BAB 16 : Agak Berat

2.1K 421 63
                                    

─── ・ 。゚☆:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

─── ・ 。゚☆: .☽ . :☆゚. ───

CAKRAWALA menjemput mentari setelah kepergian rembulan bersama ratusan kartika. Mengemis hangat agar dingin lekas angkat kaki agar para manusia sekiranya sudi melepas pulau kapuk guna menuntaskan aktivitas harian. Meski muak, mau tak mau dijalani untuk menyambung hidup. Barangkali itulah yang gadis berafeksi bulan tersebut pikirkan ketika meninggalkan rumah saat orang-orang masih terlelap. Meski harus merasakan dingin air menusuk mengusir kantuk, Ghaitsa bertekad bangun pukul 4 agar bisa memasak sarapan tanpa berpapasan dengan para suadara sebelum diam-diam mengenakan seragam dan termenung di halte, menunggu bus datang.

Canggung. Ghaitsa akan menemukan dirinya berdiri kaku dan canggung bila berhadapan dengan mereka. Kemarin … terlalu berat untuk dia kontrol sehingga kewarasan yang hadir ketika terbangun justru membuatnya sungkan bersua walau hanya sekedar sapa. Meski mengetahui benar bahwa dia takkan pernah disalahkan oleh empat saudara.

Berbekal hoodie hitam nan tebal yang membungkus tubuh, Ghaitsa mendengarkan sebuah lagu klasik. Massenet: Thaïs / Acte Deux - Meditation. Melodi indah perpaduan alat musik membuat jiwanya jauh lebih tentram dan damai. Sekiranya, sang puan ingin pikirannya tidak kusut lagi agar tidak memengaruhi orang lain dengan aura negatif dari dalam diri.

Ghaitsa merapalkan do'a sembari memejam mata kala semakin tenggelam dalam hanyutan melodi. “Semoga. Semoga hari ini lebih baik, Ya Tuhan. Semoga jauh lebih tenang. Aamiin.”

Bus datang bertepatan saat Ghaitsa menemukan si kembar di ujung sana, ia lantas buru-buru naik dan bersembunyi di balik belasan penumpang lain daripada diseret turun oleh Yazielㅡyang terkadang bertindak senewen untuk memenuhi kemauannya. Ghaitsa bersyukur dia tidak dikejar demi sebuah penjelasan kelabu bahkan ketika di sekolah sekalipun. Jeviar tidak menyapa sekalipun mereka bersua di perpustakaan, barangkali karena Kanaya sudah terlebih dahulu menyalak.

“Jaga jarak 5 meter sebelum biji lo pecah! Menjauh!” seru Kanaya dengan mata melotot berang kemudian dibalas decakan sebal serta rotasi mata dari pemuda tersebut. Kanaya menepuk-nepuk puncak kepala Ghaitsa sewaktu Jeviar menjauh. “Jangan khawatir, kawan. Kau aman bersamaku. Dia nggak akan berani nyentuh lo.”

Joanna menyahut dari arah belakang bersama setumpuk buku dalam pelukan. “Dia siapa?”

“Cowok yang kemarin jatohin Ghaitsa di koridor itu, lhoo.” Kanaya menjawab dengan ekspresi ketus. “Ada di sini tadi.”

Joanna lantas mengedarkan pandangan, bermaksud mencari orang yang sedang dibicarakan lalu mendengus. “Gue papasan sama kembarannya Jeviar, si Yaziel. Demi Allah, mukanya songong bener. Mau gue colok matanya sumpah!” ungkapnya gondok. Satu detik kemudian gadis tersebut seolah mengecek situasi ketika berkata setengah berbisik. “Denger-denger ya, gue tau pas Elryn ngegosip di kelas tadi. Kembar resek itu punya satu kembaran lagi, tapi nggak tau cewek atau cowok.”

Story Of Ghaitsa | Zoo UnitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang