Tribhuana berada di atas tempat tidurnya dikelilingi oleh Ibunda kandungnya juga keempat istri Prabu Dyah Wijaya yang lain. Ada pula kakak tirinya Jayanegara yang saat ini berstatus Yuwaraja dan adik kandungnya Dyah Wiyat. Semua keluarganya itu menatapnya cemas dan heran, tapi belum ada yang membuka suara, karena saat ini Tribhuana sedang diperiksa oleh tabib istana.
Suara lantang prajurit dari luar kamar Trribhuana terdengar, mengabarkan bahwa Sang Baginda Prabu Dyah Wijaya berada di depan kamar. Pintu terbuka dan segera lah laki-laki nomor satu di Majaphit itu menghampiri putrinya dan duduk di samping Tribhuana yang tengah terbaring. Prabu Dyah Wijaya menelisik keadaan putrinya secara keseluruhan lalu bertanya pada tabib.
"Bagaimana luka di kakinya? Ada luka yang lain atau tidak?"
Tabib tersebut menundukkan wajahnya dan sedikit membungkukkan badannya. "Ampun Gusti Prabu, hanya ada luka di telapak kaki Gusti Putri Tribhuana dan sudah hamba beri ramuan. Nantinya murid hamba Ra Tanca yang akan membuatkan ramuannya setiap pagi selama tiga hari ke depan agar segera kering, baiknya tidak terkena air terlebih dulu."
Prabu Dyah Wijaya menghela napasnya lega ketika mendengar penuturan sang tabib lalu melihat ke arah tabib muda yang seusia dengan putranya itu lalu menganguk. "Terima kasih," ucap Prabu Dyah Wijaya.
Setelah selesai menata kembali peralatannnya, tabib istana dan juga muridnya itu pamit undur diri. Tribhuana menautkan jari-jarinya di antara selendang sutranya dan sedikit meremasnya. Ada kekhawatiran dan juga ketakutan akan tatapan kedua orang tuanya, terutama membayangkan bagaimana nasib Pekatik muda yang justru telah membantunya.
"Apa yang terjadi Dinda Gayatri pada putri kita Gitarja?" tanya Prabu Dyah Wijaya pada istri keempatnya yang bernama Gayatri Rajapatni-yang juga ibu kandung dari Tribhuana Tunggadewi dan Dyah Wiyat. Dyah Gitarja adalah nama kecil Tribhuana Tunggadewi, dan hanya kedua orang tuanya saja yang memanggilnya dengan Gitarja.
"Ampun Kanda Prabu, tadi pagi Gitarja meyampaikan inginnya pada Emban untuk membuatkannya kue lepet ketan dan minuman hangat, saat Emban kembali ke kamar, putri kita Gitarja tidak ada di kamarnya, hamba kira sedang bermain dengan Dyah Wiyat namun ternyata Dyah Wiyat justru sedang bersama Emban lainnya di pertirtaan samping Keputren, dan saat itulah kami semua panik karena tidak menemukan keberadaan Gitarja yang ternyata setelah beberapa waktu ditemukan prajurit di Mandapa. Hamba mohon ampun Kanda Prabu, telah lalai menjaga putri kita," tutur Gayatri.
Prabu Dyah Wijaya mengangkat tangan kanannya. "Sudahlah, Dinda Gayatri jangan menyalahkan diri," ucap Prabu Dyah Wijaya lalu kembali mengarahkan pandangannya pada putrinya yang kini tengah menggigit bibirnya.
"Putriku Gitarja, apakah sakit lukanya?" tanyanya lembut. Tribhuana mengangguk pelan, namun air matanya yang sudah di pelupuk itu seakan terus mendesak untuk dikeluarkan.
"Ayahanda Prabu-" suara Tribhuana terbata dan bulir beningnya itu pun sudah luruh. Ia berusaha untuk duduk, lalu menyatukan kedua tangannya dan mengangkatnya hingga di atas kepala. "Ayahanda Prabu, hamba mohon maaf telah lancang dengan jalan-jalan keluar dari Keputren sendirian dan tanpa meminta izin."
"Mengapa nekat ke Mandapa sendirian putriku? Bukankah ayah sudah bilang untuk seorang pangeran dan putri, pergi ke mana pun tanpa pengawalan adalah berbahaya sekalipun masih dalam lingkup istana," ucap sang Prabu dengan tegas.
"Ampun Ayahanda, hamba hanya ingin bermain dan melihat sekeliling istana selain Keputren. Hamba ingin berjalan kaki ke banyak tempat dan menjelajah Ayahanda, selama ini tubuh hamba sering lemah dan sakit, hamba hanya ingin bisa aktif seperti Adinda Dyah Wiyat."
"Tapi tidak dengan sendirian!" Prabu Dyah Wijaya menarik napasnya dalam kemudian ia embuskan panjang. Prabu Dyah Wijaya bangkit sembari mengusap puncak kepala putrinya. "Lain kali harus izin terlebih dulu." Prabu Dyah Wijaya hendak berbalik tapi kemudian Gitarja kembali memanggil ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIBHUANA TUNGGADEWI (Kemelut Takhta dan Cinta) - COMPLETED
Historical Fiction--Pemenang Wattys 2022 (Fiksi Sejarah)-- Blurb: Anggita yang bekerja di stasiun radio S di Surabaya, diminta atasannya untuk merancang program drama sandiwara radio, bahkan harus menyiapkan naskah cerita drama tersebut yang harus bertema kolosal. Ke...