Song : Billie Eilish & Khalid ㅡ Lovely
─── ・ 。゚☆ : .☽☽☽. : ☆゚• ───
MENGECAP setetes asa tidak lantas membuat pendirian menantang tegap dengan kokoh. Lantaran tersisip begitu banyak argumen dari bayang-bayang lampau. Menerka-nerka akan ragam susunan alur semesta nan menyentak sisa-sisa kewarasan yang tergenggam gamang. Diiringi ketukan melodi kuno ketika takdir perlahan merangkai runtut kisah norak pilihan. Akan bagaimana lakon peristiwa yang berlangsung bila sang puan kembali dipertemukan kembali dengan sumber lukanya. Apakah kapabel menekan tuas tantrum besar-besaran seperti dahulu? Kemudian, separah apalagi makian yang sanggup terlontar mutlak? Begitulah isi kepala jikalau telah menapaki kubangan lampau selagi memberi celah bagi sunyi untuk mendekap.Juga, narasi kampungan takdir memaksa puan rembulan tersebut guna menitip sepenggal pesan bersama ulasan senyum menenangkan yang disusul sebuah anggukan kecil kredibel, "Si kembar bakalan datang sebentar lagi karena mau ikut belajar bareng. Jadi, tolong bilang gue lagi ada urusanㅡmau itu lagi jajan atau apapun, nanti chat gue tentang alasannya. Makasih, ya." tatkala ia sepakat memberi secuil durasi pada permintaan separuh memohon milik sang ayah, "Ghaitsa, kalau kamu berkenan. Boleh saya minta waktunya sebentar?" yang entah mengapa tidak lagi mampu ia tolak tegas dan memutuskan untuk duduk di bangku taman rumah sakit, menunggu kedatangan Johan yang mengikis jarak sembari membawa sekotak kebab daging.
Aroma gurih menguar menggoda baik indera penciuman maupun perasa. Kotak sewarna bunga matahari tersebut berukuran sedang dan begitu hangat saat berpindah tangan pada anak gadis itu. "Archie bilang kamu suka kebab daging, niatnya mau dimakan sendiri, tapi karena ketemu kamu di sini, kamu makan saja."
Inkonsisten. Rasanya baru pertama kali seumur hidup Ghaitsa menemukan penggalan kalimat paradoks berasal dari Johan. Sementara masih segar dalam ingatan tentang betapa pongah lelaki itu tiap kali bersuara ditemani sorot tajam nan mampu mengantarkan teror secara diktatorial. Keadaan sungguh berubah drastis tanpa ia sadari prosesnya dan Ghaitsa masih hidup untuk menyaksikannya. Pun kalau diingat-ingat kembali. Dua kembar juga mewarisi iris galak luar biasa sanggup menyalak lawan tanpa ampun. Terutama atas kepemilikan Jeviar nan mampu menghantar kengerian seorang tiranis.
"Makasih, nanti Aisa makan bareng yang lain."
"Kalau begitu, mau dibelikan lagi? Sepertinya satu saja nggak cukup buat kalian berempat." Johan menawarkan antusias usai mengambil tempat duduk seraya tetap menjaga jarak, sadar diri memberi spasi guna menunjang kenyamanan.
Gadis tersebut bergeming tanpa berniat menoleh, ada sekelumit janggal mengusik batin yang anehnya justru menarik segaris tipis lengkung bibir. Ia berkedip kaku, menggeleng kecil lalu membalas lugas. "Nggak usah, nggak papa. Ini aja udah cukup." Yeah, mungkin lebih baik begini walau tahu bahwa ada dua manusia yang sanggup adu pukul guna memperebutkan satu suapan lebih banyak dari kebab menggiurkan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of Ghaitsa | Zoo Unit
Teen FictionLembaran demi lembaran kisah akan terisi penuh lewat setiap jejak kaki pada kenangan yang diciptakan. Kendati demikian Ghaitsa tidak begitu menikmati hidup 17 tahun seorang gadis versinya. Nomor dua pernah berujar, "Hidup itu seperti kolor. Awalnya...