5. Pertemuan di Mandapa

2.6K 405 20
                                    

"Mengapa kamu sangat penasaran dengan Rajaputri?" Arya Bhanu belum mau mengiakan permintaan dari Anggita sebelum tahu apa tujuan Anggita yang tampak begitu penasaran.

"Di masa Majapahit yang pernah diceritakan oleh kakek, kesenian yang berkembang pesat dan disukai oleh Raja ataupun masyarakat adalah tari topeng, pementasan dengan golek kayu yang sering mengisahkan tentang para Dewa ataupun legenda. Dan pekerjaanku pada masa kini adalah pembuat cerita yang dipentaskan secara berbeda, hanya bisa didengar, di masa kini kami menyebutnya dengan drama radio," papar Anggita pada Arya Bhanu. Mereka berdua duduk saling bersisian di sebuah bangku kayu yang panjangnya satu setengah meter itu.

Lantai dua rumahnya itu dulunya hanya berfungsi sebagai tempat menjemur pakaian, lalu Anggita mengubah sedikit designnya, sehingga rooftop itu terlihat lebih rapi dan estetik. Sisi untuk menjembur pakaian di sebelah kiri dengan menggunakan alat jemur lipat dari stainlees steel. Sedangkan sisa lahan di bagian depan, terdapat meja dan bangku kayu dan tanaman hias gantung.

"Apa kisah Rajaputri hendak dijadikan pementasan?" tanya Arya Bhanu sekali lagi.

Anggita mengangguk tanpa ragu. "Selama ini nama yang tersohor bukanlah Rajaputri, kisahnya hanya sedikit diketahui banyak orang-orang di masa kini. Perempuan menjadi pemimpin di zaman sekarang sebetulnya sudah tidak aneh, hanya saja, pandangan buruk dan menyepelekan itu tetap ada. Karena itu dengan mengangkat kisah Rajaputri, tentunya aku berharap banyak masyarakat mengenalnya dan memberikan kesan yang baik."

"Bila sebaliknya?"

"Kita enggak bisa mengendalikan pikiran orang lain, sebuah karya tentu saja tak semua orang bisa menerimanya bukan, tapi seni tetaplah seni, setiap orang dan pencipta seni bebas mengekspresikannya, tapi sayangnya 'makna bebas' itu sering salah kaprah."

Anggita mengubah duduknya yang semula menghadap lurus ke depan kini ia menaikkan kaki kirinya dengan posisi bersila di atas kursi, lalu tubuhnya memutar dan tepat menghadap ke arah Arya Bhanu. "Kamu cukup cerita hal-hal penting saja yang kamu ketahui, selebihnya tentu saja aku akan mencari tahu dengan melakukan riset kecil-kecilan, mungkin nanti kamu bisa membantu memperbaikinya, hitung-hitung kamu bekerja padaku karena sudah numpang hidup di rumah ini secara gratis." Anggita berusaha mengulas senyumnya semanis mungkin dengan memancarkan sorot penuh harap pada Arya Bhanu.

Arya Bhanu mengerti bahwa sosok Anggita yang sangat berbeda, akan tetapi mengapa perutnya serasa mulas perlahan hingga gelenyar itu terasa hingga ke jantungnya yang mulai berdetak tak keruan. Napasnya terasa berat. Apa yang ia rasakan ini sungguh memberatkannya dan terlarang. Ia berusaha menghela napasnya perlahan, mencoba menenangkan dirinya.

"Saya bersedia membantu, tapi bolehkah saya mengajukan sebuah syarat?"

Anggita menaikkan alis kanannya. "Syarat apa?"

"Ajarkan saya membuat ayam berkerikil emas seperti yang kita makan tadi."

***

Anggita menopang dagunya ke atas meja, menyimak begitu teliti setiap penuturuan dari Arya Bhanu. Sesekali dia mencatatnya dalam note book, meskipun Anggita juga merekam cerita Arya Bhanu.

"Istana Majapahit berarti seluas itu?" tanya Anggita.

"Sangat luas, dan setiap ruangan tentunya memiliki masing-masing kegunaan yang berbeda. Bale Manguntur, Bale Witana, meski sama-sama Bale, tidak bisa sembarang digunakan. Untuk masuk ke istana pun, memasuki Gapura Purwaktra pun tidak mudah sebelum masuk ke Gapura Bajang Ratu, pengamanan berlapis, terlebih setelah pemberontakan Dharmaputra Winehsuka yang berhasil menduduki kotaraja, kemanan semakin diperketat."

"Kalau begitu penjagaan yang dilakukan para pasukan elite Bhayangkara di mana? Bila pengamanannya saja sudah berlapis."

"Pasukan Bhayangkara secara khusus dibentuk untuk melindungi raja dan sentana raja, jadi kami terpencar dibagi beberapa kelompok di tempat-tempat khusus."

TRIBHUANA TUNGGADEWI (Kemelut Takhta dan Cinta) - COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang