22. Sadar Diri

1.1K 260 1
                                    

Anggita keluar dari ruang rapat diikuti oleh Cakra dari belakang. Entah apa tujuan Cakra yang sejak beberapa waktu lalu, seakan ingin kembali mendekati Anggita. Namun, Anggita cenderung enggan meladeni Cakra. Baginya cukup sudah pengalamannya dulu saat dekat dengan Cakra yang ternyata doyan bermain di banyak kaki.

"Git, Gita," panggil Cakra dengan nada menggoda. "Belum ada rencana makan siang ke mana 'kan? Yuk makan siang bareng aku, di Wapro yang dekat dengan kampus kita dulu Git, aku yang traktir deh," imbuh Cakra masih berusaha mengejar langkah Anggita yang kian cepat.

Sementara itu Anggita hanya memutar bola matanya dengan malas, alisnya bergerak seolah mencemooh ajakan Cakra yang tak mempan baginya. Karena itu ia terus melangkahkan kakinya, sembari pandangannya menyisir untuk menemukan Arya Bhanu. Anggita menghentikan langkahnya dengan tiba-tiba saat di dekat meja satpam untuk bertanya di mana Arya Bhanu. Cakra yang tidak siap, akhirnya menabrak punggung Anggita dan membuat gadis itu menoleh dan meliriknya tajam. Sedangkan Cakra hanya meresponsnya dengan cengiran tipis.

"Pak, tahu teman saya yang biasanya ikut saya itu enggak?" tanya Anggita pada satpam kantornya yang berbadan tegap dan besar.

Sebelum menjawab pertanyaan Anggita, Pak Satpam itu menggerakan bola matanya ke atas, mengingat-ingat teman Anggita yang mana. "Oh, yang cowok rambutnya dikuncir itu kan Mbak Gita? Pake hem denim 'kan?" tanya Pak Satpam yang mencoba menggambarkan sosok yang tengah dicari Anggita itu.

Anggita mengangguk cepat. "Iya, Pak yang itu, tahu enggak di mana orangnya?"

"Itu pacarnya Mbak Gita tho? Soalnya kan akhir-akhir ini sering nemenin Mbak Gita."

Cakra yang mendengarkan percakapan Anggita sontak melebarkan matanya, Anggita punya pacar? Sejak kapan? Teriak Cakra dalam hati. Rasa penasarannya pun harus ditahan dulu, melihat Anggita yang tampak tergesa-gesa dan menahan amarah.

Anggita tak ingin menjawab pertanyaan dari satpam kantornya. "Jadi, Pak Man lihat teman saya nggak?" tanya Anggita sekali lagi.

Satpam yang akrab dipanggil Pak Man itu hanya menyengir tipis—karena pertanyaannya diabaikan oleh Anggita. "Tadi sih duduk di teras samping, saya juga belum ngecek lagi karena dari tadi juga saya di sini," jawab Pak Man dengan sopan layaknya satpam BCA.

Anggita menggaruk pelipisnya dan membuang napasnya dengan kasar. Sebelum berlalu, ia mengucapkan terima kasih terlebih dulu pada Pak Man. Langkahnya melaju cepat ke arah samping yang terdapat pintu dan taman kecil—biasanya dipakai beberapa pegawai untuk merokok. Anggita mengernyitkan dahinya saat menemukan sosok Arya Bhanu yang tengah berdiri dan melangkah pelan ke arah Taman Apsari.

"Arya Bhanu ...." Panggil Anggita dengan sedikit ragu.

Cakra yang berdiri di belakang Anggita pun turut memperhatikan sosok laki-laki yang secara tinggi badan hampir sama dengannya. Saat laki-laki itu berbalik, Cakra menaikkan alis kanannya, ia mengingat bahwa laki-laki yang dipanggil oleh Anggita itu adalah laki-laki yang sama yang pernah ditemuinya sedang berdua dengan Anggita di rooftop.

"Kamu ngapain?" tanya Anggita dengan nada sewot saat Arya Bhanu sudah berbalik dan berjalan mendekat ke arahnya.

Arya Bhanu hanya menggeleng samar tapi bibirnya tersungging tipis. "Maaf, saya hanya penasaran dengan taman yang ada di depan itu," jawab Arya Bhanu yang tak mengungkapkan alasan sebenarnya, bahwa ia melihat seseorang yang membuatnya semakin banyak pertanyaan di kepala.

"Si Lenjeh nggak bisa jemput kamu, sedangkan setelah jam makan siang, aku masih harus di sini, karena hari ini jadwal siaran," ucap Anggita.

Arya Bhanu hanya diam, karena ia sendiri tidak tahu harus menjawab Anggita bagaimana—karena tidak memahami apa maksud Anggita. Melihat Arya Bhanu yang tak meresponsnya, Anggita kembali menjelaskan.

"Jadi kamu nggak bisa pulang ke rumah sekarang, dan bisa sampai malam kalau ikut nungguin aku kerja," ucapnya sekali lagi.

Oh ... seru Arya Bhanu dalam hati—yang kini memahami maksud Anggita. "Tidak apa. Tugas saya menjaga kamu." Arya Bhanu mengucapkannya dengan nada yang biasa saja, tak ada maksud menggoda sedikit pun, tapi justru mampu membuat perut Anggita melilit.

Cakra merasa mual saat mendengar ucapan laki-laki di hadapan Anggita itu. Pandangannya menelisik tajam dan segera berdiri di samping Anggita, bahkan tak segan merangkul bahu Anggita meski segera mendapatkan tatapan tajam dari mantan gebetannya itu. "Kamu tunggu di sini aja, karena aku sama Anggita mau makan siang sekalian lepas kangen masa ngampus dulu," ucap Cakra dengan angkuh.

Untuk sedetik, Arya Bhanu mengernyitkan dahinya saat melihat rangkulan posesif Cakra di bahu Anggita. Ia bahkan tak sadar mengetatkan rahangnya sesaat. Namun, napasnya terembus lega ketika Anggita menepis agak kasar tangan laki-laki dengan kulit kuning langat dan bersih. Di zamannya, laki-laki yang berada di sebelah Anggita itu, memanglah seorang bangsawan. Memiliki kedudukan terhormat, disegani, dipuja banyak orang dan gadis, dan yang mengambil miliknya.

"Siapa yang bilang mau makan siang sama kamu?!" tolak Anggita.

"Ayolah, Git, sekalian kita ngobrolin konsep trailernya, jadi biar gampang kita diskusinya. Kalau kamu nolak ajakan makan siang, maka aku bakal ke rumah kamu aja, kita ngobrol di sana aja," rayu Cakra dengan nada memelas dan sedikit mengancam.

"Modus!" seru Anggita tapi justru menerbitkan senyum di wajah Cakra.

Arya Bhanu yang melihat pemandangan dua orang di depannya, seakan dipaksa kembali ke zamannya, saat ia melihat dua orang dengan wajah yang sama namun dengan tutur kata dan cara bicara yang berbeda. Ia menunduk, saat hatinya bagai diremas kuat. Arya Bhanu semakin yakin, bahwa keberadaannya di sini adalah sebagai hukuman atas pengkhianatannya pada Raja, sehingga tak pantas bukan, seorang pengkhianat sepertinya mengeluh bahkan merasakan sakit hati atas sebuah perasaan yang selamanya mungkin tak akan bisa tersampaikan dan terbalas.

***

Bandung, 21 April 2022

Part ini dikit banget jumlah katanya. Insya Allah menyusul ya. Selamat membaca.

TRIBHUANA TUNGGADEWI (Kemelut Takhta dan Cinta) - COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang