─── ・ 。゚☆: .☽ . :☆゚. ───
BERJALAN sebagaimana mestinya. Alam semesta masih melepas matahari terbit bersama sinar terang berbalut hangat mendekap bumi, pun dedaunan pohon diminta bekerja keras guna menghantarkan oksigen segar untuk dihirup tanpa satu rupiah pungutan biaya. Juga, Atraxia berjalan tanpa perbedaan signifikan, persis sama seperti rutinitas harian biasa. Tetap merapatkan diri memenuhi setiap sudut sekolah guna membahas materi yang telah diunggah pada aplikasi pribadi Atraxia. Jelas, dan tentu saja. Angka menjadi satu-satunya alasan mereka bersekolah di sana.
Satu persatu jam pelajaran kemudian silih berganti mengisi aturan yang berderet rapi pada daftar mata pelajaran. Klub bola dan basket pun belum berdamai terkait tentang alih kuasa lapangan utama sekolahㅡingin eksis ditonton orang-orang. OSIS pun masih memancing gondok tatkala mendikte cara bersegaram sementara Atraxia membebaskan murid-murid berekspresi selagi memakai semua perlengkapan atribut. Letak kantin tak mengalami perubahan posisi barang satus sentipun.
Tetapi … mengapa mereka merasa kosong sekarang?
Barangkali perasaan rumpang yang sedang dirasa terjawab sudah kala Haiga menyodorkan tiga permen susu kopi dan bertanya sembari mengambil tempat di hadapan tiga perempuan yang sedang duduk pada satu baris. “Omong-omong, Ghaitsa kemana? Nggak ada kabar, lho, dari pagi.”
Berkedip kaku tatkala menyadari sesuatu, para gadis lantas terlihat makin muram sewaktu penyebab gundah gulana hari ini adalah absennya Ghaitsa dari kelas 10 MIPA 4 yang tidak sebising hari-hari lalu.
“Iya juga, ya … Ghaitsa kemana, Ra?” Kanaya menoleh pada sang teman yang justru sekarang menyenggol Joanna dan menanyakan hal sama. Yezira menaikkan alis malas sambil menyorot sayu, “Lo dapat kabar Ghaitsa hari ini?” dan ujung pertanyaan berantai tersebut adalah berupa gelengan. “Semua chat dan telepon nggak ada balasan sama sekali. Dia tuh kekㅡwhushh! Menghilang gitu aja.”
Haiga menyeruput yoghurt kemasan dengan kening berkerut sebelum berkata, “Katanya temen, kok, kabar temen sendiri nggak tauㅡNAYA, YA ALLAH! ITU KURSI TAROK LAGI! GUE BERCANDA, SUMPAH, BERCANDA AJA! BESTIE, IYA, BESTIE! BESPREN BANGET KALIAN, SUMPAH!” dan sang tuan harus segera mengambil langkah mundur walau nyaris tersungkur saat Kanaya mengangkat kursi tinggi-tinggi lewat ekspresi datar namun jelas, perempuan bertubuh mungil itu tengah jengkel. “Bisa cepet ubanan gue di sini saking stresnya,” gumam Haiga, ngeri.
Tangannya menumpu dagu kala mengambil napas berat dan menatap Haiga penuh sorot sesal. “Harap maklumi, dia haid hari pertama jadi makin sensian. Emosional level dewa.”
“Tapi nggak usah KDRT, dong!”
Joanna mendelik dan bersedekap tangan pongah sambil menyahut. “Tau apa lo tentang kekerasan dalam rumah tangga, Ga?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of Ghaitsa | Zoo Unit
Fiksi RemajaLembaran demi lembaran kisah akan terisi penuh lewat setiap jejak kaki pada kenangan yang diciptakan. Kendati demikian Ghaitsa tidak begitu menikmati hidup 17 tahun seorang gadis versinya. Nomor dua pernah berujar, "Hidup itu seperti kolor. Awalnya...