Prolog

8.8K 672 23
                                    

Perang Sadeng 1331

Tak ada rasa gentar apalagi takut bagi seluruh pasukan Majapahit menghadapi pemberontakan dari para kesatria Sadeng dan Keta yang saling bersatu. Bagaimana bisa para prajurit yang turun ke medan perang itu gentar, bila Sang Rajaputri Tribhuana Tunggadewi sendiri ikut turun memimpin pasukan. Di tangan kirinya bahkan memegang pataka yang berbentuk mirip keris.

Sang Rajaputri berdiri di tengah-tengah. Di samping kanannya ada sang patih yang namanya begitu masyhur-Patih Gajah Mada, sedangkan di sisi kirinya terdapat Patih Ra Kembar. Kedua patih tersebut menunggu titah dari Rajaputri untuk siap bertempur melawan para kesatria Sadeng dan Keta yang terkenal tangguh itu.

Dagu Sang Rajaputri terangkat, akan tetapi dadanya bergemuruh hebat. Netranya berkaca-kaca saat melihat ke sekelilingnya. Peperangan menghadapi Sadeng dan Keta tentu saja akan menyisakan duka dan lara dalam catatan sejarah masa kepimpinannya yang belum genap tiga tahun itu. Namun, tidak boleh ada keraguan dalam dirinya, karena kestabilan pemerintahan adalah yang utama untuk Majapahit.

Wajah cantik nan tegasnya itu, dia tengadahkan ke nabastala yang sedikit mendung. Sembari Sang Rajaputri pertama Majapahit itu menggumamkan doa pada Budha dan Sang Hyang Widhi, agar hari ini akan membawa kemenangan untuk Majapahit. Tangannya memegang erat pada gagang kerisnya yang tingginya hampir mencapai setengah meter itu diangkat tinggi hingga menjulang seakan menyentuh dan menggetarkan nabastala.

Sang Rajaputri berseru. "Tandya!" kemudian tangannya yang tadi menghadapkan kerisnya ke atas, kini diarahkannya ke depan. "Serang!" titahnya dengan suara lantang nan menggelegar mengobarkan semangat juang dari para prajurit. Bende pun ditabuh dan panji-panji berlambang Surya Majapahit pun dikibarkan sebagai penyeru. Ratusan pasukan garda depan segera maju dipimpin oleh Patih Gajah Mada dan juga pasukan elite-nya yang bernama Pasukan Bhayangkara.

Pertempuran pun tak dapat terelakkan lagi. Suara tombak dan perisai saling beradu. Jerit-jerit prajurit yang mengadu kesakitan saat terkena tebasan tombak ataupun keris, kalah oleh teriakan-teriakan semangat baik dari pasukan Majapahit atau Sadeng.

Sang Patih Gajah Mada yang selalu tampak gagah dan berani, tanpa ampun menyerang lawan. Namun, netranya membelalak saat melihat Sang Rajaputri juga tengah ikut bertempur. Yang Gajah Mada inginkan adalah Sang Rajaputri hanya menyaksikan perang dari kereta kencana, tapi tampaknya wanita nomor satu di Majapahit itu tak mau tinggal diam. Maka Gajah Mada pun segera memerintahkan salah satu kesatria Bhayangkara kepercayaannya untuk membantu Sang Rajaputri.

"Arya Bhanu!" teriaknya pada sosok laki-laki dengan badan tegap berkulit kecokelatan. Arya Bhanu yang baru saja menancapkan kerisnya pada perut salah seorang prajurit Sadeng pun menoleh dengan napasnya yang terengah-engah.

"Segera ke arah Gusti Rajaputri! Lindungilah Rajaputri, aku akan menghadang prajurit yang menghalangi jalanmu! Sekarang Arya Bhanu!" Suara Patih Gajah Mada menggelegar, titahnya pun segera dilaksanakan oleh bekel muda itu.

Gajah Mada tahu bahwa Arya Bhanu adalah orang yang tepat untuk melindungi Rajaputri Tribhuana Tunggadewi. Pemuda itu akan mempertaruhkanya nyawanya dengan sepenuh hati.

Arya Bhanu  segera berlari ke arah Tribuana Tunggadewi, dengan tangkas dan sigap, ia melempar pisau kecil yang terselip di ikat pinggangnya ketika pemuda itu melihat seorang prajurit Sadeng hendak menyerang Rajaputri dari belakang. Prajurit itu pun tumbang dan seketika Sang Rajaputri melihat ke arah belakang. Tribhuana Tunggadewi-yang memiliki nama panggilan sejak kecil Gitarja itu-sempat mengerjap pelan dan hendak menyeru memanggil nama Arya bhanu, tapi tangan kanannya sudah ditarik terlebih dulu dan ia didekap dengan erat oleh seorang pria yang juga memakai hiasan kepala dari emas, sama seperti dirinya.

Arya Bhanu sempat termangu untuk sejenak saat melihat dekapan erat nan posesif itu. Hatinya sedikit gundah, akan tetapi dengan cepat ia menyadarkan diri siapa dirinya dan apa posisinya. Baru saja ia melangkahkan kaki, tiba-tiba saja langit bergemuruh begitu hebat. Kilat petir saling menyambar dan hujan pun turun dengan derasnya. Arya Bhanu segera berlari ke arah Sang Rajaputri untuk melakukan tugasnya-melindungi Raja Majapahit itu.

Namun nahas, Arya Bhanu terjerembap dalam kubangan. Kesadarannya mulai hilang bersamaan dengan gelap dan dingin yang menyergapnya.

***
Bdg, 1 Maret 2022

Sekali lagi kisah ini hanyalah fiksi dan tidak dimaksudkan untuk mengubah sejarah dengan maksud dan tujuan tertentu.

Bagaimana lanjutkah dengan kisah petualangan Arya Bhanu. Insya Allah akan tayang setiap hari di malam hari ya. Terima kasih.

***

Keterangan

Tandya (bahasa Jawa Kawi): Siap.
Nabastala (Jawa Kawi): Langit
Bende: Gendang besar yang ditabuh sebagai pertanda.

TRIBHUANA TUNGGADEWI (Kemelut Takhta dan Cinta) - COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang