56. Sampai kapan?

828 128 0
                                    

"Sejak kapan?"

Ratu mengangkat pandangannya kala mendengar pertanyaan yang terlontar dari Noval. Saat ini, Noval dan Ratu tengah berada di teras rumah Ratu.

"Sejak kapan?" Dahinya mengernyit. "Lo ngomong apa, Val? Gue sama sekali enggak paham," ujar Ratu.

"Sejak kapan lo ada di Jakarta?" Noval menyandarkan punggungnya ke punggung Ratu. Sandaran ini sangat dirindukan Noval. Begitu juga dengan Ratu yang tampak nyaman bersandar di punggung Noval.

"Baru satu Minggu," balas Ratu.

"Kenapa lo enggak ngomong kalau lo udah balik?" Noval merubah posisinya menjadi menghadap Ratu. Cowok itu menatap intens Ratu. "Sayang, kenapa enggak bilang sama gue kalau pulang dari Singapura?" tanyanya.

Ratu tersenyum. Tangan mungilnya terangkat mengusap lembut pipi Noval. Mata gadis itu terpejam kala air matanya kian menumpuk di pelupuk matanya.

"Maaf," ucap Ratu terdengar pelan.

"Gimana kondisi Bagas?"

Terdengar helaan napas berat dari bibir Noval. Cowok itu menggenggam erat tangan Ratu. Pandangannya mengedar hingga berhenti di satu titik yaitu sepasang kucing yang tengah berada di depan gerbang.

"Jantung Bagas sempat berhenti berdetak, tapi karena doa dari semua orang yang sayang sama Bagas akhirnya jantung Bagas kembali berdetak," jelas Noval.

***
"Duh cincin gue ke mana?"

Sejak tadi, Lia terus mencari keberadaan cincin yang senantiasa melingkar indah di jari manisnya di setiap sudut kamar. Gadis itu juga sudah membongkar semua isi lemari yang ada di sana. Namun, hasilnya sama sekali tidak ada. Lia mendudukan tubuhnya di tempat tidur sembari mengingat kejadian beberapa jam yang lalu.

"Apa cincin itu ada di taman belakang rumah atau ada di tempat gue nerima telepon dari Noval?"

Lia menghela napasnya pelan, lalu gadis itu pun melangkah menuju taman belakang rumah. Gadis cantik yang mengenakan piyama berjalan terlihat sangat buru-buru hingga tubuhnya menubruk Lea.

"Kak Lia, mau ke mana?"

"Gue mau ke taman belakang," balas Lia.

Lea manggut-manggut. Mata gadis itu pun tertuju ke kotak kecil yang saat ini dia pegang. "Oh ini ada sesuatu untuk Kak Lia." Lea menyerahkan kotak kecil yang langsung diterima Lia. "Gue ke kamar dulu, Kak."

"Apa sih?" ucap Lia sembari membuka kotak kecil yang dia dapatkan dari Lea. Mata gadis itu membulat kala mata cantiknya menangkap isi kotak yang berisi foto-foto Erlangga yang sudah dipenuhi bercak darah.

Tangan gadis itu terangkat mengambil salah satu foto Erlangga yang mengenakan kaos hitam polos sembari memegang es krim cokelat milik Lia yang dipotret sekitar satu tahun yang lalu. Perlahan bulir bening membasahi foto yang saat ini ada di genggamannya.

"Apa kabar?"

"Nak, ngapain kamu ada di sini?" tanya Argadana.

Lia menyembunyikan kotak kecil di belakang punggungnya. Gadis itu memperlihatkan deretan gigi putihnya, lalu gadis itu pun mengajak Argadana untuk duduk terlebih dahulu di kursi yang ada di teras.

"Pa, Lia mau bicara," kata Lia kala sudah duduk.

"Bicara apa, Nak?" Lelaki tua itu melonggarkan dasi hitam yang melingkar di kerah kemejanya.

"Cincin Lia hilang," balas Lia sembari menundukkan kepalanya dalam. "Lia mau cincin itu kembali ke tangan Lia, Pa. Lia sudah bingung cari ke mana lagi," lanjutnya.

"Kenapa bisa hilang?" Argadana menatap penuh intimidasi putrinya. "Kamu lepas cincin itu?"

Lia menggeleng. "Pa, ngapain Lia harus lepas cincin dari Bagas? Lia sama sekali enggak pernah melepaskan cincin itu walaupun hanya satu detik," kata Lia.

A&B | Kita Belum Usai [Ending]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang