BAB 68 : Pertolongan Kanaya

832 92 5
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


─── ・ 。゚☆ : .☽☽☽. : ☆゚• ───


APABILA boleh jujur, Ghaitsa memang tak pernah berpikir bahwa segala rencana akan berjalan mudah. Tentu pergolakan hebat akan datang dari berbagai sisi terhadap serangkaian agenda perdamaian yang sang puan sodorkan, namun Ghaitsa tidak pernah tahu bahwa harapan nan ia taruh pada Archie dengan cepat menguap bagai seteko air mendidih di atas tungku. Setidaknya sulung Alexzander tersebut pasti mengatakan sepenggal kata, begitu pikir Ghaitsa seoptimis mungkin sebelum memutuskan terjun ke medan perang, namun sayang beribu sayang, harapan setipis benang itu terbang di bawa angin tatkala perintah untuk pulang Archie layangkan. Ghaitsa gagal sempurna di ikuti muramnya malam hari ini. Termenung suram di samping jendela sembari menekuk kaki dan angin malam membelai wajah jelas bukan termasuk dalam rencana. Barangkali kicauan burung dan redupnya cahaya bulan kini merupakan bentuk ejekan nyata alam pada harapan semu Ghaitsa.

Helaan napas mengudara berat. Suasana di rumah berlantai dua ini tidak lebih baik dari area pemakaman, sunyi dan sepi. Tidak ada teriakan agar semua manusia di sana bergerak cepat untuk makan malam oleh Archie. Tidak ada teriakan menggelegar Haidden sewaktu menonton siaran ulang bola di TV. Tidak ada decakan protes Jeviar karena terganggu agenda belajarnya. Tidak ada tingkah abnormal Yaziel dalam menggodanya. Benar-benar tidak ada. Tidak ada satupun dari empat saudara tertua mampir mengetuk pintu kamar sekadar basa-basi maupun bertukar pikiran atas ancang-ancang Ghaitsa sore tadi.

Mereka mengurung diri di kamar masing-masing, sibuk dengan pemikiran masing-masing pun barangkali sibuk menghindar satu sama lain. Mereka mengunci akses satu sama lain seolah-olah lupa bagaimana cara berkomunikasi begitu mereka sampai di rumah. Archie hanya menitip satu pesan singkat tanpa bertatapan untuk pertama kalinya dalam sejarah, "Masukin kulkas makanannya, sayang kalau sampai basi terus ke buang. Besok bawain buat temen-temenmu." dan hilang dari balik pintu. Bahkan tak ada tawaran bantuan dari siapapun hingga Ghaitsa seorang diri membereskan rantang makanan nan berderet manis dalam bagasi. Ghaitsa tidak banyak berkata pula selain mengangguk mengerti lalu mengerjakan tugas rumah, yaitu menyiapkan makan malam.

Gadis rembulan tersebut tahu benar bahwa acara penyambutan Haidden batal di laksanakan hari ini berkat ulahnya tadi hingga bersikap tahu diri sebagai pelaku jelas harus ia lakukan dengan meletakkan nampan berisi makan malam di depan masing-masing pintu kamar empat saudaranya. Sementara ia sudah kehilangan nafsu makan dan hanya membawa dua bungkus keripik serta segelas besar susu hangat selagi Ghaitsa menyusun kalimat permintaan maaf karena lagi-lagi bertindak egois. Dia masih sadar diri akan perbuatannya yang berharap permintaannya di turuti.

Namun ketika matahari pagi menyongsong, Ghaitsa kembali di sambut sepi sewaktu keluar kamar. Tidak ada siapapun di ruang tamu, dapur dan meja makan selain nampan kotor di wastafel. Mobil sang sulung yang raib menandakan bahwa Archie sudah pergi bekerja pagi-pagi buta. Motor si kembar juga sudah tidak ada di halaman, berarti keduanya telah terlebih dahulu pergi ke sekolah. Hanya terdengar suara Haidden yang berbincang dengan temannya dari dalam kamar dengan bahasa asing; mungkin bahasa Jerman.

Story Of Ghaitsa | Zoo UnitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang