─── ・ 。゚☆: .☽ . :☆゚. ───
KOIN memiliki dua sisi. Matahari serta bulan mengandalkan pun saling mengandalkan satu sama lain. Terlebih-lebih laut bekerja sama dengan awan guna menampung uap air yang mana akan dilepaskan sewaktu-waktu nanti. Kendati demikian mengerti akan ada sesuatu hal yang saling berketergantungan dan sukar untuk dipisahkan. Agaknya ada suatu perkara yang memang sekonyong-konyong mendeklarasikan diri begitu saja dengan alasan jauh dari kata logis.
Benar-benar dipertanyakan berasal darimana, 'kah, teori tersebut?
“Kami kembaran, jadi harus kemana-mana bertiga,” tekan Yaziel menjelaskan tatkala tiga perempuan mengerjap heran pada dua pemuda jangkung itu. “Aisa pergi, kita berdua juga ikut.”
Jeviar menimpali lugas sekaligus jengah. “Cuma dia. Gue dipaksa.”
Oke. Mari diperjelas bagaimana suasana aneh bin janggal ini dapat terjadi. Kemarin, empat gadis itu menghabiskan nyaris setengah malam mengobrol berbagai macam topik. Mulai dari sepenggal peristiwa di balik komunikasi jarak jauh di mana Kanaya terjungkal jatuh dari ranjang kakaknyaㅡyang baru diketahui memiliki paras rupawan minta ampun ketika mereka menjengukㅡlalu disambung Joanna dan tantenya mengemas pesanan, omong-omong adik ibu gadis itu membuka usaha katering dari lauk-pauk sampai berbagai macam bentuk kue. Pun berkenaan saat Yezira memperlihatkan bahwa biji tanaman yang mereka tanam kala bertamu terakhir kali kini sudah tumbuh menjadi bunga yang cantik. Dan sebagaimana akhir, Ghaitsa bercerita bahwa Haidden akan segera melanjutkan studi ke Jerman.
Mendapat beragam macam reaksi. Kanaya yang paling heboh sampai-sampai dijitak Keanoㅡkakaknyaㅡdan menangis dramatis. Wah-wah, Kanaya di depan sang kakak benar-benar jauh berbeda dengan Kanaya di sekolah tetapi tingkah absurdnya seratus persen menandakan mereka sepasang kakak beradik tanpa perlu tes DNA. Kemudian demi menjaga relasi, Yezira mengusulkan ide memberi sebuah hadiah perpisahan walau mereka belum kenal dekat tetapiㅡ“Selagi abangnya Aisa tau kita temenan sama adeknya terus pernah main ke rumahnya juga. Hadiah kecil nggak papa dong.”
Akan tetapi saat hari-H menunaikan misi mencari benda yang sekiranya berguna bagi seorang mahasiswa rantauan. Tiga gadis itu justru menjumpai Jeviar dan Yaziel berdiri dibalik punggung Ghaitsa yang tersenyum menyesal dengan sorot mata seolah berkata, “Aku sudah berusaha semampuku, Kawan. Memang ini takdirnya.”
“Argh!” geram Kanaya, tidak habis pikir. “Literally, kami cuma mau menjelajahi toko buku buat nyari referensi tugas dan nyari hadiah yang pas serta cocok bagi Kangmas Haidden yang mau pergi. Serius banget kalian wajib ikut juga gitu? Please, kami mau girls time.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of Ghaitsa | Zoo Unit
Teen FictionLembaran demi lembaran kisah akan terisi penuh lewat setiap jejak kaki pada kenangan yang diciptakan. Kendati demikian Ghaitsa tidak begitu menikmati hidup 17 tahun seorang gadis versinya. Nomor dua pernah berujar, "Hidup itu seperti kolor. Awalnya...