlangga seketika berdetak kencang bahkan peluhnya terus bercucuran.

"Bokapnya Lia nungguin gue? Ada apa?"

Regan sejak tadi terus celingak-celinguk menunggu kedatangan Erlangga. Cowok dengan kumis tipis dan rahang tegas itu kini tengah duduk bersama Argadana.

"Temen kamu mana?" Dahi Argadana mengernyit.

"Masih di jalan, Om." Regan mengeluarkan ponselnya hendak menghubungi Erlangga. Cowok yang mengenakan setelan kaos putih yang dibalut jaket hitam itu beranjak dari duduknya.

Seorang remaja jangkung menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada di rumah sakit. Cowok yang mengenakan celana warna cream yang dipadukan dengan kemeja putih yang bagian lengannya digulung sampai siku itu berjalan menghampiri Regan dan Argadana yang duduk di kursi panjang yang ada di luar ruangan tempat Lia dirawat.

"Tinggalkan anak saya!"

"HAH? Tinggalkan? Erlangga gak mau ninggalin anak Om. Erlangga sayang sama Lia." Cowok itu berlutut di hadapan Argadana. "Om! Erlangga sayang sama anak Om! Jangan pisahkan Erlangga sama Lia. " Erlangga meraih tangan Argadana. Namun, dengan cepat Argadana menepis tangan cowok itu.

"Sayang sama Lia? Sayang banget sama Lia?" Erlangga mengangguk antusias meskipun sebenarnya cowok itu hanya sayang harta Lia. Argadana menepuk pundak Erlangga beberapa kali. "Kalau sayang kenapa bikin anak saya sakit hati? Salah apa Lia?" tanyanya.

"Maafin Erlangga, Om. Erlangga janji gak bakal ngulangin lagi kesalahan Erla-"

"Halah! Lo itu jahat sama Lia bahkan lo juga tiap bulan suka minta duit sama Lia dan jumlahnya itu besar! Beberapa hari yang lalu lo itu ngerampas kalung milik Lia! Dasar perampok!" Potong Noval.

"Gak usah fitnah jadi orang! Lo boleh benci gue tapi, gak usah fitnah juga dong! Gue gak pernah ngusik hidup lo kenapa lo selalu ngusik hidup gue?" Erlangga melirik Noval, cowok itu berdiri dan menghampiri Noval yang masih berdiri di dekat pintu.

"Udah! Jangan berantem! Sekarang kamu!" Argadana menunjuk Erlangga. "Pergi dari sini dan tinggalkan anak saya! Saya gak mau lihat anak saya sakit hati lagi!" Selepas mengatakan itu, lelaki paruh baya itu memasuki kamar rawat Lia.

Erlangga mengacak rambutnya asal, manik hitam miliknya mengunus tajam ke arah Noval yang terlihat menertawakan dirinya. "Kenapa lo? Kenapa tertawa? Hah? Ada yang lucu?" sentak Erlangga.

"BUNDA! BUNDA, BAJU ABANG ADA DARAHNYA!" Teriakkan yang terlontar dari mulut Samuel membuat Kinan yang sedang memijat kaki suaminya tersentak kaget. Kinan mengerutkan keningnya kala bola matanya menangkap manusia yang masuk dengan pakaian yang sudah lusuh bahkan kaos putih itu ada bercak darahnya.

"Dari mana? Kenapa bajunya berdarah? Berantem lagi? Jawab Bagas!" sentak Bimo.

"Nanti Bagas jelasin semuanya tapi, sekarang Bagas mah bersih-bersih dulu." Cowok jangkung itu melenggang pergi menaiki anak tangga yang menghubungkan kamarnya yang ada di lantai dua.

A&B | Kita Belum Usai [Ending]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang