Bagas sama sekali tidak sanggup kala matanya menangkap objek tubuh gadisnya yang sudah dibalut kain kafan hendak dimasukkan ke liang lahat. Rasa sesak kian menyeruak di dadanya. Dia tidak sanggup menyaksikan apa yang terjadi di hadapannya.
Di sisi lain, seorang cowok terus menyalahkan dirinya sendiri. Dia merasa kalau kematian Lia adalah akibat kesalahannya karena membiarkan Lia menyetir mobil sendirian. Tubuh cowok itu seketika melemas kala seorang lelaki tua memasukkan tanah ke liang lahat.
"Gara- gara gue."
"Gara-gara gue Lia jadi pergi."
"Harusnya gue juga mengalami kecelakaan itu." Raja menarik-narik rambutnya sekuat tenaga. "Gue benar-benar kayak pembawa sial! Semua orang di sekitar gue mati karena gue." Raja menundukkan kepalanya dalam. "Nelly pergi karena gue gagal jagain dia, Lea pergi karena gue mengungkapkan fakta yang berkaitan dengan teror yang diterima Lia, kecelakaan yang dialami Bagas. Saat itu, Lea tertembak oleh kekasihnya sendiri ... Erland." Raja mengambil napasnya dalam-dalam, lalu dia embuskan secara perlahan. Tangan kekarnya terangkat mengusap air mata yang membasahi pipinya. "Dan sekarang ... Lia pergi karena gue malah membiarkan Lia menyetir mobil sendirian. Andaikan, gue tahu kalau kejadiannya bakal berakhir begini. Pasti, gue akan tetap memilih untuk tetap bersama Lia biar bisa merasakan sakit yang sama."
"Kak Raja jangan nyalahin diri Kakak," ucap Amanda sembari mengusap punggung Raja.
"Gue pembawa sial yang seharusnya tidak dilahirkan."
"Gue juga yang menyebabkan almarhumah mama gue meninggal karena melahirkan gue--" Raja terdiam kala Risa memeluknya begitu erat. Wanita itu terlihat sangat menyayangi Raja. Meskipun, Raja hanya anak sambung.
"Anak Mama sama sekali bukan anak pembawa sial. Anak Mama yang satu ini anak baik," ucap Risa.
Raja menggeleng. "Raja pembawa sial, Mama."
Risa mendongak. Matanya yang basah menatap sendu Raja. Tangannya terangkat mengusap air mata yang masih mengalir begitu deras membasahi pipi Raja.
"Banyak orang yang sayang sama Lia." Senyum Risa mengembang begitu sempurna. "Namun, ada yang lebih menyayangi Lia yaitu ... Tuhan, Tuhan tidak mau kalau Lia terluka lagi jika masih ada di bumi jadi ... Tuhan memilih untuk menjemput Lia untuk pulang." Suara Risa bergetar hebat kala mengucapkan kalimat tersebut.
"Sayang, ayo pulang," ajak Salsa.
"Minggir lo!" Bagas mendorong kasar tubuh Salsa.
"Ayo pulang," ajak Salsa sekali lagi.
Bagas menoleh. Sorot matanya menghunus tajam. Raut wajah cowok itu memerah. "Lo kalau mau pulang tinggal pulang! Gue mau di sini nemenin cewek gue!" ucap Bagas dengan menekankan kata 'cewek gue'.
Dada Salsa terasa sesak. Dia sama sekali tidak bisa menerima kalau Bagas masih mengakui Lia sebagai kekasihnya. Padahal, sudah jelas kalau Lia dan Raja sudah bertunangan tiga bulan setelah kepergian Lea.
"Kamu kenapa bilang kalau Lia cewek kamu? Padahal, cewek kamu itu aku! Bukan Lia!"
"Wajar saja kalau Bagas masih mengakui Lia sebagai ceweknya karena saat mencintai lo--" Arka menunjuk Salsa, lalu tersenyum tipis. "Otaknya lagi hilang dan sekarang udah kembali, tapi sayang sekali kembalinya disaat gadis kesayangannya sudah pergi," lanjutnya.
Pemakaman sudah selesai, hampir semua orang sudah pergi meninggalkan tanah pemakaman. Namun, tidak dengan dua cowok yang masih berdiri di samping gundukan tanah merah yang masih basah.
Hujan deras mengguyur tubuh dua orang remaja yang duduk bersimpuh di dekat gundukan tanah merah yang masih basah. Keduanya sama-sama memegang nisan dengan tangan yang bergemetar hebat.
"Happy graduation kesayangannya Bagas."
"Dan ... selamat jalan." Bagas membiarkan bibirnya menyentuh nisan Lia cukup lama.
Raja menghela napasnya berat, dia merogoh sesuatu dari kantong celana hitam yang dia kenakan. Cowok yang mengenakan kemeja putih dengan tiga kancing bagian atas dibiarkan terbuka itu menatap secara bergiliran benda yang ada di tangannya dan gundukan tanah merah yang ada di depan matanya.
"Cantik, makasih untuk cerita kita yang sesingkat ini. Maaf, kalau aku gagal jagain kamu." Mata Raja tertuju ke kalung yang ada di telapak tangannya. "Kalung ini seharusnya sudah melingkar indah di leher jenjang kamu, tapi aku tidak sempat memasangkannya." Raja mendongak lantaran air matanya semakin menumpuk di pelupuk matanya. "Kamu benerran pergi? Kamu enggak ada niattan untuk kembali lagi? Bagas yang selama ini kamu perjuangkan sudah kembali lagi ... aku lebih memilih kamu bisa bersama kembali dengan Bagas daripada harus kehilangan kamu seperti ini," katanya.
***
Bagas menghempaskan tubuhnya terlentang di atas kasur sembari memegang selembar kertas yang Bagas dapatkan dari Kevin sekitar satu jam yang lalu."Gue enggak sanggup baca suratnya," ucap Bagas lirih.
Bagas menoleh kala pintu kamarnya terbuka. Seorang anak laki-laki membawa sepiring nasi, serta lauknya dan satu gelas air putih. Anak laki-laki itu melangkah mendekati Bagas. Dia meletakkan bawaannya di nakas, lalu mendudukan tubuh mungilnya di tepi kasur.
"Abang Bagas yang jelek harus makan."
"Nanti," balas Bagas tanpa melirik Samuel.
Samuel menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Sorot matanya menghunus tajam memasuki netra Bagas.
"Gak boleh nanti-nanti! Nanti, Abang bisa sakit--"
"Biar cepet mati," balas Bagas.
Samuel membulatkan bola matanya. "Abang enggak boleh ngomong gitu! Nanti, kakak cantik kecewa sama Abang karena gampang nyerah," tegur Samuel.
Bagas sama sekali tidak menggubris Samuel. Cowok itu menghirup napasnya dalam-dalam sekadar untuk menghilangkan rasa sesak di ulu hatinya. Secara perlahan, Bagas mulai membaca surat yang berhasil membuat air matanya kembali mengalir begitu deras.
Untuk Bagas
Hai, ini Lia. Mungkin, kamu baca surat ini ketika aku sudah tidak ada lagi di samping kamu. Tidak terasa, ya. Kita masih asing sampai hari kelulusan ini.
Maaf, kalau selama ini aku selalu memaksa kamu untuk ingat sama aku. Maaf, kalau aku selama ini selalu merepotkan kamu ... aku rindu kamu.
Aku enggak bakal menulis surat yang panjang karena aku sama sekali tidak sanggup mengutarakan semuanya lewat tulisan. Aku enggak sanggup kalau menuliskan kembali rasa sakit aku ketika kamu tidak ada di samping aku. Aku, setiap hari selalu berdoa agar kamu bisa cepat ingat dengan aku.
Maaf, aku tidak bisa selamanya menunggu kamu ... karena hati aku semakin sakit ketika kamu bersama Salsa. Aku tidak sanggup melihat kamu bahagia dengan Salsa disaat aku terus mengharapkan kamu untuk kembali ke pelukkan aku.
Namun, aku kini sudah berhasil tidak mengharapkan kamu lagi karena aku sudah bertemu dengan cowok yang bisa mengobati luka aku yang begitu dalam.
Dia, Raja Laskar Aditama yang pernah kamu kira kalau dia ada niattan jahat sama aku. Padahal, selama ini Raja yang selalu melindungi aku.
Maaf, aku bukannya tidak setia sama kamu, tapi apa harus aku bertahan untuk menunggu kamu? Apa aku harus terus memperjuangkan kamu yang sama sekali tidak memedulikan kehadiran aku ... dan menganggap aku halusinasi ketika aku bilang kalau aku ini tunangan kamu. Aku capek, jadi aku memilih untuk meninggalkan kamu dan aku memilih Raja.
Hapus air matanya!
Happy graduation Bagaskara Antonie Pradipta malaikat pelindungnya Agrilia Putri Argadana.
KAMU SEDANG MEMBACA
A&B | Kita Belum Usai [Ending]
Ficção AdolescenteYang sudah membaca cerita ini, tolong jangan spoiler alur cerita dan endingnya! "Kalau kita usai, aku boleh kangen pelukan kamu yang bikin nyaman? Aku boleh kangen kamu?" Agrilia atau kerap disapa Lia, tidak pernah menduga kalau dirinya akan kembali...