─── ・ 。゚☆: .☽ . :☆゚. ───
BEGITU plester tersemat manis pada lutut sang puan, Rintami selaku ketua PMR sekolah yang sedang bertugas menjelaskan kala membereskan barang-barang. “Pulang nanti bersihin lagi pake alkohol, ganti plesternya kalau bisa ditambah perban kecil supaya cepat keringnya. Usahain jangan banyak gerak dulu, ya, Dek. Hati-hati kalau main, jangan sampai luka lagi.” dan begitulah pesan sang kakak kelas sebelum keluar dari ruangan.
Ghaitsa mengerjap menatap plester putih bermotif kartun menggemaskan dan mengusap lembut lututnya untuk mengangguk kemudian. “Nggak sakit lagi,” katanya. “Jadi kalian berhenti adu mekanik di sini.”
Kegiatan penuh tenaga di depan mata sana sukses berhenti sewaktu Ghaitsa berkata demikian. Joanna memiting leher Yaziel. Kanaya dan Haiga sibuk menarik rambut satu sama lain kini melempar pandangan kearahnyaㅡentah beruntung atau tidak, mereka enggan mengganggu Jeviar yang duduk menyilang kaki sekaligus tangan di depan dada, barangkali karena sudah tahu anak laki-laki itu segitu menyeramkan untuk diganggu tanpa rencana matang. Sementara itu, Yezira selesai menyeduh teh hangat dan mendekati sang gadis. “Diminum dulu, panasnya udah ditakar, kok.”
“Makasih, Ra.” Ghaitsa tersenyum manis. “Padahal gue nggak demam, lecet doang.”
“Privilege korban duo freak, anggap aja demikian,” balas Yezira lalu menumpu diri pada nakas di sebelah ranjang.
Dalam satu dorongan kuat Yaziel sukses terpental dan pelakunya tergopoh-gopoh menghampiri guna menangkup pipi chubby Ghaitsa. Digoyangkan kepala si empu berulang-ulang untuk memastikan bahwa tak ada luka tersembunyi. Joanna menghela napas lega, diam-diam. “Ghaitsaaaa, kakinya sakit banget, ya?”
Lawannya menggeleng dan melempar cengiran khas termanis. “Enggak, kok. Udah mendingan, cuma nyut-nyutㅡ”
“HUEEE! LUTUTNYA GHAITSA NYUT-NYUTAN! HUWAAAA!” tangis Kanaya sambil menekan-nekan halus lutut sang puan. Tidak lama kemudian dia memeluk kepala sang teman guna diusap-usap. “Maaf, ini semua salah Haiga. Lo boleh bunuh dia karena dia nggak berguna. Huhuhu~ nanti gue bantu buangin mayatnyaㅡADOH, BIUNG! DAHI AING!”
Tepat setelah Kanaya mengaduh, ia mundur beberapa langkah untuk mengusap rasa panas yang tertinggal berkat jitakan di dahi oleh Yezira. Gadis tersebut melotot berang hingga dia tidak mampu protes. “Jangan berisik. Ini UKS, tempat healing bukan pasar yang bisa teriak-teriak di sini,” omelnya lalu mengurut pelipis yang tengah berdenyut-denyut. “Apapun yang terjadi sekarang karena kalian berdua jahil mau ngerjain Jeviar lewat hukuman yang dikasih ke Haiga. Tolong, jangan diperpanjang lagi. Minta maaf.”
“Dih, ogahㅡ”
“Atau nggak ada cokelat setiap pagi?”
“Gue bisa beli sendiri.” Joanna masih keras kepala melipat tangan pongah sedangkan Kanaya mulai goyah. Oleh karena itu ia menyenggol gadis tersebut. “Harga diri lo sebatas cokelat doang, hah?!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of Ghaitsa | Zoo Unit
Fiksi RemajaLembaran demi lembaran kisah akan terisi penuh lewat setiap jejak kaki pada kenangan yang diciptakan. Kendati demikian Ghaitsa tidak begitu menikmati hidup 17 tahun seorang gadis versinya. Nomor dua pernah berujar, "Hidup itu seperti kolor. Awalnya...