Lunas ya, sesuai janji, dobel up. Selamat membaca ❤.
***
"Apa Gusti Putri Tunggadewi yakin bisa keluar dari sini dengan membawa pengawal yang justru tergolek lemah?" tanya Ra Tanca, lalu ia menitahkan prajurit yang berada di belakangnya untuk mengambil tubuh Danastri
Tribhuana mengelak dan semakin melangkah mundur. "Jangan ambil tubuh Danastri! Kalian tidak berhak menyentuhnya!" sentak Tribhuana dengan suara yang bergetar. Tatapannya semakin nyalang pada Ra Tanca.
Ra Tanca hanya mendengkus lirih kemudian ia melangkah mendekati Tribhuana. "Ra Kuti memang memberontak dan saya ikut berperan di dalamnya. Namun, membiarkan seorang Putri membawa seseorang yang terluka, adalah tugas saya agar bisa mengobatinya," ucap Ra Tanca dengan suara rendah dan sorot mata yang tak mampu dimengerti Tribhuana.
Dia mengerutkan kedua alisnya dan membeliakkan matanya saat mendengar ucapan Ra Tanca. Melihat respons Tribhuana yang seakan tidak percaya padanya, Ra Tanca menghela napasnya pasrah. "Gusti Putri boleh tidak percaya pada saya, tapi izinkan saya untuk melihat keadaan emban pribadi Gusti Putri dan mengobatinya."
Saat Tribhuana tengah menimbang-nimbang apakah bisa memercayai Ra Tanca, saat itu pula Arya Bhanu datang dari arah belakang kemudian mengambil langkah maju, berdiri di depan Tribhuana dan segera mengarahkan pedangnya pada Ra Tanca, membuat Tabib itu kembali mendengkus kesal karena usahanya mendapatkan gangguan lagi.
Tribhuana hanya mampu membuka bibirnya tanpa mengucapkan katae melihat Arya Bhanu—yang entah bagaimana bisa mengetahui jalan yang dilaluinya tadi. "Ini lagi! Ayolah bekel Arya Bhanu, namamu Arya Bhanu 'kan?" tanya Ra Tanca.
Arya Bhanu hanya diam dan tetap dalam keadaan waspada. "Aku harus mengobati Emban Pribadi Gusti Putri, aku bahkan berani berjanji akan membiarkan kalian pergi dari Kedaton ini tanpa diketahui oleh Ra Kuti dan yang lain," ucap Ra Tanca lagi berusaha meyakinkan Tribhuana dan Arya Bhanu.
Arya Bhanu menoleh ke belakang dan melihat Tribhuana mengangguk, segera menurunkan pedangnya namun tetap dalam posisi siaga. Prajurit suruhan Ra Tanca segera membawa tubuh Danastri. "Bawa ke tempat belakang kandang kuda," titah Ra Tanca namun Arya Bhanu segera menahannya.
"Apa di sana aman?" tanya Arya Bhanu memastikan.
"Hampir di seluruh kedaton saat ini dikuasai seluruh pasukan Ra Kuti, tapi jika bersamaku kalian akan aman. Gusti Putri, hamba mohon agar anda memakai topi caping ini, agar tidak dikenali, karena Ra Kuti tidak hanya berambisi sebagai seorang raja tapi juga menikahi kedua putri mendiang Prabu Dyah Wijaya," papar Ra Tanca.
"Terima kasih," balas Tribhuana sembari memakai topi caping di kepalanya.
Ra Kuti yang sudah berjalan ke depan segera memimpin rombongan untuk berjalan ke arah Mandapa, diikuti oleh parjurit yang membopong tubuh Danastri di punggung, kemudian Tribhuana dan berada di barisan paling akhir adalah Arya Bhanu. Mereka jalan mengendap-endap—menghindari pasukan Ra Kuti yang tengah beroperasi ke seluruh Kedaton.
Mandapa tempat paling aman saat ini, selain karena sebuah taman dan kandang kuda, tidak akan ada yang mengira digunakan sebagai tempat persembunyianm karena pasukan Ra Kuti berfokus pada tempat-tempat yang menjadi kediaman Jayanegara dan sentana raja lainnya. Termasuk, berfokus pada gerbang Bajang Ratu yang diduga sebagai tempat larinya anggota kerajaan.
Ra Tanca keluar lebih dulu dan memperhatikan keadaan sekitar, apakah aman atau sedang ada prajurit yang berjaga. Kemudian Ra Tanca memberi kode untuk memasuki kandang kuda dan segera meminta kotak penyimpanan obat ramuannya pada asistennya. Dengan teliti, Ra Tanca memeriksa tubuh Danastri di bagian luka. Sedang Tribhuanahanya melihat dari sudut kandang kuda dan duduk di atas jerami.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIBHUANA TUNGGADEWI (Kemelut Takhta dan Cinta) - COMPLETED
Historical Fiction--Pemenang Wattys 2022 (Fiksi Sejarah)-- Blurb: Anggita yang bekerja di stasiun radio S di Surabaya, diminta atasannya untuk merancang program drama sandiwara radio, bahkan harus menyiapkan naskah cerita drama tersebut yang harus bertema kolosal. Ke...