BAB 14 : Melepas Duka

2.4K 444 75
                                    

─── ・ 。゚☆:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

─── ・ 。゚☆: .☽ . :☆゚. ───

SYUKURLAH, berkat bantuan yaitu berupa kalimat bijaksana Yezira yang sudah jengah akan kerusuhan di sekitar mereka. Dia mendorong Joanna dan Kanaya untuk mundur kemudian berujar. “Kita ambil jalan tengah, oke … Jeviar.” dan menyugar rambut setelahnya. “Ghaitsa salah karena jalan mundur di koridor yang ramai orang begini dan berujung nabrak lo. Sementara itu, dengan lo lepas tangan kayak tadi juga nggak bener. Gimanapun Ghaitsa itu cewek, nggak bisa main lo lempar gitu aja. Jadi … clear, ya? Jangan dipersulit dan diperibet. Kita bukan bocil SMP lagi, malu sama seragam.”

Jeviar mengangguk sekali dan berderap pergi dengan langkah cuek seakan-akan tidak terjadi apa-apa sebelumnya usai meninggalkan kalimat. “Minta dua temen lo itu buat nahan amarah, nggak usah emosi nggak jelas ke orang yang belum ngejelasin apapun. Jangan dibiasin meledak sebelum dengerin penjelasan orang. Ck, Atraxia kayaknya sempat salah waktu nerima kalian berdua. Entah punya atau enggak.”

Tersulut emosi lagi, Kanaya nyaris melompat ke arah Jeviar kalau-kalau Yezira tidak menarik kerah almamaternya. “HEH! COWOK STRES! GUE TUNGGU LO DI BELAKANG SEKOLAH ABIS INI. KITA BAKU HANTAMㅡih, Ra! Dia duluan yang ngatain gue sama Joanna. Apaan sih, nggak jelas. Kita 'kan begitu karena khawatir sama Ghaitsa. Tadi bunyinya keras banget, lho. Sa, lo nggak papa?”

“Ah, iya. Nggak papa.” Ghaitsa menyahut seadanya dan tersenyum simpul. “Ayo pergi. Nggak enak abis ribut-ribut di sini.”

Joanna berdecak sembari merotasikan mata jengah. Dia menatap punggung Jeviar yang kini tertutupi oleh teman-temannya dengan sorot mirip laser; ingin sekali membelah laki-laki itu menjadi serpihan terkecil. “Resek banget tuh cowok, sinting emang!”

Begitulah reka adegan yang Ghaitsa ulang kembali dalam ingatan sementara ketika bel pulang telah berbunyi dia buru-buru pamit undur diri dari ajakan Yezira untuk mampir ke rumahnya. Ghaitsa hanya ingin cepat-cepat pulang namun dia sedang sial, orang yang ingin sang puan hindari justru berada dalam bus yang sama dengannya. Ghaitsa menghela napas, muak menghadapi Aubrey yang kini melambaikan tangan ceria dan melempar gestur agar ia duduk pada bangku di sebelahnya, si gadis jelas enggan sehingga memilih berdiri alih-alih mengambil satu kursi kosong tersebut.

“Sayang banget gue nggak ikut acara MPLS kemarin sampai nggak tau lo nyambung di Atraxia, Sa,” papar gadis itu sedih begitu berdecak dan berderap menghampiri. Ikut berdiri tepat di sebelah Ghaitsa. Walau tahu kalimatnya takkan pernah terbalas, Aubrey tetap melanjutkan. “Gimana badan lo? Nggak papaㅡ”

Ghaitsa menghindar dari uluran tangan Aubrey tanpa sepatah katapun, namun jelas menunjukkan bila dia terganggu jika disentuh. Aubrey mengerjap dan menarik kembali tangannya bersama denyutan pedih dalam dada. “Btw, yang tadi itu temen-temen lo? Satu kelas sama lo juga, ya?”

Bila diadakan perlombaan siapa yang paling pintar mengabaikan dan diam sepanjang waktu seolah tidak mendengar apapun, maka Ghaitsa akan keluar sebagai pemenang. Jangankan suara, bahkan Aubrey tidak merasa lawannya memberikan perhatian sekecil apapun. Dia menghela napas berat diam-diam sebelum membuka suara lagi. Kali ini yakin akan mendapat atensi gadis itu. “Kayaknya, satu sekolahan nggak tau lo kembaran Jeviar dan Yaziel, ya?”

Story Of Ghaitsa | Zoo UnitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang