─── ・ 。゚☆: .☽ . :☆゚. ───
KEMBAR tiga melempari sulung nomor dua dengan kerikil-kerikil kecil sebagai bentuk mengutarakan ekspresi kebencian. Sebab berkat perilaku bar-bar Haidden, mereka diberi amanat mutlak untuk mengeringkan karpet beludru kesayangan Archie sewarna laut dalam yang separuh basah. Tidak menerima bantahan dalam bentuk apapun, Archie menahan uang saku mereka hingga Si Halus kering sempurna sampai ia pulang bekerja nanti. Yaziel memang berhasil kabur akan tetapi tatkala dia menunggu teman-teman di depan gang. Sulung Alexzandra tiba-tiba berada di sampingnya dan berkataㅡ“Lo mau pulang mandiri pake kaki sendiri atau perlu gue geret karena udah nggak punya kaki?”
Dan di sinilah mereka sekarang!
Mengipasi setiap sudut karpet agar cepat kering pada matahari yang tertutup sempurna oleh awan-awan tebal. Ghaitsa menahan gelegak amaraj di bawah kulit, dia sudah bilang mereka itu merepotkan! Jika sampai uang sakunya tidak kembali sementara besok dia telah berjanji untuk pergi bersama dengan Joanna ke street food. Percayalah, Haidden akan merasakan akibatnya!
Haidden bersiul seolah tidak melakukan tindak kriminal apapun yang menyebabkan adik-adik kembar memandang penuh dengki bersama seraut masam. Tangan si pemuda mengarahkan kipas ke tengah-tengah karpet sementara Yaziel nyaris melempar kursi kalau-kalau tidak Jeviar tahan. “Masih abang lo, Ziel.”
“Haㅡ”
Yaziel menutup mulut sebab terlampau kaget ketika Ghaitsa menyeru murka. “Sampe nggak balik duit jajan gue, muka lo gue gerus pake parutan kelapa. Tau lo?!”
“Mantap! Kasih paham, Sa!” dukung Yaziel berapi-api.
Haidden berdecak sebal juga ujung-ujungnya namun sebelum mengungkapkan isi hati. Sang bungsu manis menyergah dalam pelototan seakan ingin membelah sang kakak lewat tajam sorot mata. “Hak bicara lo dicabut sampe nih karpet kering!” tandas Ghaitsa.
“Kalau di inget-inget yang salah Jevi, anjir, Sa!” tukas Haidden berusaha mempertahankan haknya sebagai seorang kakak. Dia melempar kipas sebal untuk kembali dipungut sewaktu si adik manis berkacak pinggang bersama alis menukik tajam; total mengintimidasi. “Dia duluan yang mancing emosi lo dan ngelempar sendal terus kena gue. Kalau dia tidak demikian 'kan, kita nggak akan dihukum. Bener tidak?”
Mereka sontak melempar pandangan Jeviar yang sedari tadi sibuk mengarahkan hairdryer. Pemuda tersebut membalas cepat saat tatapan Ghaitsa makin dalam, Jeviar menggeleng seolah sedang mengirim satu sugesti kuat. “Jangan tergoda bujuk rayu iblis, Sa.”
Dia menggeleng guna menyadarkan diri dari segala macam manipulasi dunia sebelum kembali menatap dongkol pada Haidden. “Jangan minta gue pegat kepala lo, ya! Keringin, nih! Besok gue mau jalan, biar nggak terus-terusan ketemu muka-muka setaniyah kayak kalian.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of Ghaitsa | Zoo Unit
Teen FictionLembaran demi lembaran kisah akan terisi penuh lewat setiap jejak kaki pada kenangan yang diciptakan. Kendati demikian Ghaitsa tidak begitu menikmati hidup 17 tahun seorang gadis versinya. Nomor dua pernah berujar, "Hidup itu seperti kolor. Awalnya...