32. Rapuh

1.5K 160 9
                                    

'Antara akhir kebahagiaan dan awal penderitaan.
Keduanya tidak ingin aku dapatkan. Namun, takdir berkata lain. Aku dan dia harus usai?'
Agrilia Putri Argadana

Malam yang sangat dingin membuat seorang gadis cantik yang menggunakan kaos lengan pendek terus menggosok telapak tangannya sekadar untuk memberikan sensasi hangat. Cowok yang ada di sampingnya lantas menoleh kala terasa tarikan di jaket levis yang dia kenakan. "Dingin?" Lia hanya mengangguk kala mendengar pertanyaan dari Bagas.

"Makanya kalau mau keluar itu pake baju lengan panjang!" Bagas melepaskan jaket yang dia kenakan. "Udah tahu udara dingin tapi malah nekat cuma pake kaos lengan pendek!" omelnya. "Nanti kalau kamu sakit gimana? Mau sakit?" Bagas menyampirkan jaket levis ke pundak Lia. "Pake jaketnya biar gak masuk angin!"

Lia tersenyum. "Kalau sakit nanti ada kamu—" Belum juga selesai ucapannya. Bagas sudah menatapnya dengan tatapan tajam. "Sayang," panggil Bagas dengan nada mengancam. "Iya Kenapa sayang?" sahut Lia.

"Langitnya indah," ucap seorang gadis cantik yang sejak tadi memotret keindahan dirgantara. "Aku mau ke sana!"

"Kita ke sana sama-sama cantik," balas Bagas.

Lia tersenyum. Entah kenapa kalau bersama Bagas pasti dirinya akan jauh lebih bahagia. Gadis cantik itu mengeluarkan ponselnya kala sejak tadi terus berdering. Helaan napas berat terdengar dari mulut Lia.

"Pulang!" Terdengar suara seseorang dari seberang sana yang menyuruh Lia untuk pulang.

"Satu jam lagi," balas Lia. "Gak usah ganggu! Urus saja anak kesayangan tuan Arga—"

"Lia! Anak pembangkang! Siapa yang ngajarin kamu seperti itu? Hah? Siapa?" murka Argadana.

***
"Buset! Abang Agas baru datang nih," ucap seorang cowok yang sedang memijat kaki Arka. Hal tersebut dilakukan Zidan untuk mendapatkan restu dari Arka.

"Udah ah! Malah sakit kaki gue kalau dipijit sama lo, Dan," ujar Arka. "Lo dari mana?" tanya Arka ke Bagas.

"Bukan urusan kalian!" balas Bagas.

Bagas menimpuk jidatnya kala dia baru mengingat ada hal penting yang sempat dia lupakan. Cowok yang mengenakan setelan kaos hitam polos dan celana jeans buru-buru keluar dari markas. Noval yang penasaran dengan Bagas turut mengikuti cowok itu.

Bagas menoleh kala suara derap langkah kaki semakin mendekatinya. Noval sedikit membungkukkan badannya untuk sekadar mengatur napasnya. "Capek," ujarnya.

"Gue enggak nyuruh!" kata Bagas yang mengenakan helm. Cowok itu juga kini terlihat duduk anteng di jok motor sport hitam. "Gue pamit," ujarnya.

"Mau ke mana? Gue ikut," kata Noval.

****
Lia memejamkan matanya kala sebuah kayu menyentuh punggungnya. Beberapa kali lelaki tua itu melayangkan pukulan sampai anak perempuannya jatuh lemas ke lantai. Mata yang berlinang karena air mata turut menatap seorang lelaki yang disebut papa. "Pa," panggil Lia. "Papa," lirihnya.

"Kenapa? Mau bilang kalau kamu itu gak melakukan apapun sama Lea? Gara-gara kamu anak saya pingsan! Kamu benar-benar pembawa sial!" Argadana melayangkan tamparannya ke pipi Lia.

"Selalu Lea yang utama. Papa pernah mikirin keadaan Lia? Lia juga mau diperlakukan seperti Lea, Pa." Lia mengambil napasnya dalam-dalam. "Lia capek harus seperti ini terus, Pa. Lia kangen sama Papa dan mama yang selalu sayang sama Lia, Pa," ujar Lia.

"PAPA!" sentak Kevin kala Argadana hendak menampar Lia. Kevin menarik adik kesayangannya untuk berlindung di belakang dirinya. Tangan Kevin terkepal erat. Dia sangat kecewa dengan tindakan Argadana.

A&B | Kita Belum Usai [Ending]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang