26. Jayanegara

1.1K 245 6
                                    

Happy Reading teman-teman 😊

***
"Bhanu!" suara melengking yang sudah dihafalnya itu, membuat Arya Bhanu menghentikan langkah dan berbalik. Ia menggeleng pelan, melihat tingkah putri gurunya itu seolah tidak pernah lelah.

"Ini bukan di hutan Pawitra, Magani, jadi jangan berteriak," tegurnya lembut pada gadis itu seraya menyunggingkan bibirnya tipis.

Magani hanya mengedikkan bahunya. "Harus dua kali panggilan, baru kamu menoleh, jadi ... ya bagaimana aku tidak berteriak. Eh, tapi Bhanu, kamu tentunya sudah sangat hafal dengan kedaton Majapahit, cari kakang Gajah Mada yuk, Bhanu," pintanya sedikit bernada manja.

"Lebih baik kita menunggu ayahmu dan Maharesi di sini saja. Bagaimanapun kita adalah tamu dan juga orang asing di istana," tolak Arya Bhanu.

Namun, Magani tampaknya tak kehabisan ide untuk membujuk Arya Bhanu. "Bukankah biyung kamu adalah Emban di istana dan bagian dapur, mungkin kita bisa memakai alasan untuk menemui biyungmu sembari jalan-jalan keliling istana, dan mencari Kakang Gajah Mada."

Keras kepalanya gadis itu, membuat Arya Bhanu menggeleng sekali lagi. "Sekalipun sangat rindu pada biyung, tidak akan semudah itu untuk meminta izin. Sejak terjadi pergolakan di pemerintahan mendiang Prabu Dyah Wijaya, penjagaan istana semakin ketat dan berlapis, terutama dari Bale Witana dan tempat tinggal para sentanaraja, tidak akan bisa dimasuki sembarang orang," jelas Arya Bhanu pada Magani dan semakin membuat gadis itu mengerucutkan bibirnya.

"Hanya sebentar saja, masa tidak boleh. Aku pernah dengar kabar burung, kalau di kedaton terdapat taman Bunga dan taman burung yang indah. Aku ingin melihatnya." Wajah Magani yang memohon dan memelas, tidak mempengaruhi Arya Bhanu sedikit pun.

"Saat nanti kamu menjadi penjaga para Sekar Kedaton, istana ini akan kamu hafal dengan sendirinya," ucap Arya Bhanu berusaha memberikan pengertian pada Magani.

Netra Magani melebar dengan binar yang cerah. "Kamu mendukungku menjadi pengawal pribadi para Sekar Kedaton?" tanyanya.

"Pekerjaan itu sepertinya sesuai untuk kamu." Saat menjawab pertanyaan Magani ini, Arya Bhanu menoleh ke arah kanan. Dari tempatnya berdiri, dalam jarak beberapa meter, ia bisa melihat punggung seorang gadis yang berbalik. Ia tidak bodoh sama sekali untuk tidak mengenali dari cara berpakaian ataupun sosoknya dari samping. Sejak tadi, Arya Bhanu tahu bahwa sang Sekar Kedaton memperhatikannya. Hanya saja, ia berusaha keras untuk tidak memedulikannya. Menguatkan hatinya agar tidak menatap wajah yang sudah bertahun-tahun dibayangkannya. Meskipun, jantungnya terus kuat berdetak dan meneriakkan kata rindu, Arya Bhanu benar-benar berusaha mengeraskan hatinya. Setidaknya, nasihat biyungnya selalu ia ingat.

"Benarkah? Apa ilmu kanuraganku sudah lebih bagus? Tampaknya aku perlu giat lagi berlatih, agar bisa lolos seleksi," ucap Magani dengan antusias tanpa memahami bahwa raut wajah Arya Bhanu tampak begitu keras dengan rahangnya yang terlihat mengetat. Namun, laki-laki itu tetap berusaha mengulas senyumnya dan menjawab pertanyaan putri bungsu gurunya. Magani bisa dikatakan adalah satu-satunya teman yang dimilikinya setelah Tuannya Gajah Mada berangkat ke kotaraja dan menjadi bekel di Majapahit.

"Ilmu yang kamu miliki tidak perlu diragukan lagi Magani, tapi sifat manjamu yang itu yang harus dikendalikan," jawab Arya Bhanu yang masih berusaha menyembunyikan getir dengan senyumannya.

"Bhanu!" serunya pada Arya Bhanu dengan wajah merona. Setelah kehadiran Arya Bhanu di Kadewaguruan, membuat Magani memiliki teman yang sebaya. Bila Gajah Mada dianggapnya seperti sosok kakak yang melindungi dan mengayominya, dengan Arya Bhanu, Magani merasakan memiliki teman yang mengertinya, mendengarkan segala keceriwisannya serta teman yang memotivasinya dalam berjiwa saing untuk berlatih dan belajar di Kadewaguruan.

TRIBHUANA TUNGGADEWI (Kemelut Takhta dan Cinta) - COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang