33. Hai Kids, Hai Mama. [Revisi]

129 15 0
                                        

33. Hai Kids, Hai Mama.

***

"Lama banget, Pa? Mobil Tara jauh parkirnya?" Sambut Nisa begitu suaminya tiba kembali dimeja mereka, hampir lima belas menit ia menunggu barulah suaminya kembali.

"Ngobrol sedikit tadi, sama Tara. Ku katakan juga tidak perlu mengantar Kai ke rumah karena aku akan menjemputnya sepulang kerja nanti."

Nisa menatap suaminya dengan senyum masam. "Pa, apa nggak sebaiknya kita biarkan senyamannya Tara saja? Kai kan juga anak Tara Pa, tidak masalah kan kalau misal Tara ingin Kai menginap?"

Raka mengernyit tidak suka. "Nggak, pokoknya nanti aku tetap akan menjemput Kai. Kamu bilang Tara sudah punya anak dari Tama, aku nggak mau Kai di abaikan kalau dia bergabung dengan anak Tama itu!"

Nisa menghela nafas panjang. Suaminya sangat keras kepala, tidak bisa dibujuk kalau sudah memiliki kemauan. "Ya sudah, terserah Papa. Tapi ingat ya, bersikap baik kalau nanti bertemu Tama. Jangan ada keributan pokoknya disana."

"Sayang, kamu bicara seolah aku ini suka membuat keributan." Protes Raka tidak terima. Meski tidak begitu ramah, Ia adalah pecinta damai. Ia bukan Brian atau pun Satria yang suka adu otot.

"Kamu suka jutek soalnya, aku sih yakin kalau Tama akan baik-baik sama kamu. Tapi Tara kan punya dendam terpendam sama kamu, sampe selalu sensi bawaannya kalo bahas kamu."

"Halah, Tara begitu karena cinta nya pernah ku tolak duluu!"

"Kamu sehat, Pa?" Nisa menatap suaminya pura-pura kaget. Namun bibirnya berkedut menahan tawa. Kalau saja Tara mendengarnya, wanita itu pasti tidak segan-segan mengamuk tak terima.

"Aku sehat, Sayang. Kamu nggak percaya? Aku ini tampan loh, pintar, baik, setia, dulu juga tidak pernah aneh-aneh makanya Tara naksir sama aku." Ucap Raka jumawa.

"Iya, kamu memang cowok idaman dulu. Lalu Tara jatuh cinta padamu, dan kamu menolaknya. Benar begitu Pa?" Ulang Nisa, sambil berusaha menahan senyum gelinya.

Raka mengangguk serius. "Benar! Lalu saat Tara menyatakan cinta, aku langsung menolaknya. Oh Tara, sebenarnya kau memang cantik. Tetapi cowok setampan Raka  ini tidak bisa semudah itu menerima cintamu. Kamu harus mengantre giliran seperti gadis-gadis lain jika ingin menjadi kekasihku. Lalu, karena Tara terlalu sombong, ia tidak mau mengantre. Ia marah padaku dan mendendam hingga hari ini."

"Kalau Tara sampai dengar ini, kamu pasti sudah dijadikan adonan mendoan, Pa!" Sembur Nisa di iringi tawa keras sembari berlari keluar dari kafe. Sejak tadi orang-orang telah mengamati keduanya karena terlalu berisik, padahal hanya dua orang saja.

Sementara Raka mengikutinya dibelakang sedikit salah tingkah. "Jangankan cinta ya Ma, Tara saja kalau sama aku kayak liat lalat. Jijik-jijik gimana gitu.. "

Nisa semakin terbahak keras. Ia masuk dalam mobil sambil memegangi perutnya yang sakit karena terlalu banyak tertawa hari ini.

Raka memasuki mobil dan mengernyit melihat Nisa meringkuk disampingnya. "Kenapa sayang?"

Nisa meringis menahan sakit hingga wajahnya sedikit memerah. "Aduh, Pa. Perutku keram."

"Keram gimana? Kamu halangan sayang?" Raka mengusap punggung isterinya beberapa kali berharap Nisa sedikit membaik.

"Enggak Pa, aku nggak halangan. Eh-," Mendengar kata halangan, Nisa baru ingat kalau jadwal menstruasinya..

"Pa? Ini bulan berapa?"

"Bulan..? Bulan dua."

"Pa?"

***

Hari ini Tara benar-benar menghabiskan waktunya dengan Kaisar. Ia membawa Kaisar ke apartementnya, sengaja tidak mengunjungi butik karena takut Kai tidak nyaman dengan keramaian.

Tara mengajak Kai memasak, membuat kue cokelat senderhana, puding susu vanila, dan makanan-makanan lainnya yang ia suka. Seperti pepatah mengatakan, buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Kai juga menyukai semua makanan kesukaan Tara.

Setelah makan siang, tiba-tiba kejutan datang. Tama mengantar Kala ke apartement, karena Tama ada meeting di luar kantor. Ia tidak bisa meninggalkan Kala lama-lama.

Canggung.

Situasi yang terjadi selama sepuluh menit saat Kai dan Kala bertemu. Tara membiarkan keduanya mengekspresikan diri sesuka mereka. Kala aktif, Kaisar juga begitu. Hanya setelah Kala mengajak Kai bermain dengan nada manis, keduanya langsung akrab dan asik dengan semua kegiatan mereka. Mulai dari main bola, mobil-mobilan, barbie, semua permainan yang ada diapartement dipakai oleh keduanya.

Tara tersenyum haru menatap keduanya yang berdiri sejajar dengan tinggi berbeda. Postur tubuh mereka juga berbeda, Kala lebih terlihat mungil dari Kaisar. Bagaimana bisa? Padahal mereka lahir dihari yang sama. Rambut mereka juga berbeda, rambut Kai lebih tipis mungkin juga karena sering di cukur, sementara rambut Kala lebih panjangan dan lebat.

"Mau? Adek, coba suap kakak." Pinta Tara pada Kala. Bocah itu menyodorkan cokelat ditangannya kedalam mulut Kaisar.

"Enak Kak?" Tanya Tara pada Kaisar.

Kaisar mengangguk riang. Lalu ia merangkul Kala dan mencium gemas pipi bocah itu. "Kakak, adek pipinya jadi banyak cokelat."

"Ukat.. nak.. kakak.." Kala malah semakin mengusapkan sisa cokelat di tangannya ke pipi gembulnya. Ia berlari melihat kaca, lalu tertawa keras dan menunjukkan hasil ulahnya pada Kaisar. "Nak.. Pi.. nak.. ukat." Tunjuk Kala pada pipinya.

Kaisar tersenyum dan berlari dengan semangat mengejar Kala. Di pegangnya kepala sang adik, lalu di jilatnya keseluruhan pipi Kala yang terkena noda cokelat.

"Kakak, kok adeknya malah dijilatin!" Seru Tara di sela tawanya.

Kala memberontak dari rangkulan Kai, ia berlari sehingga Kai terus mengejarnya.

Kala senang bukan main, ia memiliki teman dan bisa bebas bermain sekarang.

Tara hendak bangkit dan menangkap keduanya yang masih berlarian, namun bunyi bel begitu mengganggunya.

"Tapa Mi?" Tanya Kala, paham ada yang datang.

"Capa Ma?" Kaisar ikut-ikut, meski panggilan Kala pada Tara dan Panggilan Kaisar pada Tara berbeda.

"Mama cek dulu ya, sayang. Kalian mau ikut?"

"Kuttt.." Sambut keduanya bersamaan.

Tara menggendong keduanya lalu menuju pintu. Ia turunkan kembali kedua anaknya di sampingnya sebelum membuka kunci.

Ceklekk..

"Papaaaa...." Suara Kaisa menggelegar begitu  melihat sang ayah berdiri di hadapannya.

Tara membeku. Raka dihadapannya hanya menggunakan kaos putih pendek dan celana jeans cokelat. Mau apa lelaki itu kesini? Ini baru pukul 3 sore, bukankah Tara sudah mengatakan untuk menjemput Kai dirumah Tama nanti pukul 5?

"Hai anak-anak.. Hai Mama.. Papa boleh gabung main dengan kalian kan?"

"Yaaa papa, yeaay!" Kaisar senang bukan main. Sementara Tara hanya membeku sembari menggenggam tangan mungil Kalla. Gadis kecil itu juga ikut terdiam melihat kedatangan Raka.

***

SALAH RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang