BAB 45 : Rencana Semesta, Katanya

1.6K 355 90
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


─── ・ 。゚☆: .☽ . :☆゚. ───

AH, luar biasa. Kendati mengerti benar bahwa diri sedang berada dalam zona rawan selepas meluapkan emosi dan mendapati ratusan atensi menuju lamat-lamat ke arahnya. Ghaitsa dengan bodoh dan abai melupakan satu hal tersebut dan enteng sekali merajut langkah mencapai kantin bersama Haidden di sisi selagi Archie menyusul hingga Alexzander bersaudara duduk satu meja. Di tengah-tengah pula. Tentu saja, menjadi satu-satunya perempuan, keberadaan dan status masih dipertanyakan benar oleh penghuni Atraxia.

Ghaitsa merasa ia takkan sanggup mengangkat dagunya, pun pasang demi pasang mata nan mencuri-curi pandang membuatnya sukar bergerak nyaman. SebabㅡYa Tuhan! Bisa tidak mereka berempat berhenti memperlakukannya seperti bayi?!

“Adek, bakso punya kamu kuahnya merah banget,” peringat Archie dan menukar mangkuk mereka sembari berujar, “Nanti sakit perut.”

Haidden manggut-manggut dan menepuk-nepuk puncak kepalanya seolah bila ditinggal sebentar saja Ghaitsa bisa-bisa menangis merengek-rengek. “Kecap lebih aman,” timpal sang pemuda. “Kamu mau mamam apalagi? Banyak stan makanan juga di sini. Emang beda sekolah mahal, mah.”

“Iyalah. Sekolah lo 'kan burik,” cibir sang adik. Membagi dua rambut panjang bungsu Alexzander, Yaziel dan Jeviar tengah berlomba-lomba untuk menciptakan kepanhan rambut paling cantik dengan imbalan hadiah dipeluk sepanjang malam nanti oleh Ghaitsa yang mana belum disetujui sama sekali. “Lo bakalan kalah, Jep. Gue ahli dalam menata rambut. Inget! Yang nyisirin rambutnya pas TK itu gue, ya.”

Jeviar berdecak dan merotasikan mata mendengar ucapan sempurna percaya diri. Pun, agaknya dia juga khawatir akan kalah lantaran keahliannya memang tidak secakap Yaziel yang sedari dulu senang sekali mendandani Ghaitsa. “Jangan mimpi lo.”

“Ups, nggak pernah disayang-sayang lo, ya?” Senyuman miring menghina resmi dihantarkan pada Jeviar yang menukikkan bibir sebal bukan main dan berakhir mendesis sinis selagi sang kembar mengikat ujung rambut menggunakan ikat rambutnya. Yaziel tersenyum gemas, “Wadaw, lucu banget. Umumumu~ gemes banget, sih, Adek~” katanya sembari menghujani pipi chubby Ghaitsa dengan kecupan-kecupan ringan.

Ha! Ha-ha!

Ceburkan saja dia ke lautan terdalam, membeku selama ribuan tahun dan terbangun kala semua orang melupakan adegan memalukan ini. Ghaitsa menoleh horor pada Yaziel yang mengerjap. “Lo kalau mau pulang dengan selamat nanti, ber-hen-ti megang-megang gue!” cicitnya sehalus mungkin.

Detik itu juga Yaziel memutar tubuh dan berpura-pura makan begitu lahap agar Ghaitsa berhenti menatap tajam padanya, aduh, pake lupa kalau dia masih macan betina. Jeviar menyunggingkan lengkungan bibir paling pongah guna menghina sang kembar sebelum dengan tenang mengusap lembut hasil kepangan rambutnya. “Suka nggak?”

Story Of Ghaitsa | Zoo UnitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang