BAB 18 : Panci Merah

1.9K 412 41
                                    

─── ・ 。゚☆:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

─── ・ 。゚☆: .☽ . :☆゚. ───

SELAKU satu-satunya manusia yang paling waras di rumah iniㅡcuma Jeviar yang berpikir demikianㅡsang pemuda merasa ia baru saja membuat satu kesalahan besar yang mana bisa-bisa saja Ghaitsa memenggal kepalanya sebagai bentuk hukuman paling ringan. Merasa lapar sepulang sekolah merupakan hal wajah, oleh karena itu Jeviar memasak lebih cepat tanpa menunggu jam makan malam agar cacing di perut tidak berdemo lagi minta dikasihani. Akan tetapi tampaknya semesta agak sedikit membenci sang lelaki sebab membuatnya harus berada di posisi seram begini.

Jeviar sukses mematung sementara Yaziel terperangah dari counter dapur.

“E-el?” panggil Jeviar gamang, wajahnya pucat pasi kini dengan tidak sedikitpun mengalihkan pandangan dari arah kompor

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“E-el?” panggil Jeviar gamang, wajahnya pucat pasi kini dengan tidak sedikitpun mengalihkan pandangan dari arah kompor. “Mampus gue dimutilasi Aisa, El. Ya Allah! Tolong hamba!” sambungnya panik. “Gue blank banget ini, astaghfirullah! Iniㅡini gimana caranya, El?!”

Meskipun Archie adalah tulang punggung keluarga sekaligus bendahara utama rumah. Ghaitsa diberi kepercayaan sebagai "Gadis Rumah Tangga" yang tugasnya mengawasi keadaan rumah selagi sang sulung bekerja, sebab Archie tahu benar bila sang bungsu tidak akan terpedaya apapun untuk diajak kompromiㅡbila tidak dalam situasi mendesak, yaa, lain cerita, pikir Ghaitsa tatkala sang kakak berkata demikian dalam pembagian tugas rumah bertahun lalu.

Dikarenakan pekerjaan Archie semakin menyita waktu kian kemari, tanpa di sadari Ghaitsa yang mengemban peran ganda untuk mengatur ekosistem rumah Alexzandra bersaudara semenjak Archie menyerahkan uang bulanan pada si gadisㅡsebab bila dipercayakan pada tiga pemuda lain, mereka hanya akan membawa pulang barang-barang yang tidak dibutuhkan. Pun jelas membuat Ghaitsa murka bukan perkara baik, yang Jeviar takutkan ialah dia kehilangan nyawa alih-alih uang bulanan.

Yaziel masih tidak percaya dengan apa yang matanya lihat. “Apapun yang terjadi, jangan pernah lo bawa-bawa nama gue di depan Aisa. Demi Allah! Gue nggak ada sangkut pautnya, Je. Gue ogah ikut-ikutan.”

“Kita kembaran, sat!” tandas Jeviar, menoleh sebal dan tidak percaya atas pengkhianatan hubungan darah mereka yang jauh lebih erat dibandingkan orang pada umumnya. Jeviar mencengkeram pundak Yaziel kuat-kuat. “Gue menderita, lo juga menderita. Harus!”

Story Of Ghaitsa | Zoo UnitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang