Minggu pagi nih updatenya, semoga bikin tambah semangat, meski besok tetap hari Senin 🔥***
Danastri langsung terjaga ketika mendengar suara derap langkah dan gesekan. Gadis yang bertugas sebagai pengawal Putri Tribhuana Tunggadewi itu sigap berdiri dan mengambil pedangnya yang digantungkan di dinding kamarnya. Tanpa ragu apalagi takut, dibukanya pintu kamar dan semakin memusatkan indra pendengarannya.
Berjalan ke luar dari tempat kediaman Putri Tribhuana ke depan gerbang, dia sedikit terkejut ketika mendapati dua orang prajurit yang berjaga di depan tergeletak di atas tanah. Danastri berjongkok dan segera memerika denyut nadi yang berada di leher dan hidung kedua prajurit tersebut, untuk memastikan apakah sekedar pingsan atau tewas. Namun, Danastri masih bisa bernapas lega karena kedua prajurit tersebut tampaknya hanya pingsan karena diserang secara mendadak di bagian belakang. Dia kembali berdiri dan netranya awas memandang sekitar Keputren, lalu memutuskan untuk mengelilingi Keputren dan menemukan hal yang mencurigakan, termasuk mengapa prajurit penjaga dilumpuhkan.
Sedang di tempat Dyah Wiyat yang terbangun karena suara yang didengarnya, segera mencari keberadaan Magani. "Magani, apa kamu mendengar langkah yang mengendap-endap?" tanya Dyah Wiyat yang terlihat sedikit panik.
Magani mengangguk cepat. "Saya mendengarnya, Gusti Putri, sebaiknya kita berjaga-jaga, apalagi dalam keadaan genting dan istana yang rawan karena separuh prajurit dibawa ke Pajarakan untuk bertarung melawan Mpu Nambi."
Dyah Wiyat tampak berpikir, menggigit bibirnya dan menggerak-gerakan bola matanya. "Sebaiknya kita ke tempat Yundaku juga untuk melihat keadaan di sana," ujar Dyah Wiyat.
"Gusti Putri, apa anda tidak di sini saja? Saya khawatir justru di luar sana akan malah lebih bahaya," ucap Magani yang memang terlihat cemas. Terus terang saja, sejak beberapa bulan menjadi pengawal putri raja, baru ini ia mendapati hal aneh di malam hari, terlebih lagi dalam keadaan istana yang sedang longgar pengawasannya.
"Tapi aku malah tidak tenang, Magani, kalau tidak tahu apa yang terjadi dan bisa saja, Yunda tidak tidur atau malah terganggu, atau terjadi hal yang lainnya," kata Dyah Wiyat.
Magani tidak bisa menyanggah ataupun membantah permintaan Putri Dyah Wiyat Rajadewi, sehingga terpaksa dia anggukan kepalanya. Mereka segera meninggalkan tempat Rajadewi dan menuju kediaman Tunggadewi dengan langkah kecil yang cepat. Magani yang berada di depan selalu terlihat waspada dan tangan kanannya terus memegang timang yang mengikat pinggangnya—karena terselip keris di dalamnya.
Magani membuat gerakan tangan ke samping—ditujukan sebagai perisai dan agar dia bisa menjangkau Putri Rajadewi yang terus melangkahkan kakinya cepat. "Magani, tampaknya orang-orang yang sedang bertarung itu berada di depan kediaman Yunda," pekik Dyah Wiyat.
"Sepertinya begitu Gusti Putri, tapi sebaiknya kita tetap berhati-hati."
Ketika langkah mereka semakin mendekat ke kediaman Tribhuana, baik Dyah Wiyat dan Magani, melihat Tribhuana sedang berdiri dengan sorot mata yang terkejut melihat pertarungan di hadapannya. Namun, sekejap salah satu pria yang sedang bertarung melarikan diri dan Tribhuana malah mendekati satu orang yang berada di sana. Dyah Wiyat semakin mengernyit ketika tidak melihat Danastri bersama kakaknya.
***
Entah dorongan apa yang membuat Tribhuana melangkahkan kakinya, mendekat pada laki-laki yang kini lengannya lebih berotot itu dicekalnya lembut. Tribhuana bahkan sempat mendesah lega ketika melihat wajah laki-laki itu yang tak lain adalah Arya Bhanu.
Mereka saling bertatapan untuk sejenak, beradu dengan deru napas mereka yang cepat karena debaran jantung yang ikut menggila. Namun, Tribhuana tiba-tiba merasakan hatinya bagai diiris sembilu saat Arya Bhanu dengan cepat mengalihkan pandangan darinya lalu menunduk dan mengucapkan kata maaf. Bukan, bukan yang seperti ini diinginkan Tribhuana saat benar-benar bisa bertemu hanya berdua saja dengan Arya Bhanu setelah sekian lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIBHUANA TUNGGADEWI (Kemelut Takhta dan Cinta) - COMPLETED
Fiksi Sejarah--Pemenang Wattys 2022 (Fiksi Sejarah)-- Blurb: Anggita yang bekerja di stasiun radio S di Surabaya, diminta atasannya untuk merancang program drama sandiwara radio, bahkan harus menyiapkan naskah cerita drama tersebut yang harus bertema kolosal. Ke...