─── ・ 。゚☆ : .☽☽☽. : ☆゚• ───
SEBELUM segala sesuatu tidak lagi berada di tempat dan terlanjur berserakan, Ghaitsa merasa bahwa aroma rerumputan basah nan bercampur dengan harum tanah lembap menyeruak mampu membuat paginya terasa jauh lebih baik lagi usai melewati serangkaian cetak kabur mimpi buruk. Di ikuti suara merdu kicauan burung sekaligus gemerisik halus dedauan tatkala iris kecokelatan tersebut menyaksikan langit beranjak berubah dari kelam menuju biru cerah. Sungguh-sungguh merupakan momentum yang berharga bagi hari-hari Ghaitsa yang selalu penuh keributan. Akan tetapi terkhusus kali ini, sang puan tidak bisa lagi melakukan rutinitas itu seperti yang sudah-sudah lantaran tuas emosionalnya telah mengalami malfungsi secara mendadak. Sebentar terlihat muram, lalu tiba-tiba sedih. Tak lama kemudian, kemarahan muncul, disusul oleh rasa malu yang samar. Belum sempat reda, jengkel pun datang lagi, membuat suasana hatinya berubah secepat angin yang berganti arah.
Ghaitsa pusing tujuh keliling.
Mau protes sebagaimana rupanya pun hal-hal yang terjadi baru-baru sudah jelas bermula dari permintaannya sendiri. Oleh karena itu, menyesal sama sekali tidak membantu atau berguna.
Hembusan napas kasar mengudara sewaktu menatap pantulan diri di cermin. Mengenakan baju hijau lengan panjang, serta rok denim pendek berwarna biru. Rambutnya panjang dan hitam, sebagian ditata ke belakang, memberikan kesan kasual namun rapi. Keinginannya terpenuhi. Piknik keluarga. Mereka akan melakukannya hari ini. Archie bahkan sampai mengirim surat izin ke sekolah agar mereka tidak perlu lagi menunda-nunda lebih lama lagi, mencari waktu luang di tengah-tengah jadwal padat pekerjaan selagi memastikan bahwa tanggal-tanggal tersebut tidak berdekatan dengan agenda keberangkatan Haidden. Alasan tersebutlah yang mendasari Johan kini hadir di rumah. Namun yang membuat hatinya kepalang jengkel ialah, "Minimal kasih aba-aba, kek!"
Tidak seperti permintaannya yang mendadak dan secara tak terduga menggemparkan seisi rumah, rupa-rupanya Ghaitsa masih belum siap secara mental. Otaknya mendadak tidak berfungsi secara baik apabila harus memikirkan, apa-apa saja kegiatan yang akan mereka lakukan hari ini? Canggung. Pasti akan canggung bukan main. Ghaitsa jelas-jelas tidak memiliki setengah dari kemampuan bersosialisasi Kanaya. Mustahil dia bisa bersikap seolah-olah semuanya sudah baik-baik saja. Gila. Ini jelas-jelas saja gila. Ya Tuhan! Mengapa penyesalan selalu datang terlambat? Ghaitsa pening. Decakan mengudara kelewat keras. Ekspresi keruh itu menjelaskan bagaimana riuhnya isi kepala sang gadis sekarang ini. Hingga tak mengherankan lagi apabila si empu berharap ada serangan alien ke bumi saat ini juga. Berjalan mondar-mandir mengitari kamar, Ghaitsa berharap mendapatkan sekurang-kurangnya satu pencerahan sebelum menghadapi takdir di luar kamar.Ia ternyata tidak seberani itu.
Meski pun sudah bersiap-siap memakai satu pasang baju sesudah mengobrak-abrik lemarinya cukup lama, berdandan rapi dan memastikan diri wangi. Ghaitsa masih enggan keluar. Dia mendadak cemas. Bagaimana kalau semuanya gagal? Bagaimana kalau ternyata piknik hari ini justru melenceng jauh dari harapan? Bagaimana jikalau semuanya tidak berakhir baik dan malah semakin memperburuk situasi serta kondisi mereka yang bahkan belum pernah membaik sebelumnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of Ghaitsa | Zoo Unit
Teen FictionLembaran demi lembaran kisah akan terisi penuh lewat setiap jejak kaki pada kenangan yang diciptakan. Kendati demikian Ghaitsa tidak begitu menikmati hidup 17 tahun seorang gadis versinya. Nomor dua pernah berujar, "Hidup itu seperti kolor. Awalnya...