BAB 11 : Perusuh Pagi, Lagi

2.3K 428 23
                                    

─── ・ 。゚☆:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

─── ・ 。゚☆: .☽ . :☆゚. ───

BENERAN nggak mau Abang anterin, nih?”

Rentetan adegan tadi rupanya masih meninggalkan rasa jengkel nan menggebu-gebu untuk Ghaitsa. Bujukan lewat semangkuk besar ayam pedas-manis kesukaan buatan Archie tidak cukup guna mengembalikan suasana hati secerah cakrawala. Selagi menyusupkan kotak bekal ke dalam sang bungsu yang sedang mengikat tali sepatu. Archie mendesis pelan, wajah kusut berlipat-lipat tersebut agaknya sedikit rancu meski puluhan maaf dilontarkan. Pun tetap menolak sodoran berbatang-batang cokelat dari Haidden, binder estetika cuma-cuma diberikan Jeviar dan satu pack ikat rambut persembahan Yazielㅡyang satu ini tidak dapat Ghaitsa abaikan sebab memiliki warna teramat memukau iris.

Ghaitsa lantas berdiri dan melempar sorot sinis pada barisan pemuda di teras yang berujung dengusan sebal nan keras

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ghaitsa lantas berdiri dan melempar sorot sinis pada barisan pemuda di teras yang berujung dengusan sebal nan keras. Ia menyambar tas punggung dan berceletuk, “Sampai waktu yang ditentukan, mulai sekarang kita bukan friend.”

“Lho, 'kan emang bukan. Gue kembaran lo sama Jevi. Terus Bang Archie anak pertama dan Aiden anak kedua yang resmi merupakan abang lo.” Yaziel memaparkan sagahan bersama gestur tangan kelewat atraktif. “Dari awal kita emang bukan temen, Sa.”

“Oke,” Ghaitsa mengangguk dengan seraut wajah lempeng dan menatap kepala sukuㅡArchie. “yang mau Aisa maafin, silakan buang mayat Ziel ke sungai tanpa ketauan. Sekian, ditunggu laporannya.”

Archie memasang postur tubuh hormat ala kerajaan abad 17 dengan kepalan tangan kanan di dada kiri dan mengirim satu anggukan. “Baiklah, perintah Tuan Putri akan kami laksanakan.” lalu melayangkan kode menuju Haidden. “Bunuh hama itu sekarang juga.”

“Baik, Kapten.”

Jeviar menghela napas lelah terlampau muak sembari merotasikan bola mata, dia mengurut pangkal hidung sebab pusing tiba-tiba menyerang kepala. “Udah nggak bisa diobatin ini, mah. Yang kena akarnya.”

“YANG MULIAAA! HAMBA TIDAK BERSALAH! HAMBA HANYA MENGIKUTI PERINTAHㅡETDAH, BANG! GUE NYETRIKA SUBUH-SUBUH BUKAN BUAT LO KUSUTIN LAGI! LEPAS, WEE! TEGA AMAT LO, SA. GUE KIRA KITA SPESIAL, HUHU!”

Story Of Ghaitsa | Zoo UnitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang