─── ・ 。゚☆ : .☽☽☽. : ☆゚• ───
🌙🌙🌙
GHAITSA benar-benar ingat bagaimana cara ia dicegat sewaktu tengah tergesa-gesa berlari menuju perpustakaan yang mana disambung oleh entitas serupa benang kusut berkabut cemas; celingak-celinguk memerhatikan sekitar, takut tertangkap basah oleh entah apa atau siapa. Kemudian disambut lewat suara serak tertahan dengan bahasa tubuh cukup janggal, “Ghaitsa, kalau lo nggak keberatan. Boleh gue minta waktu lo sebentar?” dan permintaan Elvan yang nyaris terdengar seperti permohonan tersebutlah nan tidak sanggup Ghaitsa tolak. Meski tubuh secara nyara bergidik ngeri kala membayangkan amarah Bu Romanova sewaktu tahu pekerja paruh waktunya datang terlambat hari ini.
25 menit, lebih sedikit. Berlatar belakang gazebo pemanis lapangan dan angin sepoi-sepoi menjelajahi tiap inci kulit. Elvan menepati janjinya dengan tidak mengambil banyak waktu dalam menjelaskan maksud kedatangan dan tak ayal sekaligus menjawab pertanyaan terpedam Ghaitsa selama ini. Alasan mengapa Elvan tidak ikut bergabung bersama rekan-rekan sepermainan dua kembaran sementara dia tahu benar, amukan Kanaya tidak cukup ampuh guna menendang anak laki-laki tersebut menjauh.
“Gue nggak minta lo buat bilang ke mereka tentang obrolan kita ini, gue cumaㅡyeah,” Elvan menggaruk tengkuk sekilas dan mengulas senyum kaku. “gue cuma ngerasa bersalah dengan apa yang gue bilang hanya karena gue marah. Gue minta maaf, Ghaitsa. Seharusnya gue nggak ngolok-ngolok trauma seseorang. Sementara gue tau kalau trauma itu bukan sebuah candaan bagi yang ngalamin. I'm sorry, really sorry.”
Sejujurnya, Ghaitsa pernah bertanya pada Yaziel akan ke mana manusia menyebalkan yang menunjuknya terang-terangan di kantin semasa awal masuk sekolah. Namun alih-alih meledek seperti yang sudah-sudah, sang kembar justru menyahut kelewat ketus. “Nggak usah lo urus manusia biadab itu. Kalau ketemu atau papasan, lo halal lempar kepalanya pake batu.” dan karena itulah Ghaitsa paham ada pertikaian antara mereka dengan dia sebagai "tokoh" utama. Sebab sang puan tahu benar bahwa Yaziel bukan tipikal orang yang senang berselisih dengan seseorang sampai-sampai berujar demikian di rumah, terlebih di hadapannya. Yaziel sungguh-sungguh tipikal manusia yang senang dan pandai bersosialisasi. Banyak teman, sedikit musuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of Ghaitsa | Zoo Unit
Teen FictionLembaran demi lembaran kisah akan terisi penuh lewat setiap jejak kaki pada kenangan yang diciptakan. Kendati demikian Ghaitsa tidak begitu menikmati hidup 17 tahun seorang gadis versinya. Nomor dua pernah berujar, "Hidup itu seperti kolor. Awalnya...