"Ervan, gue takut Erlangga kenapa-kenapa. Gue takut kehilangan dia, Van." Lia menoleh ke arah Ervan yang sedang menyetir mobil. "Erlangga baik-baik saja, kan?""Dia pasti baik-baik saja. Lo enggak usah khawatir soalnya ini bukan kali pertamanya dia menghilang kaya gini, Lia. Beberapa bulan yang lalu dia juga gini. Sekarang lo sebaiknya tenangin diri lo," ujar Ervan.
"Gimana mau tenang daritadi gue enggak bisa berhenti mikirin Erlangga, Van," balas Lia.
"Pikirin diri sendiri," tukas Ervan.
Lia menoleh ke arah jendela mobil terlihat di luar sana ada warga yang sedang berkumpul. Pirasat Lia tiba-tiba tidak enak. Namun, Lia memilih untuk mendengarkan musik sekadar menenangkan pikirannya.
"Tadi ada apa, ya?" gumam Lia.
Lia menyandarkan pundak di kursi mobil. Pikirannya kali ini tertuju ke Erlangga yang enggak ngasih kabar sejak tadi siang padahal seharusnya mereka hari ini pergi jalan-jalan keliling kota Jakarta.
"Gue takut Erlangga kenapa-kenapa," lirih Lia.
Enam anggota inti Graxtual gang tersentak kaget kala melihat korban kecelakaan yang saat ini sedang ada di hadapan mereka. Tadi, Bagas tidak sengaja melihat sebuah mobil bewarna hitam jenis BMW M8 ditabrak sebuah truk dari arah berlawanan hingga mobil mewah itu menyentuh pembatas jalan.
"Astagfirullah Idan merinding." Zidan menutup wajah dengan telapak tangan. "Idan mau pulang huaaaaa Idan takut lihat darah banyak banget."
"Diem atau gue colok mata lo?" ancam Arka dengan sorot mata yang mematikan.
Zidan menangkupkan tangannya di depan dada. "Ampun guru! Idan enggak bakal banyak tingkah lagi ko tapi, IDAN TAKUT LIHAT DARAH HUAAAAA AA IMAS TOLONGIN IDAN YANG GANTENG INI HUAAAAA." Zidan merangkul pundak Dimas.
"Diem bege!" ketus Dimas.
"Gimana?" tanya Arka.
"Gue udah telepon ambulans dan sekarang sedang di perjalanan kayaknya sekitar lima menit juga sampai. Kita kasih tahu keluarganya," balas Bagas.
Enam motor sport warna hitam yang ditumpangi anggota inti Graxtual gang mengikuti mobil ambulans yang membawa korban kecelakaan menuju rumah sakit Harapan Sehat. Suara sirine terdengar memekakkan telinga ditambah kemacetan yang terjadi sore hari itu membuat sang sopir ambulans berdecak sebal. Dia sangat terburu-buru karena membawa korban kecelakaan dengan kondisi kritis.
"Mama ... Papa kapan pulang? Erlangga kangen ... kangen mama dan papa," lirih Erlangga.
"Lia, maafin El sudah nyakitin Lia."
Sejak tadi Erlangga selama di perjalanan menuju rumah sakit terus bergumam. Namun, sekarang cowok itu benar-benar sudah menutup rapat bola matanya.
****
"Regan? Lo ngapain ada di sini?" tanya Lia ketika sampai di depan rumah. "Tumben banget."
"Erlangga ... Erlangga." Regan menatap sendu Lia. Cowok itu menarik tubuh Lia ke dalam dekapannya. Tangan kekarnya terangkat mengusap surai hitam wangi strawberry milik Lia. "Lo harus sabar, Lia. Lo harus tabah pokoknya gue yakin lo pasti bisa melewati ini semua. Lia tadi gue ... gue dapat kabar kalau Erlangga-"
"Erlangga kenapa? Dia baik-baik saja, kan? Sekarang dia sudah ada di rumah? Lagi nungguin gue? Okeh sekarang lo anterin gue ke rumah Erlangga pasti sekarang dia lagi nungguin gue soalnya kemarin malam—"
"Bukan itu tapi Erlangga sudah pergi Lia. Erlangga pergi ninggalin kita semua. Dia benar-benar pergi untuk selamanya, Lia," potong Regan.
Sungguh jawaban dari Regan membuat tubuh Lia merosot. Gadis itu terus memukul dada bidang Regan berharap kalau apa yang dikatakan Regan itu bohong.
KAMU SEDANG MEMBACA
A&B | Kita Belum Usai [Ending]
Ficção AdolescenteYang sudah membaca cerita ini, tolong jangan spoiler alur cerita dan endingnya! "Kalau kita usai, aku boleh kangen pelukan kamu yang bikin nyaman? Aku boleh kangen kamu?" Agrilia atau kerap disapa Lia, tidak pernah menduga kalau dirinya akan kembali...