Selamat Membaca ❤
Melihat perempuan yang tengah duduk anggun tersebut, Arya Bhanu segera berlutut dan menundukkan kepalanya. Ia tidak mungkin bersikap kurang ajar. Ini adalah pertemuan pertama mereka secara resmi, hanya saja ia masih tidak menyangka, bahwa Tuannya Gajah Mada akan membawanya yang seorang prajurit rendahan macam dirinya ini pada seseorang yang sangat berpengaruh bagi Majapahit.
"Lidah yang berucap bisa berbohong, kaki yang melangkah bisa berkhianat pada arah yang lain, tapi keteguhan hati akan terus meneriakkan kebenaran dari perasaan dan harapan, karena itu keberadaanmu di sini bukan hanya mengucap sumpah setia tapi juga bakti pada Wilwatikta." Nadanya tegas dan penuh kewibawaan. "Jadi bagaimana kesediaanmu, Arya Bhanu?" tanya perempuan tersebut padanya.
Masih dengan wajah yang tertunduk, Arya Bhanu menjawab tanpa ragu. "Saya bersedia, Gusti Putri."
Tepat seperti perhitungannya, pemuda itu tidak akan menolaknya. Senyumnya terukir semakin lebar. Dia pun mengangguk pada Gajah Mada---seakan memberi kode bahwa satu tahapan rencananya berhasil. "Bersama Gajah Mada, lakukanlah tugasmu dengan hati-hati dan sebaik mungkin. Masa-masa yang akan datang, Majapahit akan penuh dengan gejolak, tugas kalian adalah mengawasi pergerakan para Sekar Kedaton dan juga menarik simpati Prabu Jayanegara."
Mengawasi Sekar Kedaton? Tapi untuk apa? Arya Bhanu bertanya pada dirinya sendiri. Mengawasi artinya pandangannya harus selalu tertuju pada kedua putri, termasuk Putri Tribhuana Tunggadewi. Ada getar halus merambati dadanya, mengantarkan perasaan menggelitik. Namun, pantaskah seorang rendahan sepertinya menyimpan rasa.
Memiliki perasaan cinta saja sudah terlarang, apalagi berharap asanya disambut hangat, suatu hal yang paling mustahil dalam hidup Arya Bhanu yang biasa saja.
***
Api yang membakar jasad Ki Prajarana---ayah dari Mpu Nambi---masih berkobar. Sang anak hanya bisa menatapnya pasrah, bahwasannya beginilah kehidupan. Ada kelahiran dan kematian yang silih datang dan berlalu. Garis ketetapan kehidupan dari Sang Maha Pemilik kehidupan yang tidak akan bisa ditentang oleh manusia.
Mpu Nambi hanya bisa memeluk ibunya dan istrinya yang berada di samping kanan dan kirinya, sedang tersedu menangisi kepergian sang ayahanda tercinta. Sesekali tangannya mengusap punggung sang ibu yang berusaha tegar. Ia sendiri sering menengadahkan kepalanya ke langit untuk menghalau air matanya. Bukan ia malu menangis, hanya saja sebagai anak laki-laki yang memiliki kedudukan tertinggi setelah Raja di Wilwatikta, membuatnya harus tetap terlihat tegar. Ia sangat sadar sepenuhnya bahwa posisinya terancam sejak kepulangannya untuk melihat keadaan ayahnya yang tengah sakit. Kesedihan akan membuatnya mudah dihancurkan.
Setelah upacara pembakaran jenazah usai, ia meminta Wirot dan Panji Samara---orang-orang kepercayaannya---untuk mengantarkan keluarganya kembali ke rumah mereka yang berada di pusat Lamajang, sedang proses pemakaman berada di perbatasan antara Lamajang dan Pajarakan. Mpu Nambi harus berbicara kembali dengan Dyah Halayudha demi menuntaskan rasa ingin tahunya tentang apa saja yang terjadi di kotaraja selama izin cutinya ini. Apakah seperti kabar angin yang didengarnya dari orang-orangnya ataukah hal lainnya, ia sendiri yang harus mengonfirmasinya.
Mpu Nambi membawa Dyah Halayudha dan orang-orangnya ke pendopo peristirahatan untuk saling berbicara. Mereka duduk melilngkar dan saling berhadapan. Mpu Nambi sendirilah yang membuka percakapan setelah abdinya menyuguhkan makanan kecil dan minuman.
"Saya mendengar kabar angin bahwa saya dituduh makar pada Gusti Prabu Jayanegara karena telah lama meninggalkan kotaraja, apakah benar seperti itu Halayudha?" tanya Mpu Nambi yang menahan gejolak api dalam dadanya. Deru napasnya cepat, ia sendiri takut tidak bisa mengontrol emosinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIBHUANA TUNGGADEWI (Kemelut Takhta dan Cinta) - COMPLETED
Historical Fiction--Pemenang Wattys 2022 (Fiksi Sejarah)-- Blurb: Anggita yang bekerja di stasiun radio S di Surabaya, diminta atasannya untuk merancang program drama sandiwara radio, bahkan harus menyiapkan naskah cerita drama tersebut yang harus bertema kolosal. Ke...