Halo, bertemu dengan Anggita lagi, tapi kali ini dengan Mas Bejo alias Mas Be, karena kesatria bucin bermata sendu telah tenang di alamnya.
***
"Bang Sul yakin mau ambil project dokumenter maritim? Udah jadi team leader masih pengin turun ke lapangan, Bang?"
Pria berambut ikal dan cenderung berantakan—tampak seperti jarang disisir itu, malah tengah asyik melahap ayam gemprek sambal cabai hijau dan tidak merespons pertanyaan yang dilontarkan Anggita. menggunakan punggung tangannya, pria itu menggaruk hidungnya yang terasa gatal lalu menghabiskan hampir separuh gelas besar es susu soda gembira. Melihat yang dilakukan atasannya itu, Anggita hanya berdecak pelan dan menggeleng kepala.
"Git, ini ayam geprek enak banget. Bumbu rempahnya beda sama yang biasanya ada di tempat lain bahkan yang punya artis terkenal itu juga beda," kata pria itu yang malah menilai makanan yang sudah dihabiskannya itu.
"Ngelindur sampeyan ini Bang Sul! Aku tanyanya apa malah jawabnya apa."
Pria yang akrab dipanggil Bang Sul itu hanya menyengir lebar mendengar nada ketus Anggita. "Lagi pengin jalan-jalan, lah, Git, capek kerja manajemen itu apalagi harus ngadepin investor atau klien, duh—" keluhnya sambil mengibaskan tangan. "—bukan kompetensiku banget lah. Lagian juga Mas Yanuar udah bisa pegang lagi manajemen Jas Merah, beliau lebih kompeten."
"Tapi Bang, udah periksa belum salah satu investor kita di project ini? Pernah dengar beberapa kasusnya kan?"
Bang Sul mengangguk. "Karena itu kenapa Mas Yanuar minta aku ikut terjun langsung ke lapangan bersama tim yang akan melakukan ekspedisi. Mas Yanuar nggak akan dengan mudah sepakat untuk kerja sama tanpa pertimbangan matang, sebelum pertemuan untuk tanda tangan kontrak kerja sama, kita berdua udah banyak ngobrol, sih, cuma memang yang bikin alot itu pemilihan tim ekspedisi, dan itulah kenapa aku ngajak kamu kencan siang-siang gini, buat bujuk biar gabung sama tim ekspedisiku aja, ya?" pinta Bang Sul dengan nada menggoda.
"Kan itu ada Nalini, Bang, dia salah satu andalan Jas Merah juga dalam mempelajari naskah-naskah kuno."
"Anak baru yang tampilannya kayak cewek bohemian tahun 60-an itu?!"
Anggita tergelak mendengar kalimat bernada ejekan dari pria itu untuk salah satu teman kerja mereka. "Bang, tapi Nalini itu unik, lho. Jangan dilihat dari penampilannya, lah, kan yang mewawancari dan malah menyetujui dia jadi tim Jas Merah juga Bang Sul sendiri."
"Iya, tapi kemampuannya dalam hal pembacaan naskah kuno itu nggak seperti kamu, Git. Waktu kita ada project untuk mempelajari isi dari prasasti Mpu Sindok yang ditemukan tahun 2022 itu aja, dia agak kesusahan buat nyusun terjemahannya, belum lagi waktu presentasi ke tim, dia udah gelagapan, kan."
"Ya, namanya juga anak baru, Bang, pasti butuh waktu untuk bisa adaptasi dengan budaya kerja kita."
Sembari menghabiskan sisa tetes terakhir es susu soda gembiranya, Bang Sul melirik ke arah belakang tubuh Anggita. "Git, aku kok dari tadi kayak diawasi, ya," ucapnya.
"Hah?! Diawasi sama siapa? Bang Sul masih terus dipantau gara-gara ulasan Bang Sul tentang pemilu 2024?" tanya Anggita yang ikut tegang. Pasalnya, laki-laki di hadapannya ini setahun lalu hampir saja membuat Anggita dan teman-temannya di Jas Merah kehilangan pekerjaan dan membuat platform serta kanal juga sosial media mereka menjadi sorotan pemerintah.
Bang Sul menggeleng tapi dia mengedikkan bahu ke arah belakang Anggita. Kemudian wajahnya mendekat pada Anggita seraya berbisik dengan suaranya yang memberat. "Itu, ada cowok pakai kacamata yang berdiri dekat meja kasir, dari tadi ngelihatin terus ke arah sini. Kamu kenal, Git? Atau pacar kamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIBHUANA TUNGGADEWI (Kemelut Takhta dan Cinta) - COMPLETED
Historical Fiction--Pemenang Wattys 2022 (Fiksi Sejarah)-- Blurb: Anggita yang bekerja di stasiun radio S di Surabaya, diminta atasannya untuk merancang program drama sandiwara radio, bahkan harus menyiapkan naskah cerita drama tersebut yang harus bertema kolosal. Ke...