─── ・ 。゚☆: .☽ . :☆゚. ───
Senin, 20 Juli 2017.
Masa-masa putih dongkernya benar-benar hancur lebur dari harapan. Jauh dari apa-apa yang Ghaitsa impikan semasa sekolah dasar. Barangkali wajar-wajar saja bila anak-anak seumuran mereka mulai tertarik akan dunia baru setelah melepas rok merah. Ghaitsa juga cukup penasaran akan bagaimana kisah yang akan dia jalani sebagai murid SMP Bimantala. Sudah meyakini diri bila dia akan mendapati setidaknya dua atau satu teman baru dalam klub selain kelas. Ghaitsa dipaksa menerima bayangan-bayangan indahnya bertukar selayaknya pasar malam di hari terakhir.
Penderitaan Ghaitsa di mulai pada hari pertama sekolah, ketika seharusnya dia menerima sekurang-kurangnya satu ajakan pergi bersama ke kantin. Kemudian dilanjut obrolan ringan dan menyenangkan mereka tentang sekolah lama sebelum Jeviar dan Yaziel datang guna menghancurkan semua harapan besarnya.
“Aisa! Buruan keluar, gue laper. Jangan lelet sebelum gue seret kaki lo ke kantin, cepetan!” teriak Yaziel di depan kelasnya.
Bangsat.
Laki-laki pengganggu itu rupanya mengambil peran banyak atas hancurnya kehidupan putih-dongker Ghaitsa. Maka dari itu dia menaruh dendam kesumat yang belum sempat terbalaskan.
Setelahnya Ghaitsa harus mengalami hari lebih-kurang seperti :
“Ghaitsa boleh kasih ini ke Yaziel? Dia keren main basketnya.”
“Ghaitsa! Sa! Jeviar suka apa, ya? Dia mau ikut lomba, mau nyemangatin gitu.”
“Ghaitsa! Ghaitsa! Boleh bagi nomorㅡah, enggak-enggak, tolong kasih nomor gue ke Jeviar dong, ya-ya?”
“Ghaitsa, boleh mampir ke rumah lo nggak?”
Ah, sial!
Ghaitsa akan berhenti membayangkan kenangan serupa mimpi buruk demikian. Tubuh sang puan merinding sejenak sebelum menarik napas usai mengikat tali sepatunyaㅡdalam hati merapalkan doa paling khusyuk khusus hari spesial ini. Gadis tersebut bangkit, maju beberapa langkah sebelum berbalik cepat menghadap Jeviar yang menyampirkan almamaternya pada tali tas sembari membaca serius buku bacaannya tadi sementara Yaziel mengenakan hoodie berwarna biru terang dan berkaca pada pantulan diri di jendela. Jujur saja, seolah didukung semesta. Ghaitsa kini melihat sinar terang mirip bling-bling di sekitaran dua kembarannya.
Tidak.
Dia tidak boleh lengah.
Wajah tampan tersebut hanya kedok belaka!
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of Ghaitsa | Zoo Unit
Teen FictionLembaran demi lembaran kisah akan terisi penuh lewat setiap jejak kaki pada kenangan yang diciptakan. Kendati demikian Ghaitsa tidak begitu menikmati hidup 17 tahun seorang gadis versinya. Nomor dua pernah berujar, "Hidup itu seperti kolor. Awalnya...