Ekstra Part - Rindu

337 43 14
                                    

Sama seperti judulnya, part ini adalah edisi kangen sama Mas Majapahit. Selamat Membaca.

***

Kotaraja Wilwatikta, tahun 1330 Masehi

Sudah satu tahun menapaki dampar kencana Wilwatikta menyita banyak pikiran dan perhatian Tribhuwana. Tujuannya saat ini adalah memperbaiki hukum dan permasalahan yang bergejolak di beberapa daerah mandala. Banyak ketidakpuasan yang terjadi dari dalam pemerintahan hingga di luar pemerintahan saat pemerintahan Jayanegara.

Tribhuwana sendiri masih berupaya untuk menggoyahkan Gajah Mada yang saat ini di Daha untuk kembali ke kotaraja dan membantu Mpu Krewes yang mulai sakit-sakitan. Sedang ibundaya Sang Sri Gayatri Rajapatni lebih memilih ke Rimbi untuk menjalankan hidup darma sebagai bikuni. Namun, Tribhuwana masih sering berkunjung menemui ibundanya untuk berdiskusi tentang pemerintahan.

"Mohon ampun Gusti Rajaputri, ini adalah surat ketiga Gusti Rajaputri untuk Patih Gajah Mada," kata Danastri saat menerima lembaran lontar yang akan dikirimkan pada Gajah Mada.

Tribhuwana menyunggingkan bibir. "Kali ini Patih Mada akan kembali ke kotaraja," jawab Tribhuwana yakin.

Danastri mengernyit akan tetapi tetap mengangguk. "Keadaan di Sadeng dan apa yang diusulkan oleh Patih Ra Kembar beberapa saat lalu atas apa yang terjadi di wilayah timur, akan membuat Patih Mada tidak tenang. Kamu sudah mengenal sendiri bahwa dia bukan termasuk orang yang gegabah mengambil keputusan termasuk menghadapi pemberontakan."

Kali ini Danastri mengangguk paham. "Wilayah timur cukup jauh dari kotaraja. Semenjak meninggalnya Mahapatih Nambi, dari Lamajang hingga Keta, beberapa tahun ini di sana banyak terjadi upaya untuk keluar dari bagian mandala dan lebih mendekat ke kerajaan Bali," papar Danastri.

"Benar. Karena itu Patih Mada sangat dibutuhkan dalam keadaan seperti ini. Menurut penuturan ibunda, Gajah Mada akan lebih mudah diterima di Bali dan bisa menjembatani antara kerajaan Bali, Wilwatikta dan juga rakyat wilayah timur yang selama ini tidak puas dan menuntut balas atas kematian kesatria mereka."

"Hamba akan segera memberikan pesan ini untuk segera diantar ke Daha," ucap Danastri. "Gusti Rajaputri, tadi emban yang bertugas di kediaman Sri Kertawardhana menyampaikan bahwa Gusti Sri Kertawardhana telah tiba dari perjalanannya ke Tumapel."

Tribhuwana mendadak canggung. "Aku akan segera ke sana."

Diikuti oleh Danastri, Tribhuwana segera pergi ke kediaman suaminya. Dalam setiap langkah, Tribhuwana menghitung hari sejak dia menyandang takhta dan menjalani pernikahan. Waktu berjalan begitu cepat, namun hatinya masih tertambat pada satu nama.

Sungguh Tribhuwana tahu bahwa dia berdosa. Sebab tak sepenuhnya mencintai sang suami yang begitu baik. Tidak ada cela dalam diri Sang Bhatara Tumapel baik rupa dan sikap. Karena itu di setiap malam, Tribhuwana memohon ampunan pada Sang Hyang Agung atas perasaannya yang belum berubah.

Andai saja dia mendengar bahwa laki-laki itu menikahi perempuan lain, akan lebih baik bagi Tribuwana sebab dia akan bisa membenci laki-laki itu dan mengabdikan diri pada suaminya. Namun, secepatnya Tribhuwana sesumbar meski pada dirinya sendiri, secepat itu pula Tribhuwana menyesal membayangkan Arya Bhanu bisa menikah dengan yang lain.

Tribhuwana menggeleng pelan, menyadarkan diri untuk kembali pada perhatiannya pada takthta dan pernikahannya. Namun, langkahnya terhenti saat tepat di depan kediaman Cakradhara. Matanya terpaku pada satu sosok yang berada di depan pintu megah dengan hiasan sulur dan ukiran bunga wijaya kusuma.

Bagai mimpi, dia melihat kembali laki-laki yang masih terpatri dalam ingatan dan hati. Andai saja dia bukan rajaputri, mungkin saja dia sudah berlari dan menghambur pada laki-laki itu. Namun, baik di mimpi ataupun kenyataan, Tribhuwana tahu bahwa semuanya hanyalah angan yang membumbung tinggi dan tak mampu menembus dinding kasta.

TRIBHUANA TUNGGADEWI (Kemelut Takhta dan Cinta) - COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang