64. Butuh bukti

698 132 5
                                    

"Gue menang," bisik Salsa.

Lia menggebrak meja sehingga siswa-siswi kelas XII IPS 3 yang tengah tidurran pun terperanjat. Lia berdiri dari duduknya, dengan satu kali gerakan Lia menarik kerah seragam Salsa sampai gadis itu kesusahan bernapas.

"Main lo licik! Gue sumpahin kebahagiaan lo enggak akan bertahan lama!" ucap Lia dengan nada tinggi.

"Licik dari mananya? Bukannya yang licik itu, lo?" Salsa tersenyum tipis. "Lo kenal Bagas pas SMA, tapi gue kenal dia dari kecil! Jadi yang licik itu siapa? Gue atau lo?"

"Tapi, nenek gue sama neneknya Bagas udah bikin pernjanjian bakal menyatukan gue dan Bagas——"

"Halah! Gak penting banget! Mereka juga udah mati."

Rasa panas kian menjalar di pipi Salsa kala Lia menampar pipi Salsa begitu kuat. Suara tamparan yang keras berhasil membuat Bagas yang baru saja menginjakkan kaki di lantai kelas meradang.

Cowok itu terlebih dahulu membuang minuman rasa jeruk yang dia bawa, lalu dia menghampiri Salsa yang masih berada di dekat Lia. Bagas terus mengusap pipi Salsa dengan penuh kasih sayang. Sorot matanya menghunus tajam memasuki netra hitam Lia.

"Mau lo apa?"  tanya Bagas.

"Udah! Lo sebaiknya duduk lagi ke tempat lo!"

Belum juga Lia membuka mulutnya tiba-tiba Arka berbicara seperti itu. Arka mendudukan tubuhnya di kursi yang ada di samping Lia. Cowok itu sepertinya tidak ingin terjadi keributan lagi di kelas.

"Nyerah saja," kata Arka.

"Susah, Ka," balas Lia. "Gue bingung banget," balasnya.

Arka mengubah posisi duduknya menjadi menghadap ke Lia. Arka menatap sendu manik hitam milik Lia. Dari raut wajahnya terlihat jelas kalau Lia sedang tidak baik-baik saja. Ditambah saat ini keberadaan adiknya sama sekali belum dia ketahui. Dia lelah dengan semua ini. Namun, dia selalu tetap berjuang menghadapi semua ini.

"Lo capek, ya?" tanya Arka pelan.

Lia mengangguk. "Gue capek, tapi gue gak bakal nyerah sampai kapan pun itu," balas Lia. "Ka, gue boleh minta tolong sama lo dan anggota Graxtual?"

"Minta tolong apa?"

"Bantu gue cari Lea," balas Lia.

***
Bimo, Argadana, dan Aditama tengah menikmati suasana sore hari di rooftop kediaman Argadana untuk membahas kasus hilangnya Lea dari semalam. Tiga pria itu terlihat begitu antusias mencari berbagai cara agar Lea bisa segera ditemukan. Meskipun Lea sekadar anak angkat. Namun, Argadana tetap peduli dengan Lea.

"Gue udah bingung cari anak gue ke mana lagi."

"Sebenarnya Lea pergi karena apa? Dia pergi pasti ada alasannya," kata Bimo. "Ga, lo marahin Lea?"

"Mau marahin gimana? Gue selama satu pekan sama sekali enggak ada di rumah, Bim," balasnya. "Gue balik ke Jakarta karena Kevin bilang sama gue kalau dari semalam Lea belum pulang," jelas Argadana.

"Yang tahu penyebabnya cuma Lia dan Kevin. Lebih baik lo suruh anak lo untuk ke sini," titah Aditama.

Argadana mengusap wajahnya dengan gusar. "Enggak perlu disuruh juga, Di. Anak gue pasti bakal ke sini, kan ini rumah dia juga," ucap Argadana.

"Iya juga, ya." Aditama nyengir.

Aditama merogoh ponselnya yang terus berdering. Rupanya, Alvaro yang menghubungi lelaki itu. Aditama segera mengangkat panggilan masuk dari Alvaro. Namun, dia terlebih dahulu menyuruput kopi.

"Papa! Papa, di mana? Papa!"

Aditama menjauhkan ponselnya dari telinga. "Kenapa?"

"Alvaro lagi di kuburan, tapi malas pulang soalnya lupa jalan," kata bocah itu. "Papa bisa ke kuburan?"

A&B | Kita Belum Usai [Ending]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang