Selamat Membaca
***
"Nungguin Gita, ya?!" ucap Usmanda yang membuat Arya Bhanu terperanjat. Laki-laki itu sejak tadi mengintip dari celah gordyn. Setiap ada suara deru mesin kendaraan, kepalanya selalu menoleh—berharap bahwa itu adalah kepulangan Anggita. Arya Bhanu sendiri hanya menyengir tipis tanpa menjawab pertanyaan Usmanda.
"Kayaknya sih lagi pergi sama Cakra," ujar Usmanda seolah mengompori Arya Bhanu. Tanpa rasa berdosa, laki-laki bertulang lunak itu malah menyuapkan keripik pisang ke dalam mulutnya. "Cemburu, ya?" godanya lagi. Arya Bhanu hanya menanggapinya dengan menunduk dan tersenyum tipis.
"Mas Majapahit kurang agresif, sih. Cewek macam Anggita itu suka cowok yang sat set sat set, nggak perlu bertele-tele. Makanya jangan mau kalah sama Cakra yang udah ngecup tipis bibir Anggita, kalau bisa, nih, ya, Mas Majapahit nyosor aja ke Anggita sampai level to the moon, dijamin tuh anak meleyot sampai ngohey-ngohey," ujar Usmanda. Tangannya bahkan mencontohkan adegan pertemuan bibir dengan ganas.
Usmanda gemas sendiri, karena Arya Bhanu sama sekali tidak meresponsnya—hanya cengiran tipis sejak tadi yang ditunjukkannya. "Sekarang ini kamu umur berapa sih kalau di zaman Majapahit sana, Mas?" tanya Usmanda yang penasaran.
"Mungkin sekitar tiga puluh tahun," jawab Arya Bhanu.
"Udah pernah ciuman sama cewek belum? Atau di zaman itu udah punya pacar? Pernah main goyang geber sama cewek?" cecar Usmanda.
Kali ini Arya Bhanu benar-benar tergelak. "Goyang geber itu apa?'"
"Wik-wik, skidipap aw-aw, iya-iya, uh-ah," jawab Usmanda sambil mencontohkan goyangan malah mirp gerakan viral papiculo di media sosial.
Bibir Arya Bhanu semakin tersungging lebar, dan menggeleng geli dengan tingkah Usmanda. "Kamu benar-benar mirip seperti teman saya yang bernama Bongol," ujarnya.
"Ih, paling gantengan aku juga," sahut Usmanda yang tak terima disamakan dengan orang lain.
"Wajah kalian saja mirip," ucap Arya Bhanu yang tak sadar. Usmanda sontak melebarkan matanya, ia teringat sesuatu saat pertama kali Arya Bhanu ditemukan Anggita. Jangan-jangan, pikir Usmanda. "Beneran di zaman itu ada yang wajahnya mirip aku? Yang mirip Anggita juga ada 'kan?" tanya Usmanda dengan mata memicing. Sedang Arya Bhanu hanya berdeham lirih dan mengalihkan pandangannya.
Tangan kiri Usmanda disedekapkan ke dada, kemudian tangan kanannya menopang dagu. Gayanya seakan tengah berpikir keras. "Andai-andai ini, ya, Mas Majapahit, kalau di zaman dulu ada yang wajahnya mirip aku dan Anggita, berarti ada yang mirip kamu juga nggak, sih, di zaman coronces ini?" cetus Usmanda.
Namun, Arya Bhanu hanya menggeleng samar. "Saya tidak bisa mengatakannya dengan jelas," jawabnya lirih.
Usmanda hanya mengerecutkan bibirnya, merasa tidak puas dengan jawaban Arya Bhanu. "Siapa tahu 'kan kalau Mas Majapahit juga punya kembaran di zaman ini. Kan katanya tiap-tiap manusia itu punya tujuh kembaran. Eh tujuh nyawa apa tujuh kembaran, sih? Lemot juga nih otak gue!" Usmanda malah mengumpati dirinya sendiri.
Usmanda melirik jam tangannya dan segera menepuk dahinya, segera bangkit dari sofa. "Nitip pesan buat Anggita, ya, Mas Majapahit, bilangin aku sama Markonah malam ini nggak nginap di sini, terpaksa harus jadi suami yang terkesan bucin ke istrinya," ucapnya sembari memelas akan keadaannya sendiri.
Arya Bhanu hanya mengangguk, melihat Usmanda yang sudah mondar-mandir ke kamarnya sembari menenteng kunci mobilnya. Sebelum membuka pintu, Usmanda kembali berbalik. "Titip Anggita ya, Mas. Inget langsung sosor aja, tapi jangan keblabasan, takutnya ntar setan-setan di rumah ini ikut gerah lihat kalian panas-panasan," celoteh Usmanda.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIBHUANA TUNGGADEWI (Kemelut Takhta dan Cinta) - COMPLETED
Historical Fiction--Pemenang Wattys 2022 (Fiksi Sejarah)-- Blurb: Anggita yang bekerja di stasiun radio S di Surabaya, diminta atasannya untuk merancang program drama sandiwara radio, bahkan harus menyiapkan naskah cerita drama tersebut yang harus bertema kolosal. Ke...