─── ・ 。゚☆ : .☽☽☽. : ☆゚• ───
“AISA mau pulang.” ialah sepenggal ucapan sang rembulan usai mengikis hari lewat isakan lara sempurna. Lalu berujung sepasang tungkai melarikan diri dari lesakan peluru pahit kenyataan nan menggerogoti relung jiwa. Ghaitsa betul-betul kehilangan arah. Kendati malam berganti siang, matahari bertukar bulan. Sialnya, Ghaitsa tetap tidak bisa menjabarkan rasa asing menjengkelkan yang menggerogoti jiwa. Dorongan batin terus-menerus memaksa diri untuk meluruhkan duka sampai-sampai nyaris mati rasa dua obsidian menawan itu. Dua hari terlewati dan Ghaitsa menyerah mempertanyakan ada apa dengan dirinya.
Terlebih-lebih perempuan tersebut tidak terganggu apalagi cemas-cemas harap akan skor hasil ulangan bulanan hari ini. Seolah-olah energinya sudah diserap habis oleh bumi tanpa Ghaitsa sendiri sadari, sampai-sampai enggan menaruh minat atas perangai luar biasa Kanaya yang tak bosan-bosannya melampaui garis normal. Sang Anak Manis secara spontan memanjat pohon besar di sisi lapangan utama Atraxia bersama gitar di pelukan; hasil memalak anggota klub musik. Meninggalkan tiga sekawan dan berteriak ceria mengumumkan bahwaㅡ“Selamat datang di konser tunggal penggalangan dana Kanaya bertajuk, "Dunia Tidak Sempurna".” Dan bagian teraneh dari tindakan kepalang berani itu. Alih-alih terusik, justru banyak di antara siswa turut meramaikan acara kemudian duduk membentuk setengah lingkaran menghadap Kanaya.
Dibubuhi senyuman manis penuh makna terselubung, Kanaya melambaikan tangan bak model lalu berujar. “Mohon sumbangan seikhasnya. Jangan sampe gue gebuk atu-atu lo pada kalau angkat kaki tanpa nyumbang. Sekian, terima Kangmas Jeviar yang menonton di seberang sana. MAS JEVIAR, ADEK NYARI DUIT DULU BUAT ACARA NIKAH KITA NANTI! ADEK RELA BANTING BADAN BUAT MENAFKAHIMU, MAS!” dan lantas saja mendapat sorak sorai penonton yang hadirㅡmereka sudah mulai terbiasa dengan lelucon Kanaya yang kapabel menarik tuas emosi manusia kutub, Jeviar. Tanpa ekspresi, Jeviar melayangkan tanda cinta berupa jari tengah terhadap Kanaya yang sibuk melempar cium jarak jauh.
Ah, akhir-akhir ini Kanaya memang sedang senang-senangnya membuat Jeviar darah tinggi. Sebab sudah berganti target dari Joanna yang terakhir kali mengayunkan kursi kantin padanya. Jadi, untuk saat ini lebih baik vakum sejenak terlebih dahulu dalam mengusik singa bertubuh Joanna.
Yeah, pada rencana di luar nalar milik gadis itu, setidaknya Kanaya memiliki suara manis untuk menghibur penonton yang berdatangan.
“Kebingungan gue ini udah di tahap nggak wajar.” Joanna menggigit brutal cokelat stik, hidungnya mengerut jengah. “Tuh anak makan apaan, sih, sampe urat malu aja nggak punya begitu?” Geleng-geleng kepala memandangi Kanaya yang berinteraksi kepada para penonton seakan tengah jumpa fans.
Tanpa secuilpun semangat, Yezira menimpali lugas. “Mungkin kepercayaan dirinya memang melampaui batas, haha.”
Pun, mau tidak mau Ghaitsa setuju atas pernyataan Yezira. Tingkat kepercayaan diri Kanaya memang bukan gurauan belaka. Perempuan itu selalu paling vokal sewaktu menyuarakan pendapat, baik saat diskusi mengenai sistem belajar mandiri kelas mereka atau bahkan tatkala berdebat dengan anggota OSIS mengenai perencanaan kegiatan angkatan sekolah yang benar-benar merogoh kocek cukup besar untuk sekali perjalanan. “Kalau rasanya Kakak-kakak sekalian keberatan atau bingung harus menjawab komentar saya tadi. Bawa saya ke ruang pembina OSIS, biar saya jelaskan sedetail mungkin kalau perjalanan singkat dengan fee sebesar itu benar-benar tidak ada benefit sama sekali.” Karena menurut Kanaya, “Selagi yakin pendapat lo nggak salah, jangan takut buat maju. Kecuali lawan lo agama, nunduk aja udahㅡHEH, KEVIN, BAYAR UANG KAS, ANJENG! LO UDAH SEBULAN NUNGGAK! NIH, LIAT! GUE BAWA SILET KHUSUS BUAT NYAMBUT LO DOANG HARI INI, JADI KAGAK USAH MIKIRIN CARA KABUR LO, BAJING! SINI!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of Ghaitsa | Zoo Unit
Teen FictionLembaran demi lembaran kisah akan terisi penuh lewat setiap jejak kaki pada kenangan yang diciptakan. Kendati demikian Ghaitsa tidak begitu menikmati hidup 17 tahun seorang gadis versinya. Nomor dua pernah berujar, "Hidup itu seperti kolor. Awalnya...