─── ・ 。゚☆: .☽ . :☆゚. ───
TUTUR membumi. Asa lantas mencapai angkasa. Rajutan do'a diselimuti harapan demi harapan terbaik telah melesat menuju inti bumi yang mana semesta akan mendengar tiap-tiap intensi nan sedang diperjuangkan mati-matian dengan sekelebat kelabu. Pun menanti rentetan peristiwa takdir yang dilapisi tanda tanya besar; akan apa yang terjadi di masa depan nanti. Namun satu keinginan absolut, yaitu kebahagiaan senantiasa membaluri mereka bersama dekapan lembut dan sambutan hangat agar usaha tidak lekas usai.
Sebagaimana lantunan do'a untuk kesayangan yang sudah berada dipangkuan Tuhan, tanpa duka, tanpa luka, tanpa derita. Ghaitsa selalu menghantarkan do'a serupa bagi Aimara yang sudah kalah dalam perjuangan melawan kejamnya semesta menyeleksi alam.
Mama … hari ini Aisa bahagia. Bahagia banget dan aku sehat-sehat aja. Mama, setiap hari terasa spesial. Baru kali ini aku menunggu hari esok supaya bisa ketemu mereka, orang-orang baik yang terima Aisa dalam setiap kondisi. Mama, sampaikan pada Tuhan kalau Aisa tengah berbahagia sekarang. Merupakan bisikan hati tertulus bersama seulas senyuman manis pertama yang Ghaitsa tunjukkan setelah sekian lama dirundung duka secara intens dengan nol perlawanan. Jangankan menghalau, melindungi diri saja dia kehilangan kendali. Sehingga yang mampu dikais raga hanyalah belas kasih air mata.
Sesudah menghabiskan banyak waktu bermain sekaligus berbelanja. Alexzander bersaudara mengunjungi makam Ibunda sebelum Haidden lepas landas meninggalkan negara dalam beberapa hari. Pun karenanya pemuda penikmat kopi hitam tersebut diberi kelonggaran waktu lebih lama menumpahkan isi pada sang ibu sementara mereka memberikan sedikit jarak.
Ghaitsa melirik Archie yang masih tetap tegar sebagaimana pemuda itu hidup selama ini. Tiga tahun lalu, sewaktu kehidupan terasa pelik sepeninggalan Aimara. Sulung Alexzander hanya sebatas lulusan baru dari sebuah universitas cukup ternama kota dan baru menjabat sebagai karyawan muda pada perusahaan iklan. Dalam pertumbuhan signifikan, Archie tahu-tahu menjadi manajer tim termuda di perusahaannya.
Ah, rasa-rasanya masih segar dalam ingatan saat Archie bertransformasi menjadi tulang punggung keluarga dari seorang anak sulung seusai mereka melepas nama belakang sang ayah. Bagaimana laki-laki itu menangis tiap malam tanpa ingin empat adiknya tahu, betapa sukarnya ia bermain peran sewaktu siang datang hanya demi menguatkan mereka semuaㅡterlebih-lebih Ghaitsa yang kepayahan menjadi manusia seutuhnya, pun dibabat pekerjaan nan tiada berkesudahan meski malam menjemput. “Nggak boleh tidur, Chie. Harus selesai malam ini. Lo udah punya tanggungan selain diri sendiri. Adek-adek lo butuh lo, Archie. Jangan nyerah. Jangan kalah. Lo udah jadi kepala keluarga sekarang. Ayo bikin mama bangga!” Sepenggal kalimat yang selalu disematkan ketika tubuh telah teramat lelah namun istirahat hanyalah impian belaka.
Belasan cangkir kopi. Makan tidak teratur. Cemilan abal-abal. Kantung mata menggelap sempurna. Badan digasak habis dunia sampai mengurus tetapi sialnya, hari ini, baru puan tersebut sadari jikalau Archie tidak pernah sekalipun mengeluh pada mereka. Laki-laki itu membangunkan mereka setiap hari, memasak sarapan dan pulang dengan martabak di tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of Ghaitsa | Zoo Unit
Fiksi RemajaLembaran demi lembaran kisah akan terisi penuh lewat setiap jejak kaki pada kenangan yang diciptakan. Kendati demikian Ghaitsa tidak begitu menikmati hidup 17 tahun seorang gadis versinya. Nomor dua pernah berujar, "Hidup itu seperti kolor. Awalnya...