37. Rencana Perayaan dan Perlombaan

1K 211 20
                                    

Selamat membaca

Setelah tiba di kamar, Tribhuana merebahkan tubuhnya, lalu bergerak menyamping. Dia tidak ingin menangis, sungguh. Namun, hatinya tidak bisa berdusta. Rasa sakit itu menderanya. Bahunya bergetar naik-turun, isak tangisnya yang pelan—tanpa suara, semakin teredam oleh punggung tangannya yang menutupi bibirnya.

Katuridan. Perasaan asing itu justru kini membuatnya sesak. Rindu yang dipendamnya bertahun-tahun seakan tidak ada gunanya bila ketika bertemu tidak ada kata yang bisa diucapkanya. Laki-laki itu selalu bersikap sopan dan tunduk patuh terhadap dirinya yang seorang putri Raja, sangat berbeda bila dengan Magani. Tribhuana tidak ingin mengakuinya namun dinding yang membatasinya dengan laki-laki itu seakan menegaskan kedudukan mereka.

Dia kalah. Tribhuana mengaku kalah. Namun, bolehkah dia meminta sedikit saja, laki-laki itu melihatnya sebagai Gitarja—seorang gadis biasa—tanpa mengalihkan pandangan darinya, berbicara bagai teman seperti saat bersama Magani.

Mungkin, kesempatan itu tidak akan pernah tiba padanya. Namun, bila kesempatan itu benar-benar ada, Tribhuana berharap itu akan terjadi di kehidupan yang akan datang.

***

Gugurnya sang Mahapatih seakan dukanya tak berbekas bagi Majapahit karena kini Sang Raja—Prabu Jayanegara—malah mengadakan sebuah acara hiburan besar-besaran bagi kalangan punggawa istana dan seluruh rakyat Majapahit. Pada bulan Caitra (sekitar Maret-April), melalui informasi yang disebarkan secara resmi oleh kerajaan bagian juru Demung (urusan dalam negeri), Raja akan mengadakan sebuah perlombaan dan pesta rakyat maleman.

Baik kalangan bangsawan, prajurit dan rakyat biasa bisa ikut berpartisipasi dan akan mendapatkan hadiah bila memenangkan perlombaan yang antara lain; lomba balap kuda, memanah, tarik tambang, bakiak, dan juga bela diri baik menggunakan tangan kosong ataupun keris.

Pengumuman perayaan itu pun seakan membuat rakyat melupakan kemelut politik di pemerintahan Jayanegara. Desas-desus mengenai Sang Prabu yang dianggap buruk dalam memimpin seakan teralihkan oleh sebuah pesta dan iming-iming hadiah. Bukankah memang sering kali seperti itu, bahwa pemerintahan yang buruk akan tertutupi bila bisa menyenangkan hati rakyatnya meski hanya sesaat.

Namun, ada satu orang paling antusias menyambut informasi tersebut adalah Cakradara. Pangeran muda itu bahkan tak sabar dan sudah mengendarai kudanya menuju Wengker—tempat sahabatnya Kudamerta berada. Sesama pangeran dari kerajaan bawahan Majapahit yang juga menempuh pendidikan di tempat yang sama, Cakradara tentunya harus mengajak sahabatnya itu untuk mengikuti perayaan tersebut sebagai salah satu usahanya agar bisa mendekati Sekar Kedaton dan juga keberadaannya diakui oleh Prabu Jayanegara.

Cakradara mengendarai kudanya dengan begitu semangat hingga saat melewati perbatasan antara pasar dan perkampungan penduduk, kuda Sang Pangeran mengenai seorang gadis kecil berusia sekitar sebelas tahun terjatuh karena terkejut. Cakradara pun menghentikan kudanya lalu turun dan melihat keadaan gadis kecil tersebut.

Dengan raut panik, Cakradara berlutut dan menyapa gadis kecil yang tengah merintih itu. "Saya minta maaf ya, gadis kecil , apakah ada yang luka?" tanyanya dengan suara berat dan seraknya itu.

Gadis kecil yang tengah menunduk seketika mengalihkan pandangannya ke arah Cakradara. Mata bulatnya itu semakin membulat lebar saat melihat siapa yang tengah menabraknya. Pakaian yang dikenakan Cakradara jelas bukan pakaian jelata serta wajah tampan, kulit bersih yang dimilikinya pun tidak mungkin dari seorang rakyat biasa. Gadis itu sontak berlutut dan menaruh kedua tangannya di atas tanah dan semakin menunduk dalam, tampak ketakutan. "Hamba mohon maaf Tuan, mata hamba lah yang salah tidak hati-hati dalam berjalan."

Cakradara hanya terkekeh pelan melihat ketakutan gadis kecil itu. Ia pun melihat barang bawaan gadis bertubuh kurus itu yang berupa ubi jalar dan singkong rebus, sudah berhamburan dan kotor. "Kamu berjualan di pasar?" tanya Cakradara.

TRIBHUANA TUNGGADEWI (Kemelut Takhta dan Cinta) - COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang