BAB 54 : Dini Hari

2.1K 286 46
                                    

─── ・ 。゚☆ :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

─── ・ 。゚☆ : .☽☽☽. : ☆゚• ───


SELOYANG brownies cheese-milk. Irisan dadu daging kecap pedas. Seteko teh kamomil beserta semangkuk bihun telur favorite dihidangkan begitu apik guna memancing selera makan sang terkasih. Penyajian indah menggugah lidah yang takkan ditolak cuma-cuma, akan tetapi fakta berbicara lain. Target belum mau beranjak memandangi sendu awang-gemawang dari sebalik jendela dengan Jeviar resmi bermanifestasi menjadi ranjang pribadi; tepat sekali, Ghaitas berbaring nyaman di atas tubuh sulung kembar. Barangkali anak adam tersebut berhenti menghitung pada angka ratusan tatkala usapan hangat tersemat terhadap helaian rambut sehitam jelaga kepunyaan bungsu. Berharap benar dapat membantu menaikkan persentase suasana hati lawan yang mendung luar biasa bergemuruh.

Namun gagal. Hasil nihil.

Ghaitsa masih ingin berleha-leha sembari sesekali mengecek notifikasi bar ponsel.

Ah, memang kehadiran tiga perempuan saat siang tadi cukup membantu mengalihkan perhatian lewat berbagai macam topik gosip hangat Atraxia dengan Kanaya sebagai pembawa acara nan berapi-api dalam mengusut tuntas cerita. Bergulirnya waktu tentu saja tidak bisa menahan ketiganya untuk tetap tinggal sementara matahari sudah lepas kendali dan hanya meninggalkan jejak-jejak oranye di angkasa. Sehingga yang dapat Kanaya sisipkan sebelum memasuki taksi adalah, “Jangan dipikirin banget. Ziel bener, abang lo pergi belajar dan bakalan pulang kalau masa-masa liburan tapi cara penyampaiannya aja yang nyebelin di waktu yang nggak tepat. It's okay, besok kita kerjain dia sampe ngompol. Deal?”

Sejujur hati berbisik, Ghaitsa juga merasa setuju, hanya saja dia sedikit gondok akan bagaimana Yaziel berucap sehingga berhenti mengacuhkan sang kembar merupakan cara balas dendam terbaik saat ini. Ia semerta-merta menghela napas, menggosokkan pipinya pada dada bidang lawan dan memasang raut muka cemberut.

Maka dari itu selesai memperbaiki posisi pembaringan, Jeviar menepuk-nepuk puncak kepala sang adik dua kali. “Makan dulu, yuk?”

“Sebentar lagi,” sahut puan tersebut lemah. “nunggu abang ngabarin dulu.”

Genap dua puluh jam dari waktu keberangkatan Haidden sampai sekarang waktu sudah menyentuh subuh begini dan Ghaitsa belum mengisi perut dengan apapun, tidak nafsu dijadikan alasan. Hah, jangankan makan, tidur saja enggan. Bisa-bisa anak ini tumbang keesokan harinya kalau ego diberikan andil terus-menerus. Jeviar harus bisa memutar otak agar bungsu Alexzander itu mau menyentuh makanannya. “Jangan nyiksa diri, Sweetheart. Bang Aiden udah nitip pesan, 'kan, tadi. Lonya jangan sampai ninggalin makan dan sakit, masa udah lupa aja?”

“Ck!” Decakan sebal itu mengudara tipis tatkala dia menoleh balas menatap iris elang di hadapan mata bersama ekspresi tertekuk bukan main. Ghaitsa itu cuma khawatir, masa yang begini saja Jeviar tidak mengerti dan minta dijelaskan juga? “Kalaupun dijelasin, Jepi nggak akan ngerti. Ssst, berisik.” dan berujung kembali pada posisi semula.

Story Of Ghaitsa | Zoo UnitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang